Ekonom Beberkan Perbandingan Rupiah Dulu vs Sekarang: Lebih Mahal dari Semangkuk Soto!

- Penulis

Selasa, 8 April 2025 - 23:07 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Ragamutama.com, Jakarta – Di tengah fluktuasi nilai tukar rupiah yang menjadi perhatian publik, Noval Adib, seorang pengajar dari Departemen Akuntansi Universitas Brawijaya, memberikan perspektif mendalam mengenai perbedaan fundamental antara kondisi rupiah saat ini dengan krisis moneter tahun 1998. Sorotan terhadap nilai tukar rupiah semakin tajam seiring dengan penembusan level Rp 17 ribu terhadap dolar AS.

Menurut Noval, meskipun memiliki kesamaan nominal, rupiah pada masa kini dan masa lalu memiliki perbedaan substansial yang signifikan.

“Sebagai gambaran sederhana, pada tahun 1998, Rp 16 ribu mampu membeli 16 porsi soto, sementara saat ini, dengan nominal yang sama, hanya cukup untuk semangkuk soto,” jelas Noval melalui keterangan tertulis yang disampaikan melalui aplikasi pesan, Selasa, 8 Maret 2025.

Contoh lain yang diungkapkan adalah harga 1 gram emas pada tahun 1998 yang berkisar Rp 75 ribu, berbanding jauh dengan harga saat ini yang mencapai Rp 1.800.000 per gram. “Perbedaan daya beli rupiah antara tahun 1998 dan 2025 sangatlah mencolok,” tambahnya.

Berdasarkan data e-Rate USD BCA, pada tanggal 7 April 2025 pukul 07:10 WIB, kurs jual dolar AS telah menembus angka Rp 16.950, menandai level tertinggi dalam periode waktu yang diamati. Kurs beli juga mengalami lonjakan signifikan menjadi Rp 16.600, meningkat sebesar Rp 60 dibandingkan hari sebelumnya. Data dari Refinitiv menunjukkan bahwa pada hari Senin, 7 April 2025 pukul 10:43, nilai tukar rupiah mencapai titik terendah sepanjang sejarah, yaitu Rp 17.261 per dolar AS. Sementara itu, menurut data dari Wise, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS berada pada angka Rp 16.883 pada pukul 14.35.

Syafruddin Karimi, seorang dosen dari Departemen Ekonomi Universitas Andalas, menekankan bahwa tekanan terhadap rupiah yang telah mencapai titik terendah sepanjang sejarah memerlukan perhatian serius dari otoritas moneter dan fiskal Indonesia. Pada hari Senin, 7 April 2025, nilai tukar rupiah bahkan telah melampaui angka Rp 17 ribu.

“Pelemahan nilai rupiah seharusnya menjadi sinyal peringatan bagi otoritas moneter dan fiskal Indonesia. Daripada hanya bereaksi sesaat, pemerintah dan Bank Indonesia perlu merancang strategi komunikasi dan kebijakan yang lebih tegas dan terukur untuk menenangkan pasar,” ujar Syafruddin dalam keterangan tertulis yang disampaikan melalui aplikasi pesan pada hari Selasa, 8 Maret 2025.

Baca Juga :  IHSG Anjlok! Sentimen Pasar Bikin BEI Merah Dalam Sepekan

Menurutnya, melemahnya nilai rupiah tidak hanya mencerminkan faktor eksternal seperti penguatan dolar AS atau perang dagang global, tetapi juga mengindikasikan kurangnya kepercayaan investor terhadap stabilitas ekonomi domestik dalam jangka pendek. Syafruddin khawatir bahwa jika kondisi ini terus berlanjut, rupiah berpotensi memicu krisis kepercayaan yang lebih luas.

“Jika tidak segera direspons dengan kebijakan yang kredibel dan langkah stabilisasi yang konsisten, tekanan terhadap rupiah dapat merembet menjadi krisis kepercayaan yang lebih mendalam,” tegasnya.

Sementara itu, Listya Endang Artiani, seorang dosen dan peneliti dari Universitas Islam Indonesia (UII), menyoroti penyebab dan potensi bahaya dari penurunan tajam nilai rupiah. Listya Endang menjelaskan bahwa penurunan nilai tukar rupiah umumnya disebabkan oleh kombinasi antara faktor eksternal dan internal. Dari sisi eksternal, penguatan dolar AS akibat kenaikan suku bunga acuan The Fed (Federal Reserve) menjadi pemicu utama.

“Investor global cenderung menarik dana dari pasar negara berkembang seperti Indonesia untuk mencari imbal hasil yang lebih tinggi dalam aset yang berbasis dolar AS,” kata Listya kepada Tempo, Senin, 7 April 2025.

Dari sisi internal, faktor-faktor seperti data ekonomi (neraca perdagangan, cadangan devisa), dan stabilitas politik turut berperan. Ketika investor melihat potensi ketidakstabilan atau pelemahan ekonomi, tekanan terhadap rupiah akan meningkat. Ia juga menambahkan bahwa permintaan musiman terhadap dolar juga dapat memicu penurunan nilai rupiah.

