Dolar AS Menguat: Investor Indonesia Pantau Ketat Sinyal The Fed!

- Penulis

Rabu, 16 April 2025 - 09:39 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Ragamutama.com  Nilai tukar Dolar AS menunjukkan sedikit penguatan pada hari Rabu (16/4), setelah mengalami tekanan jual yang cukup signifikan selama beberapa minggu terakhir. Para investor terlihat mengambil napas sejenak, sambil menantikan perkembangan selanjutnya dalam perundingan perdagangan antara Amerika Serikat dengan para mitra dagangnya.

Data mengenai Produk Domestik Bruto (PDB) kuartal pertama Tiongkok, serta serangkaian indikator ekonomi untuk bulan Maret, dijadwalkan akan dirilis pada hari ini. Akan tetapi, data-data tersebut lebih bersifat sebagai tinjauan ke belakang.

Robert Kiyosaki: Orang Kaya Tidak Bergantung pada Dolar Melainkan Emas!

Sementara itu, sorotan pasar juga tertuju pada pidato yang akan disampaikan oleh Ketua The Fed, Jerome Powell, serta keputusan suku bunga yang akan diambil oleh Bank of Canada. Pasar memperkirakan adanya kemungkinan pemangkasan suku bunga sekitar 40%.

Dolar Kanada menunjukkan stabilitas pada level C$1.3948 per dolar AS, mencatatkan penguatan sekitar 4% sepanjang bulan April ini.

Hal ini mencerminkan bagaimana para investor telah memberikan sanksi kepada greenback secara cukup keras, sebagai respons terhadap kebijakan perdagangan AS yang telah memicu ketidakpastian di pasar.

Euro, yang sempat menyentuh level tertinggi dalam tiga tahun terakhir di US$1.1474 pada pekan lalu, kini mengalami koreksi ke US$1.1311 pada sesi perdagangan Asia.

Baca Juga :  Strategi Kemenkeu: Reformasi Pajak Lindungi Dunia Usaha Indonesia

Secara keseluruhan, euro telah mengalami kenaikan lebih dari 4,5% sepanjang bulan ini. Akan tetapi, penyesuaian teknikal serta lambatnya kemajuan dalam perundingan kesepakatan perdagangan membatasi potensi penguatan lebih lanjut.

Emas Bersinar Lagi! Ketegangan Tarif & Dolar Loyo Jadi Pendorong

Pound sterling justru berhasil mencuri perhatian, dengan menembus level tertinggi dalam enam bulan terakhir di US$1.3254.

Inggris menjadi salah satu negara yang terhindar dari penerapan tarif yang paling keras oleh AS. Wakil Presiden AS, JD Vance, bahkan menyatakan bahwa peluang untuk mencapai kesepakatan dagang dengan Inggris terbilang cukup besar.

“Presiden sangat menyukai Inggris,” ujar Vance.

“Beliau sangat menghormati Ratu, dan juga mengagumi Raja.”

Saat ini, pasar sedang menantikan rilis data inflasi (CPI) Inggris pada hari ini.

Dolar AS Kehilangan Kepercayaan, Yen Jadi Pilihan

Sementara itu, yen Jepang terpantau stabil di level 142,85 per dolar, dan indeks dolar AS sempat menembus angka 100 sebelum akhirnya kembali berada di sekitar 99,899 pada sesi perdagangan di Asia.

Franc Swiss, yang telah mencatatkan penguatan tertinggi di antara mata uang negara-negara G10 sejak pengumuman penerapan tarif besar-besaran oleh Trump, juga mengalami penguatan menjadi 0.8184 per dolar.

Baca Juga :  Tiket Kereta Lebaran Yogyakarta Ludes: KAI Daop 6 Umumkan Penjualan 93 Persen!

Dolar Australia dan dolar Selandia Baru, yang pada pekan lalu mencatatkan lonjakan mingguan terbesar sejak tahun 2020, mengalami sedikit koreksi ke US$0.6334 dan US$0.5896.

Fokus utama para investor saat ini tertuju pada pasar obligasi dan yuan Tiongkok, di mana pemerintah China belum secara signifikan melemahkan kisaran perdagangan mata uangnya, meskipun terdapat tekanan yang berasal dari gelombang tarif AS.

Pamor Dolar Redup, Robert Kiyosaki Sebut Beli Emas Sekarang!

Apabila terjadi depresiasi yang tajam pada yuan, hal tersebut berpotensi menjadi pendorong yang signifikan bagi penguatan dolar AS.

Pasar Treasury AS, yang sempat diguncang oleh aksi jual yang panik pada minggu lalu, menunjukkan adanya tanda-tanda stabilisasi.

Keterkaitan erat antara imbal hasil obligasi dan dolar saat ini menjadi perhatian utama bagi para pelaku pasar.

“Kami berpendapat bahwa kembalinya korelasi antara imbal hasil Treasury AS yang lebih tinggi dan penguatan dolar akan menjadi sinyal utama dari normalisasi,” kata Steve Englander, Kepala Riset Valas G10 di Standard Chartered.

“Apabila pesimisme terhadap pertumbuhan mulai mereda dan tarif tidak lagi menjadi isu utama, maka dolar berpotensi kembali mendapatkan dukungan.”

Berita Terkait

Shio Beruntung Juni 2025: Rezeki Emas Antam Menanti!
IHSG Terkoreksi, Investor Waspadai Geopolitik Global!
Sucor AM: Lahirkan Talenta Investasi Muda Lewat Beasiswa SAP
Saham BUMN Karya: Kontrak Mini, Pilih Cermat, Ini Alasannya!
DATA Remala Abadi Kantongi Kredit Rp 220 Miliar dari Bank Mandiri
Shekel Melesat, Bursa Israel Bergairah: Rekor Tertinggi Sejak 2008!
6 Saham Kena Suspensi BEI, Investor Panik! Apa Penyebabnya?
Wall Street Hijau, Rapat The Fed Bayangi Kenaikan Awal Pekan

Berita Terkait

Selasa, 17 Juni 2025 - 04:07 WIB

Shio Beruntung Juni 2025: Rezeki Emas Antam Menanti!

Selasa, 17 Juni 2025 - 02:22 WIB

IHSG Terkoreksi, Investor Waspadai Geopolitik Global!

Selasa, 17 Juni 2025 - 00:57 WIB

Sucor AM: Lahirkan Talenta Investasi Muda Lewat Beasiswa SAP

Selasa, 17 Juni 2025 - 00:02 WIB

Saham BUMN Karya: Kontrak Mini, Pilih Cermat, Ini Alasannya!

Senin, 16 Juni 2025 - 23:17 WIB

DATA Remala Abadi Kantongi Kredit Rp 220 Miliar dari Bank Mandiri

Berita Terbaru

finance

Shio Beruntung Juni 2025: Rezeki Emas Antam Menanti!

Selasa, 17 Jun 2025 - 04:07 WIB

sports

MotoGP Italia 2025: Bagnaia Balas Dendam, Lupakan Marquez!

Selasa, 17 Jun 2025 - 03:27 WIB