Borok Pejabat di Luar Negeri: Staf KBRI Bongkar Minta Fasilitas!

Avatar photo

- Penulis

Senin, 7 Juli 2025 - 19:35 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Kisah tentang praktik “dilayani” secara istimewa oleh sejumlah pejabat negara kepada staf Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) dan Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) di berbagai negara kembali mencuat. Pengakuan mengejutkan dari para staf mengungkap bahwa kebiasaan ini telah berlangsung secara sistematis dan bertahun-tahun, bahkan melibatkan permintaan fasilitas bagi keluarga pejabat atau keperluan di luar tugas kedinasan.

“Ada juga pejabat yang tidak menjalankan tugas negara atau dinas ke luar negeri tapi tetap meminta fasilitas dari KBRI,” tutur seorang staf KBRI kepada BBC News Indonesia, menggambarkan sejauh mana penyalahgunaan fasilitas dan anggaran negara ini terjadi.

Pengakuan ini muncul tak lama setelah terkuaknya insiden “permintaan fasilitas” oleh seorang pejabat menteri kepada KBRI dan KJRI di beberapa negara. Melalui surat resmi, sang pejabat secara eksplisit meminta staf perwakilan RI untuk “mendampingi” istrinya dalam sebuah acara yang bukan bagian dari tugas kedinasan.

Pada Kamis (03/07) lalu, media sosial dihebohkan oleh tersebarnya surat berkop Kementerian Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang ditujukan kepada enam kedutaan besar dan satu konsulat jenderal. Surat tersebut secara spesifik meminta pendampingan bagi istri Menteri UMKM.

Meskipun dibantah oleh pejabat terkait, terkuaknya kasus ini sontak memicu gelombang kemarahan publik yang menyoroti dugaan penyalahgunaan wewenang dan fasilitas negara.

‘Walau bukan tugas negara, kami tetap layani’

BBC News Indonesia menghubungi sejumlah staf perwakilan Indonesia di negara-negara yang kerap menjadi tujuan perjalanan pejabat. Mereka membagikan pengalaman pahit saat harus melayani pejabat atau keluarganya, dengan catatan identitas mereka dirahasiakan demi keamanan.

Salah satu staf menganggap praktik “melayani pejabat” ini sebagai hal yang lumrah setelah bertahun-tahun berkecimpung dalam lingkungan tersebut. Ia menegaskan bahwa pada dasarnya, para staf hanya menjalankan perintah. Permintaan resmi dianggap sebagai tugas yang harus dipenuhi, meskipun kegiatannya bukan urusan kenegaraan atau kedinasan.

“Kami kan abdi negara yang diharapkan dapat memberikan pelayanan prima kepada seluruh elemen masyarakat Indonesia,” ucapnya saat dikonfirmasi mengenai tugas pokok dan fungsinya. Ia menambahkan, “Jadi ya apapun permintaannya, kami jalani dengan sepenuh hati. Jangan sampai ada yang merasa tidak diperhatikan oleh Perwakilan RI di luar negeri.”

Secara terpisah, staf lain mengungkap bahwa pejabat yang bertugas negara seringkali membawa serta keluarganya. Ketika pejabat sibuk dengan tugasnya, keluarga akan ditemani oleh persatuan dharma wanita untuk berjalan-jalan atau berbelanja. Setelah tugas selesai, sang pejabat pun akan diajak jalan-jalan dan makan-makan.

Tak jarang pula pejabat yang tidak sedang dalam tugas negara atau dinas ke luar negeri, namun tetap meminta fasilitas dari KBRI. “Mereka itu ‘memakai’ jasa para staf bahkan di luar jam kerja, misal menemani makan malam atau saat akhir pekan dipakai mengajak mereka jalan-jalan atau belanja. Menggunakan mobil KBRI karena tidak mungkin mereka menyewa mobil di negara setempat,” ungkapnya.

Mengapa pengamat menilai surat berlogo kementerian itu bermasalah?

