Deflasi: Pengertian, Penyebab, Dampak, dan Cara Mengatasinya

Avatar photo

- Penulis

Kamis, 5 Juni 2025 - 02:07 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Ekonomi Nasional Bayangi Deflasi: BPS Catat Penurunan Harga di Mei 2025, Kekhawatiran Terhadap Konsumsi Rumah Tangga Meningkat

Jakarta – Perekonomian nasional menunjukkan gejala deflasi yang patut dicermati. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa pada Mei 2025, terjadi deflasi sebesar 0,37 persen secara bulanan (month to month). Data ini diumumkan langsung oleh Deputi Statistik Bidang Distribusi dan Jasa BPS, Pudji Ismartini, dalam konferensi pers yang digelar di kantor BPS, Jakarta Pusat, pada Senin, 2 Juni 2025.

Pudji menjelaskan, Indeks Harga Konsumen (IHK) tercatat turun menjadi 108,07 pada Mei 2025 dibandingkan bulan sebelumnya. Angka ini menandai penurunan signifikan, apalagi jika dilihat secara tahunan (year on year), IHK anjlok sebesar 1,66 persen. Fenomena deflasi yang berlangsung selama tiga bulan berturut-turut ini sontak menimbulkan kekhawatiran di berbagai kalangan.

Ekonom Bright Institute, Awalil Rizky, mengungkapkan bahwa deflasi yang berkelanjutan bukan sekadar gejala ekonomi biasa, melainkan indikasi serius melemahnya fondasi ekonomi nasional. “Deflasi yang berkepanjangan memberi sinyal buruk bagi konsumsi rumah tangga. Ini memperlihatkan bahwa publik menahan belanja karena tekanan ekonomi yang dirasakan,” kata Awalil saat dihubungi pada Selasa, 3 Juni 2025, menegaskan bahwa daya beli masyarakat sedang tertekan.

Baca Juga :  Badai PHK Berlanjut di RI, Bergilir Sritex, Yamaha, KFC, hingga Sanken

Menurut Corporate Finance Institute, deflasi dalam suatu perekonomian utamanya disebabkan oleh dua faktor krusial. Pertama, adalah penurunan permintaan agregat. Ini terjadi ketika masyarakat cenderung menahan pengeluaran, misalnya akibat kebijakan moneter ketat yang menaikkan suku bunga sehingga mendorong orang untuk menabung, atau saat kepercayaan konsumen menurun drastis selama masa resesi.

Di sisi lain, peningkatan penawaran agregat juga dapat memicu deflasi. Kondisi ini sering terjadi jika biaya produksi menurun tajam, misalnya karena penurunan harga bahan baku seperti minyak, atau berkat kemajuan teknologi yang memungkinkan produsen menekan biaya secara efisien. Dalam situasi ini, produsen terpaksa menurunkan harga produk agar tetap diminati di tengah permintaan yang stagnan atau bahkan melemah.

Deflasi sering kali terjadi di tengah masa resesi dan umumnya dianggap sebagai fenomena ekonomi yang merugikan, karena dapat menimbulkan berbagai dampak negatif yang signifikan bagi perekonomian. Corporate Finance Institute mengidentifikasi tiga efek negatif utama dari deflasi yang berkepanjangan:

Baca Juga :  Cara Ikut e-IPO bagi Pemula untuk Investasi Saham Baru BEI

1. Pengangguran Meningkat
Selama periode deflasi, tren peningkatan tingkat pengangguran menjadi sangat nyata. Saat harga-harga barang dan jasa terus menurun, produsen terdorong untuk mengambil langkah-langkah penghematan biaya, yang seringkali berujung pada pemutusan hubungan kerja (PHK) sebagian karyawan mereka.

2. Peningkatan Nilai Riil Utang
Deflasi acapkali diiringi dengan kenaikan suku bunga, yang secara langsung menyebabkan nilai riil utang menjadi lebih besar daripada sebelumnya. Kondisi ini kian membebani konsumen, mendorong mereka untuk menunda pengeluaran guna mengurangi beban keuangan yang terasa semakin berat.

3. Memperburuk Kondisi Ekonomi (Spiral Deflasi)
Spiral deflasi adalah kondisi berbahaya di mana penurunan tingkat harga memicu reaksi berantai yang memperparah ekonomi. Penurunan harga ini menyebabkan produksi menurun, diikuti oleh berkurangnya upah, melemahnya permintaan, dan pada akhirnya, harga terus mengalami penurunan lebih lanjut. Selama masa resesi, spiral deflasi menjadi tantangan ekonomi yang luar biasa berat karena berpotensi memperburuk kondisi ekonomi secara signifikan dan berkepanjangan.

Berita Terkait

Paylater Menggila: Utang Warga RI Sentuh Rp 22,99 Triliun!
Komisaris Jakpro Baru: Ada Jubir Anies Hingga Eks Kepala Bapenda!
Emas Antam Hari Ini: Harga Stabil di Rp 1.948.000, Peluang?
Pedagang Bendera Merah Putih Kaget: Banyak Cari Bendera One Piece!
Blokir Rekening Dormant: Langgar Konstitusi? Ini Alasannya!
Rekening Diblokir PPATK? Ini Penjelasan Lengkap Soal Rekening Dormant!
Laba Alfaria Trijaya (AMRT) Naik 4,98% Jadi Rp 1,88 Triliun pada Semester I-2025
BI Malang Dorong UMKM dan Ekonomi Syariah lewat MBF 2025

Berita Terkait

Senin, 4 Agustus 2025 - 23:07 WIB

Paylater Menggila: Utang Warga RI Sentuh Rp 22,99 Triliun!

Senin, 4 Agustus 2025 - 18:41 WIB

Komisaris Jakpro Baru: Ada Jubir Anies Hingga Eks Kepala Bapenda!

Minggu, 3 Agustus 2025 - 12:14 WIB

Emas Antam Hari Ini: Harga Stabil di Rp 1.948.000, Peluang?

Minggu, 3 Agustus 2025 - 01:16 WIB

Pedagang Bendera Merah Putih Kaget: Banyak Cari Bendera One Piece!

Sabtu, 2 Agustus 2025 - 19:40 WIB

Blokir Rekening Dormant: Langgar Konstitusi? Ini Alasannya!

Berita Terbaru

politics

Besok! PSU Pilkada Papua Digelar: Penentu Masa Depan?

Selasa, 5 Agu 2025 - 11:43 WIB

Public Safety And Emergencies

Mengerikan! Sumur Migas Subang Kebakaran, Warga Panik?

Selasa, 5 Agu 2025 - 11:29 WIB

Society Culture And History

Mural One Piece di Sragen Dihapus: Bupati Buka Suara, Karang Taruna Jelaskan!

Selasa, 5 Agu 2025 - 08:55 WIB

sports

Satria Muda Bandung: Persib Ambil Alih, Era Baru Dimulai!

Selasa, 5 Agu 2025 - 06:35 WIB