Spekulasi mengenai masa depan Darwin Nunez di Liverpool semakin menguat. Penyerang asal Uruguay yang pernah memecahkan rekor transfer klub ini dikabarkan berada di ambang pintu keluar Anfield, menarik perhatian sejumlah klub besar seperti Al-Ahli dan Al-Hilal dari Liga Pro Arab Saudi, serta raksasa Serie A, AC Milan.
Menurut laporan dari Sports Mole, ketertarikan AC Milan, yang menjadikan Nunez sebagai target utama di bawah asuhan Simone Inzaghi, menjadi indikasi serius. Masa depan Nunez di Liverpool kian tak pasti mengingat kedatangan Hugo Ekitike dan minat The Reds terhadap striker Newcastle United, Alexander Isak. Ambisi pribadi Nunez untuk mengamankan tempat di tim nasional Uruguay menjelang Piala Dunia 2026 juga menjadi faktor pendorong utama. Ia membutuhkan menit bermain reguler, yang mungkin sulit didapat di Anfield, mendorongnya untuk mencari tantangan baru.
Nunez tiba di Liverpool dengan label bintang masa depan, membawa ekspektasi besar setelah musim fenomenal bersama Benfica pada 2021/2022. Kala itu, ia membukukan 26 gol dan 4 assist dalam 28 laga Primeira Liga, bahkan sempat menjadi momok bagi pertahanan Liverpool di Liga Champions dengan golnya. Namun, di Liga Inggris, performa striker Uruguay ini kerap diliputi inkonsistensi. Kegagalannya menuntaskan peluang emas berulang kali menjadi sorotan, menjadikannya sasaran kritik.
Data dari Sports Mole mengungkap jurang lebar antara potensi dan realisasi Nunez. Dalam tiga musim terakhir di Premier League, ia hanya mencetak 25 gol dari expected goals (xG) sebesar 40,47. Ini menunjukkan under-performance signifikan, kehilangan sekitar 15 gol dari peluang yang seharusnya dikonversi. Perbandingan menarik muncul dari musim terbaiknya di Benfica, di mana Nunez mencatat over-performance sebesar 6,72, angka yang menempatkannya sejajar dengan penyerang top dunia seperti Kylian Mbappe dan Erling Haaland.
Kendati demikian, di balik sorotan tajam terhadap penyelesaian akhirnya, kontribusi statistik Nunez tak bisa diabaikan. Jika diukur berdasarkan menit bermain, efisiensinya bahkan setara, atau sedikit lebih baik, dari legenda Liverpool, Sadio Mane, dalam tiga musim perdananya. Di Premier League, Nunez mencatatkan 25 gol dan 13 assist dalam 4.886 menit, berarti satu kontribusi langsung setiap 128 menit. Sebagai komparasi, Mane membukukan 45 gol dan 13 assist dalam 7.540 menit di periode yang sama, menghasilkan satu kontribusi setiap 130 menit. Bahkan, di semua kompetisi, Nunez unggul dengan satu kontribusi gol setiap 118 menit, berbanding 135 menit untuk Mane.
Fenomena ini, seperti yang diungkap Sports Mole, seringkali luput dari perhatian karena publik cenderung terfokus pada momen-momen kegagalannya di depan gawang.
Meski demikian, nilai pasar Nunez tetap tinggi. Direktur olahraga Liverpool, Richard Hughes, dikabarkan tidak akan melepasnya di bawah harga yang ditetapkan. Napoli sempat mendekat namun mundur karena banderol yang dianggap terlalu tinggi. Kini, AC Milan muncul sebagai opsi realistis, tentu jika mereka mampu memenuhi tuntutan Liverpool. Di sisi lain, Al-Hilal dan Al-Ahli dari Liga Pro Arab Saudi juga santer dikaitkan. Namun, demi menjaga peluangnya di kancah sepak bola Eropa dan posisinya di tim nasional Uruguay menjelang Piala Dunia 2026, pilihan untuk tetap bermain di Eropa akan lebih logis bagi Nunez.
Sports Mole memprediksi bahwa kepindahan ke klub seperti AC Milan atau Atletico Madrid dapat membantu Nunez memulihkan kepercayaan diri dan menjadi pilar penting dalam persaingan Eropa. Salah satu aset terbesar Nunez adalah kemampuannya dalam membuka ruang dan menciptakan peluang berkualitas tinggi. Di Premier League, ia rata-rata menghasilkan satu expected goals (xG) setiap 118 menit. Secara teoretis, jika ia mampu mengonversi peluang-peluang tersebut secara normal, ia berpotensi mencetak 29 gol dalam satu musim penuh. Namun, Liverpool, sebagai klub yang bersaing di level tertinggi Liga Inggris dan Eropa, memiliki toleransi sangat rendah terhadap kegagalan konversi peluang. Di tengah persaingan ketat, momen krusial sering ditentukan oleh eksekusi akhir, sebuah area di mana Nunez kerap kurang meyakinkan, membuatnya kurang ideal untuk ambisi trofi besar The Reds.
Meskipun sempat menunjukkan kilasan potensi terbaik, seperti saat mencetak dua gol dalam kemenangan 2-0 kontra Brentford di musim 2024/2025, momen-momen brilian itu terlalu jarang muncul. Inilah yang memperkuat argumen bahwa perpisahan bisa menjadi solusi terbaik bagi kedua belah pihak. Kini, pilihan berada di tangan Darwin Nunez: mengejar tawaran finansial menggiurkan dari Liga Arab atau tetap berjuang di panggung Eropa demi mempertahankan karier internasionalnya. Terlepas dari pasang surutnya di Anfield, Nunez adalah striker dengan potensi besar yang menanti ledakan di lingkungan yang tepat. Jika ia menemukan klub dan pelatih yang mampu memaksimalkan kemampuannya, bukan tidak mungkin Liverpool akan menyesali keputusannya melepas sang striker terlalu dini.