Sorotan publik bermula pada Kamis (03/07) ketika surat berkop Kementerian UMKM, bernomor B-466/SM.UMKM/PR.01/2025, tersebar luas. Surat dengan keterangan “Kunjungan istri Menteri UMKM Republik Indonesia” itu menyebutkan Agustina Hastarini, istri Menteri UMKM, akan melakukan kegiatan misi budaya di Istanbul (Turki), Pomorie dan Sofia (Bulgaria), Brussels (Belgia), Paris (Prancis), Lucerne (Swiss), dan Milan (Italia.

Publik segera mempertanyakan keabsahan surat tertanggal 30 Juni 2025 tersebut, mengingat istri Menteri UMKM bukanlah pejabat publik dan tidak sedang menjalankan tugas kedinasan atau tugas negara.

Juru Bicara Kementerian Luar Negeri, Rolliansyah Soemirat, menegaskan bahwa perwakilan Indonesia di luar negeri siap memfasilitasi dan memberikan dukungan bagi kunjungan pejabat hanya sepanjang itu dalam rangka tugas resmi kedinasan atau kenegaraan.

Ahli hukum administrasi negara dari UGM, Oce Madril, menyatakan bahwa penggunaan surat berkop kementerian atau lembaga negara untuk keperluan di luar tugas negara atau kedinasan merupakan tindakan yang keliru dan dilarang dari sisi administrasi pemerintahan. “Secara hukum administrasi, tidak ada yang bisa membenarkan itu,” tegas Oce kepada BBC News Indonesia.

Ahli hukum tata negara, Bivitri Susanti, menjelaskan bahwa kop surat kementerian atau lembaga negara bukan sekadar logo, melainkan mengandung nilai instruksi. Hal inilah yang pada akhirnya berdampak pada keharusan bagi staf untuk menjalankan apapun yang tertulis dalam surat tersebut, meskipun bukan tugas resmi kedinasan.

Apa tanggapan Menteri UMKM?

Menteri Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), Maman Abdurrahman, memberikan klarifikasi usai mendatangi Komisi Pemberantasan Korupsi pada Jumat (04/07). Dilansir dari *Tempo*, Maman mengaku tidak pernah memerintahkan jajarannya untuk membuat surat tersebut.

Baca Juga :  Iran Ancam Tutup Selat Hormuz, Pertamina Siapkan Jalur Alternatif

Ia menjelaskan bahwa kepergian istrinya adalah untuk menemani anaknya mengikuti misi budaya di Eropa yang merupakan agenda rutin sekolah. Maman menegaskan, selama perjalanan, istri dan anaknya tidak menggunakan fasilitas negara, dan seluruh biaya ditanggung melalui rekening pribadi istrinya. Tiket pesawat, akomodasi, transportasi, hingga sopir, lanjutnya, sudah disiapkan melalui jasa perjalanan jauh sebelum keberangkatan. Bahkan, istri dan anaknya disebut sudah tiba di negara tujuan pertama sejak 29 Juni 2025, sehari sebelum surat itu tertanggal 30 Juni 2025.

Bivitri Susanti lantas berbagi pengalaman ketika ia berada di luar negeri dan menyaksikan staf KBRI sibuk menggeret koper pejabat yang sedang berbelanja di *factory outlet*. “Mereka belanja seenak-enaknya dimasukin koper. Yang tukang geret, tukang cariin restoran pegawai kementerian yang jadi kayak pelayan.”

Untuk itu, Bivitri kembali menegaskan bahwa penggunaan kop surat kementerian atau lembaga negara bukan sekadar logo, melainkan memiliki nilai instruksi. “Mereka tidak bisa berdalih ini sebenarnya cuma pemberitahuan saja seperti *fyi* begitu. Karena penggunaan kop surat itu sebenarnya sudah mengandung perintah kalau kita bicara lembaga pemerintahan,” ujar Bivitri.

Budaya feodalisme yang masih kental di kalangan pejabat dan aparatur sipil negara, lanjutnya, menjadi penyebab praktik semacam ini bertahan dan berulang kali terjadi. Meskipun ada aturan, para pegawai atau staf kerap tidak kuasa menolak, apalagi jika sudah berbekal ‘surat sakti’ tersebut. Menurut Bivitri, praktik ini semacam *katebelece* yang berhubungan dengan jabatan, secara tidak langsung memerintahkan orang lain untuk memberikan fasilitas tertentu.

