ANTM dan PTBA Tebar Dividen Jumbo: Mengungkap Prospek dan Risiko Investasi Saham Emiten Pertambangan Unggulan MIND ID
JAKARTA, RAGAMUTAMA.COM – Dua emiten raksasa di bawah payung Holding BUMN Pertambangan MIND ID, yakni PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) dan PT Bukit Asam Tbk (PTBA), serentak mengumumkan pembagian dividen tunai yang fantastis. Keputusan ini diambil dalam Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) Tahun Buku 2024 yang digelar pada Kamis, 12 Juni 2025. Nilai dividen yang dibagikan tergolong signifikan, mencerminkan komitmen kuat perusahaan dalam memberikan imbal hasil optimal kepada para pemegang saham.
Dividen ANTM Tembus Rp 3,64 Triliun
PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) atau Antam menetapkan dividen sebesar Rp 3,64 triliun, setara dengan Rp 151,77 per saham. Angka ini mencerminkan 100 persen dari total laba bersih perseroan untuk tahun buku 2024, yang juga tercatat sebesar Rp 3,64 triliun. Laba bersih ANTM melesat 18,5 persen dibandingkan capaian tahun 2023 yang sebesar Rp 3,07 triliun, menandai kinerja keuangan yang impresif.
Kinerja cemerlang ANTM tak lepas dari lonjakan penjualan yang signifikan, meroket 68,56 persen secara tahunan menjadi Rp 69,19 triliun pada 2024, dari sebelumnya Rp 41,04 triliun. Capaian ini merupakan yang tertinggi sepanjang sejarah perusahaan, dengan 92 persen pendapatan, atau sekitar Rp 63,96 triliun, berasal dari pasar domestik.
Dengan harga saham ANTM yang berkisar antara Rp 3.170 hingga Rp 3.300 per saham, potensi dividen *yield* emiten ini diperkirakan mencapai 4,6 persen hingga 4,79 persen. Menariknya, analis Korea Investment Sekuritas Indonesia, Muhammad Wafi, memproyeksikan ANTM akan melanjutkan tren positif ini, didorong oleh kenaikan harga emas dunia sebagai komoditas utama perseroan. Wafi menambahkan, jika harga emas dapat bertahan di kisaran 3.500 dollar AS per ons troi, pendapatan Antam pada 2025 berpotensi menyentuh Rp 75 triliun, dengan proyeksi laba bersih antara Rp 3 triliun hingga Rp 5 triliun. Oleh karena itu, ia merekomendasikan ‘beli’ untuk saham ANTM dengan target harga Rp 4.000 per saham.
PTBA Bagi Dividen Rp 3,82 Triliun
Tak kalah menarik, PT Bukit Asam Tbk (PTBA) juga memutuskan untuk membagikan dividen tunai sebesar Rp 3,82 triliun, atau Rp 332 per saham. Angka ini setara dengan 75 persen dari laba bersih perseroan pada tahun buku 2024 yang mencapai Rp 5,10 triliun. Direktur Utama PTBA, Arsal Ismail, menegaskan bahwa keputusan ini merupakan bentuk apresiasi perusahaan kepada para pemegang saham di tengah kondisi industri batu bara global yang penuh tantangan.
Sisa laba bersih sebesar 25 persen, atau sekitar Rp 1,27 triliun, akan dibukukan sebagai saldo laba yang belum dicadangkan. Meskipun laba bersih PTBA mencatat penurunan 16,41 persen dibandingkan tahun 2023, pendapatan perseroan justru menunjukkan pertumbuhan positif 11,1 persen, mencapai Rp 42,76 triliun dari Rp 38,48 triliun di tahun sebelumnya.
Pada penutupan perdagangan Kamis, 12 Juni 2025, dengan harga saham PTBA di level Rp 2.980 per saham, dividen *yield* PTBA mencapai angka impresif 11,14 persen, menjadikannya salah satu yang tertinggi di sektor pertambangan. Namun, harga saham PTBA tercatat turun tipis 1 persen pada hari pengumuman dividen. Saham PTBA bergerak di kisaran Rp 2.890 hingga Rp 3.070 per saham, dengan volume transaksi harian menembus 120 juta lembar saham dan kapitalisasi pasar sekitar Rp 34,5 triliun. Analis menilai pelemahan ini sebagai respons pasar yang wajar dan sering terjadi menjelang periode *cum date* dividen. Seperti diungkapkan analis Indo Premier Sekuritas, “Ini momen *profit taking* jangka pendek yang umum terjadi,” dalam risetnya.
Waspada Jebakan Dividen
Kendati pembagian dividen dari ANTM dan PTBA sangat menggiurkan, investor diimbau untuk tetap waspada terhadap potensi koreksi harga saham pasca-*ex-date* dividen. Head of Research Kiwoom Sekuritas Indonesia, Liza Camelia Suryanata, mengingatkan bahwa saham di sektor pertambangan cenderung rentan terhadap aksi ambil untung (*profit taking*) setelah pembayaran dividen.
Liza menegaskan, “Meskipun dividennya besar, potensi *capital loss* jangka pendek tetap harus diperhitungkan.” Ia menilai prospek saham ANTM masih sangat positif, terutama didukung oleh tren kenaikan harga emas dunia yang melonjak lebih dari 40 persen dalam satu tahun terakhir.
Sebaliknya, PTBA dihadapkan pada tekanan yang lebih besar. Harga batu bara global terpantau turun 21 persen secara *year-on-year*, disertai dengan melambatnya permintaan seiring dengan transisi energi menuju energi baru terbarukan (EBT). Kondisi pasar global juga dipengaruhi oleh isu kelebihan pasokan batu bara, serta pembahasan Rancangan Undang-Undang Mineral dan Batu Bara (RUU Minerba) dan terbitnya Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025–2034 yang kian fokus pada EBT. Oleh karena itu, menurut Liza, “*Outlook* PTBA secara umum masih stabil, namun potensi kenaikan harga sahamnya cukup terbatas.”
Meski demikian, Muhammad Wafi dari Korea Investment Sekuritas tetap mempertahankan rekomendasi ‘beli’ untuk saham PTBA dengan target harga Rp 3.500 per saham. Wafi menekankan pentingnya investor untuk mencermati risiko volatilitas harga komoditas dan arah kebijakan energi pemerintah yang dapat mempengaruhi kinerja PTBA.