DEPOK, RAGAMUTAMA.COM – Implementasi aturan jam malam yang digagas oleh Dedi Mulyadi di Depok, Jawa Barat, memunculkan berbagai tanggapan dari kalangan orang tua siswa. Beberapa dari mereka menyatakan keraguan terkait efektivitas kebijakan ini dalam menekan angka tawuran di kalangan pelajar.
Herman (39), seorang ayah yang anaknya bersekolah di kelas 1 SMA Negeri 1 Depok, mengungkapkan bahwa dirinya tidak sepenuhnya yakin aturan jam malam akan mampu mengurangi perilaku negatif pada anak-anak, seperti tawuran dan aksi balap liar.
“Anak-anak zaman sekarang lebih pintar dari kita. Mereka bisa membuat grup-grup negatif di media sosial. Tawuran juga tidak hanya terjadi malam hari, bahkan siang hari pun ada,” ujar Herman saat diwawancarai Kompas.com, Kamis (29/5/2025).
Menurut pandangan Herman, pembatasan aktivitas anak-anak di luar rumah setelah pukul 21.00 WIB melalui aturan jam malam, dinilai tidak cukup untuk mengatasi akar permasalahan tawuran.
Senada dengan Herman, Pandi (38), seorang ayah yang putrinya duduk di kelas 2 SMAN 1 Depok, juga berpendapat bahwa aksi tawuran saat ini tidak mengenal waktu dan bisa terjadi kapan saja, bahkan di siang hari.
“Bukan hanya malam, balap motor dan tawuran sekarang berani dilakukan siang-siang. Malah saya dengar, anak-anak SD juga ada yang terlibat tawuran di Depok. Baru SD saja begitu, apalagi SMA,” ungkapnya.
Pandi menambahkan bahwa meskipun aturan jam malam mungkin bisa membantu mengurangi tingkat kenakalan remaja, efektivitasnya secara keseluruhan masih perlu diuji.
Namun, berbeda dengan Herman dan Pandi, Fatimah (35), seorang ibu yang anaknya berada di kelas 2 SMP, menunjukkan pandangan yang lebih positif terhadap pemberlakuan jam malam.
“Saya pribadi merasa aturan ini berpotensi untuk mengurangi tingkat kenakalan di kalangan anak-anak,” kata Fatimah dengan nada optimis.
Fatimah juga menegaskan komitmennya sebagai orang tua untuk aktif berpartisipasi dalam pengawasan dan siap melaporkan kepada pihak sekolah jika putranya kedapatan keluar malam tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan.
“Saya akan turut serta mengawasi dan tidak ragu melaporkan ke sekolah jika anak saya keluar rumah pada malam hari tanpa alasan yang jelas,” tegasnya.
Sebagai informasi, Pemerintah Provinsi Jawa Barat telah secara resmi memberlakukan aturan jam malam bagi pelajar dengan tujuan utama membentuk generasi yang berkarakter Panca Waluya.
Aturan tersebut melarang siswa berada di luar rumah antara pukul 21.00 hingga 04.00 WIB, kecuali untuk keperluan mendesak dan penting seperti kegiatan sekolah atau kegiatan keagamaan.
Penerapan aturan ini didasarkan pada Surat Edaran (SE) Nomor: 51/PA.03/DISDIK yang ditandatangani langsung oleh Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, pada tanggal 23 Mei 2025.
Dalam Surat Edaran tersebut, dijelaskan bahwa peserta didik diperbolehkan berada di luar rumah pada malam hari jika mereka sedang mengikuti kegiatan yang diselenggarakan oleh sekolah atau lembaga pendidikan yang sah.
“Peserta didik mengikuti kegiatan keagamaan dan sosial di lingkungan tempat tinggal atas sepengetahuan orang tua/wali,” demikian bunyi salah satu poin dalam SE yang diterima oleh Kompas.com pada hari Selasa (27/5/2025).
Selain itu, peserta didik juga diizinkan berada di luar rumah apabila mereka bersama orang tua atau dalam situasi darurat seperti terjadinya bencana alam.
“Kondisi lainnya harus dengan sepengetahuan orang tua/wali,” imbuhnya.
Peserta didik yang dimaksud dalam aturan ini adalah setiap individu yang sedang dalam proses pengembangan potensi diri melalui berbagai kegiatan pembelajaran di satuan pendidikan, mulai dari tingkat dasar hingga menengah, baik pertama maupun atas.
Pemerintah kabupaten dan kota juga memiliki peran penting dalam melakukan pembinaan serta pengawasan terhadap penerapan kegiatan malam bagi para peserta didik di wilayah masing-masing.
Aturan jam malam ini dilandasi oleh Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional serta UU Nomor 35 tahun 2014 tentang perubahan atas UU Nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak.