Ragamutama.com – , Jakarta – Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) secara resmi mengintegrasikan sebuah pendekatan revolusioner dalam kurikulum nasional: sistem pembelajaran mendalam atau dikenal sebagai deep learning. Inovasi ini digadang-gadang akan menjadi pilar utama peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia.
Penerapan metode pembelajaran deep learning ini akan dimulai di seluruh jenjang sekolah dasar dan menengah di Indonesia, efektif sejak tahun ajaran 2025/2026 yang telah berjalan. Laksmi Dewi, Kepala Pusat Kurikulum dan Pembelajaran Kemendikdasmen, mengungkapkan bahwa model pembelajaran ini diharapkan mampu mendorong peningkatan signifikan dalam kemampuan literasi siswa. “Kami berharap model ini bisa meningkatkan hasil belajar dan kompetensi-kompetensi siswa,” ujar Laksmi di Grand Sahid Jaya Jakarta pada Jumat, 18 Juli 2025. Ia menambahkan bahwa salah satu dampak positifnya adalah percepatan kemampuan siswa dalam belajar membaca dan berhitung.
Lantas, apa sebenarnya metode pembelajaran deep learning yang kini menjadi bagian integral dari kurikulum sekolah dasar dan menengah tersebut?
Pendekatan deep learning dirancang di atas empat pilar utama yang akan diimplementasikan oleh para guru. Keempat metode pembelajaran inti tersebut meliputi praktik pedagogis, kemitraan pembelajaran, lingkungan pembelajaran, dan pemanfaatan teknologi digital.
Dalam kerangka praktik pedagogis, guru dituntut untuk menyusun strategi mengajar yang lebih terarah dan spesifik. Tujuan utamanya adalah menciptakan pengalaman belajar yang autentik bagi setiap murid. “Guru mengutamakan praktik nyata mendorong keterampilan berpikir tingkat tinggi,” jelas Laksmi, menandakan pergeseran fokus dari hafalan semata menuju pengembangan kemampuan kognitif yang lebih kompleks.
Sementara itu, kerangka kemitraan pembelajaran dalam deep learning mendorong guru untuk membangun hubungan yang lebih dinamis dan kolaboratif. Kemitraan ini tidak hanya terbatas pada interaksi guru dan peserta didik, melainkan juga melibatkan orang tua, serta komunitas dan mitra profesional lainnya. Pendekatan ini secara fundamental mengubah paradigma belajar yang sebelumnya didominasi kontrol guru menjadi proses kolaborasi bersama yang memberdayakan semua pihak.
Adapun pilar ketiga, lingkungan pembelajaran, mengarahkan guru untuk mengintegrasikan ruang fisik, virtual, dan budaya dalam proses belajar mengajar. Menurut Laksmi, fleksibilitas dalam penggunaan ruang fisik dan virtual akan memungkinkan guru untuk mengakomodasi beragam gaya belajar peserta didik, menciptakan suasana yang lebih inklusif dan efektif.
Terakhir, pemanfaatan teknologi digital menjadi kerangka keempat deep learning. Teknologi ini diyakini akan berperan krusial dalam menciptakan suasana belajar yang lebih interaktif dan menarik bagi siswa. “Selain itu, tersedianya beragam sumber belajar menjadi peluang menciptakan pengetahuan bermakna pada peserta didik,” tutur Laksmi, menyoroti potensi teknologi dalam memperkaya pengalaman belajar.
Ketua Asosiasi Pengawas Pendidikan Agama dan Keagamaan Seluruh Indonesia, Yun Yun Yunadi, menegaskan bahwa deep learning bukan sekadar metode yang mengedepankan hafalan fakta. “Tetapi tentang mengembangkan kemampuan berpikir kritis, kreativitas, dan kolaborasi,” kata Yun Yun dalam keterangan tertulisnya pada 5 Maret 2025. Meskipun demikian, ia menyoroti tantangan berupa keterbatasan sumber daya dan infrastruktur di beberapa sekolah, khususnya di daerah terpencil. Oleh karena itu, peran kepala sekolah dan pengawas pendidikan dianggap sangat vital dalam mendukung implementasi deep learning bagi para guru.
Senada dengan pandangan tersebut, Ketua Kelompok Kerja Pengawas Pendidikan Agama Islam Kota Jakarta Timur, Wawan Kurniawan, memberikan perspektif tambahan. Ia menegaskan bahwa deep learning bukanlah kurikulum baru, melainkan sebuah pendekatan pembelajaran. Wawan menyebutkan bahwa pendekatan deep learning ini menitikberatkan pada tiga elemen kunci: mindful (kesadaran), meaningful (bermakna), dan durable (berkelanjutan).
“Mindful menekankan pentingnya kehadiran penuh siswa dalam proses pembelajaran, meaningful memastikan bahwa materi yang dipelajari relevan dan bermakna bagi kehidupan nyata siswa, dan durable bertujuan untuk menciptakan pengetahuan dan keterampilan yang bertahan lama dan dapat diaplikasikan dalam berbagai konteks,” jelas Wawan, merangkum esensi dari setiap elemen tersebut. Dengan adopsi deep learning, diharapkan sistem pendidikan Indonesia dapat melahirkan generasi yang tidak hanya cerdas secara akademis, tetapi juga adaptif, inovatif, dan mampu menghadapi tantangan masa depan.