Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR, Said Abdullah, memberikan pandangan mengenai keputusan alokasi tunjangan rumah sebesar Rp 50 juta per bulan untuk para legislator. Menurut Said, kebijakan ini merupakan langkah efisiensi anggaran yang signifikan, berpotensi menghemat ratusan miliar rupiah yang sebelumnya dialokasikan untuk pemeliharaan Rumah Jabatan Anggota (RJA) atau rumah dinas DPR.
“Pemberian tunjangan perumahan jauh lebih baik ketimbang harus mengeluarkan ratusan miliar setiap tahun untuk memperbaiki RJA,” ujar Said di Kompleks Parlemen, Jakarta, pada Selasa, 19 Agustus 2025. Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu belum merinci angka pasti anggaran pemeliharaan rumah dinas di kawasan Kalibata, Jakarta Selatan. Namun, ia sangat meyakini bahwa kompensasi tunjangan perumahan ini lebih masuk akal dan hemat dibandingkan mempertahankan serta merawat rumah-rumah dinas yang membutuhkan anggaran besar, termasuk untuk pemeliharaan taman, gaji satpam, hingga renovasi kerusakan.
“Kami berupaya keras menghindari pemborosan. RJA itu, khususnya biaya pemeliharaannya, memang sangat boros,” tegas Said, menjelaskan alasan di balik kebijakan tersebut. Selain berpotensi menghemat anggaran pendapatan dan belanja negara, Said juga berpendapat bahwa tunjangan rumah ini dapat mendorong kinerja anggota DPR menjadi lebih maksimal. Anggota dewan diharapkan dapat datang lebih cepat ke agenda rapat karena bisa menghuni tempat tinggal di sekitar Senayan, Jakarta Pusat.
Di tengah kondisi pemangkasan anggaran oleh pemerintah, Said memahami mengapa isu ini menjadi sorotan masyarakat. Kendati demikian, ia mengklaim bahwa fasilitas tunjangan rumah atau rumah dinas juga dinikmati oleh jajaran menteri dan anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD). “Para menteri semuanya memiliki rumah yang disediakan negara sebagai rumah dinas. Mengapa hal itu tidak diprotes?” Said mempertanyakan.
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal DPR, Indra Iskandar, telah mengonfirmasi bahwa para legislator tidak lagi menempati rumah dinas karena kondisi bangunan yang dianggap tidak layak dan tidak ekonomis untuk dipertahankan. Biaya pemeliharaan yang diperlukan juga disebut sudah tidak sepadan dengan manfaatnya. “Kami menerima banyak keluhan dari anggota DPR RI terkait dengan bangunan yang sudah berusia tua dan sering mengalami kerusakan yang cukup parah, terutama bocoran serta rembesan air hujan dari sungai yang melintasi tengah-tengah perumahan,” jelas Indra ketika dihubungi pada Senin, 18 Agustus 2025.
Perlu diketahui, rumah jabatan tersebut dibangun pada tahun 1988, yang berarti usianya kini hampir mencapai 40 tahun. Pihak DPR menilai bahwa revitalisasi menyeluruh RJA justru akan membutuhkan anggaran yang sangat besar. Biaya pemeliharaan rutin yang tinggi juga dianggap tidak lagi seimbang dengan manfaat yang didapat. Oleh karena itu, Indra menyatakan bahwa mulai tahun 2025, Sekretariat Jenderal DPR tidak lagi mengalokasikan anggaran untuk pemeliharaan rumah jabatan di Kalibata. Keputusan ini juga telah dibahas dalam Rapat Pimpinan DPR periode 2019-2024.
Ervana Trikarinaputri berkontribusi dalam tulisan ini.
Pilihan Editor: Dampak Buruk Anggaran Pendidikan untuk Membiayai MBG