“Selain itu, permintaan musiman terhadap dolar, misalnya menjelang Lebaran atau pembayaran utang luar negeri perusahaan, juga dapat mendorong volatilitas dalam jangka pendek,” jelas dosen Fakultas Bisnis dan Ekonomika UII ini.

Listya juga menguraikan potensi bahaya dari penurunan nilai rupiah jika tidak segera ditangani. Ia menekankan bahwa volatilitas nilai tukar yang tinggi menciptakan ketidakpastian dalam perekonomian.

Baca Juga :  Jadwal Lengkap Operasional Bank Mandiri Selama Libur Lebaran

“Pelaku usaha akan kesulitan menetapkan harga, investor cenderung menahan diri, dan beban utang luar negeri dalam denominasi dolar akan membengkak,” papar Listya.

Ia menambahkan bahwa jika pemerintah tidak segera menstabilkan ekspektasi pasar, dapat muncul efek domino yang berdampak pada inflasi barang impor, defisit neraca transaksi berjalan, hingga penurunan kepercayaan investor asing.

“Kondisi ini juga dapat memperburuk persepsi publik terhadap kebijakan moneter, terutama jika tidak ada komunikasi yang efektif dari Bank Indonesia atau Kementerian Keuangan,” pungkas Listya.

Sebelumnya, nilai tukar rupiah sempat menembus angka Rp 17 ribu per dolar Amerika Serikat di pasar asing atau non-deliverable forward (NDF) selama periode Lebaran. Faktor-faktor global, termasuk pemberlakuan tarif impor AS, dianggap sebagai salah satu pemicunya.

Pada perdagangan Jumat, 4 April 2025, rupiah sempat menyentuh level Rp 17.006 per dolar AS. Analis Forex, Ibrahim Assuabi, menjelaskan bahwa terdapat beberapa data fundamental yang memengaruhi penguatan dolar. “Misalnya, data ketenagakerjaan AS yang ternyata lebih baik dari ekspektasi sebelumnya,” ujarnya melalui pernyataan resmi yang dikutip pada hari Ahad, 6 April 2025.

Selain itu, menurut Ibrahim, penguatan dolar juga disebabkan oleh testimoni dari bank sentral AS atau The Fed pada Jumat malam. The Fed mengisyaratkan bahwa penurunan suku bunga belum akan terjadi dalam waktu dekat. Penurunan suku bunga saat ini dianggap terlalu dini, terutama dalam kondisi ekonomi global yang sedang menghadapi masalah dan inflasi yang masih tinggi.

Penurunan suku bunga masih akan menunggu dampak dari perang dagang, sehingga, menurut Ibrahim, prediksi penurunan suku bunga sebanyak 3 kali atau 75 basis poin pada tahun 2025 kemungkinan besar tidak akan terwujud. “Kemungkinan besar hanya akan menjadi angan-angan. Hal ini yang menyebabkan indeks dolar kembali mengalami penguatan signifikan,” tutupnya.

Ilona Estherina dan Linda Lestari turut berkontribusi dalam penulisan artikel ini

Pilihan Editor: Maruarar Sirait Sebut Alokasi 1.000 Rumah Subsidi Wartawan Bukan untuk Membungkam Kritik

Berita Terkait

Harga Emas Antam Hari Ini: Turun Rp 33.000, Cek Rinciannya!
ADRO: Penurunan Pendapatan & Laba Bersih Alamtri Resources Kuartal I 2025
Laba PTBA Terjun Bebas: Analisis Mendalam Kuartal I 2025
Daftar Lengkap Saham LQ45 Periode Mei-Juli 2025: Peluang Investasi Blue Chip Menarik
Gotrade Hadirkan Kemudahan Trading Saham AS Lewat TradingView Mobile!
Asing Jual Besar-besaran Saham BMRI dan BBRI, Ini Daftar Lengkapnya
Bank DKI Bagikan Dividen Jumbo dan Rencanakan IPO untuk Transformasi
Harga Emas Hari Ini: Update Grafik & Harga Terbaru Antam, UBS, Galeri 24, Pegadaian

Berita Terkait

Kamis, 1 Mei 2025 - 08:31 WIB

ADRO: Penurunan Pendapatan & Laba Bersih Alamtri Resources Kuartal I 2025

Kamis, 1 Mei 2025 - 07:55 WIB

Laba PTBA Terjun Bebas: Analisis Mendalam Kuartal I 2025

Kamis, 1 Mei 2025 - 07:23 WIB

Daftar Lengkap Saham LQ45 Periode Mei-Juli 2025: Peluang Investasi Blue Chip Menarik

Kamis, 1 Mei 2025 - 07:03 WIB

Gotrade Hadirkan Kemudahan Trading Saham AS Lewat TradingView Mobile!

Kamis, 1 Mei 2025 - 06:23 WIB

Asing Jual Besar-besaran Saham BMRI dan BBRI, Ini Daftar Lengkapnya

Berita Terbaru

technology

Xiaomi Ungguli iPhone: Kuasai Pasar Smartphone Indonesia!

Kamis, 1 Mei 2025 - 09:52 WIB

technology

Google Play Store Hapus Jutaan Aplikasi: Apa Dampaknya?

Kamis, 1 Mei 2025 - 09:31 WIB