Alasan dari Menteri UMKM bahwa tidak pernah meminta siapa pun membuat surat tersebut justru dinilai Bivitri makin mempertebal budaya feodalisme. “Di negara kita, ada juga kebiasaan bawahan ini semacam ingin memberikan servis,” ujarnya.

Senada dengan itu, ahli hukum administrasi negara dari UGM, Oce Madril, juga menegaskan kembali bahwa penggunaan surat berkop kementerian atau lembaga negara untuk hal di luar tugas negara atau kedinasan merupakan sesuatu yang keliru dan dilarang dari sisi administrasi pemerintahan.

Praktik serupa penyalahgunaan kop surat kementerian untuk acara keluarga pernah dilakukan oleh Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal, Yandri Susanto. Pada tahun 2016, Fadli Zon, yang saat itu menjabat sebagai Wakil Ketua DPR, juga melayangkan surat berkop Sekretariat Jenderal DPR kepada dubes Indonesia untuk Amerika Serikat dan Konsul Jenderal RI di New York agar menjemput dan mendampingi anaknya yang mengikuti pelatihan teater. Di tahun yang sama, Rachel Maryam, anggota DPR dari fraksi Gerindra, juga mengirimkan surat serupa kepada KBRI Paris, memohon jasa penjemputan dan transportasi selama Rachel dan keluarga berjumlah enam orang berkunjung ke Paris.

Apa sebenarnya tugas pokok dan fungsi Perwakilan RI?

Juru Bicara Kementerian Luar Negeri, Rolliansyah Soemirat, menjelaskan bahwa pada prinsipnya, Perwakilan RI di luar negeri, baik KBRI maupun KJRI, memiliki tugas dan fungsi utama melaksanakan hubungan diplomatik dan memperjuangkan kepentingan negara.

“Salah satu tugas Perwakilan RI juga menjalankan fungsi memberikan pelindungan bagi WNI yang berada di luar negeri, termasuk memberikan bantuan hukum dan kekonsuleran,” jelas Rolliansyah.

Aturan jelas terkait tugas pokok dan fungsi Perwakilan RI ini diatur melalui Peraturan Presiden Nomor 150 Tahun 2024 tentang Kementerian Luar Negeri dan Peraturan Menteri Luar Negeri Nomor 6 Tahun 2022 tentang Organisasi dan Tata Kerja Perwakilan di Luar Negeri.

Berikut tugas pokok mengacu pada aturan tersebut:

  • melaksanakan hubungan diplomatik
  • memperjuangkan kepentingan nasional Negara Republik Indonesia
  • melindungi warga negara Indonesia

Lalu, di bawah ini merupakan fungsi dari Perwakilan RI:

  • peningkatan dan pengembangan kerja sama politik dan keamanan, ekonomi, serta sosial dan budaya
  • peningkatan persatuan dan kesatuan, serta kerukunan antar sesama warga negara Indonesia di luar negeri
  • pengayoman, pelayanan, perlindungan, serta pemberian bantuan hukum dan fisik pada warga negara Indonesia dan Badan Hukum Indonesia, dalam hal terjadi ancaman dan/atau masalah hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, hukum internasional, dan kebiasaan internasional
  • pengamatan, penilaian, dan pelaporan mengenai situasi dan kondisi negara setempat
  • konsuler dan protokol
  • perbuatan hukum untuk dan atas nama Negara dan Pemerintah RI dengan pemerintah negara setempat
  • kegiatan manajemen kepegawaian, keuangan, perlengkapan, pengamanan internal Perwakilan, komunikasi, dan persandian
  • fungsi lain sesuai dengan hukum dan praktek internasional

Sejalan dengan tugas dan fungsi tersebut, lanjut Rolliansyah, perwakilan RI di luar negeri juga siap memfasilitasi dan memberikan dukungan bagi kunjungan pejabat dalam rangka tugas resmi kedinasan atau kenegaraan. Ia menambahkan hal ini dilakukan untuk memastikan agar tugas-tugas tersebut dapat terlaksana dengan baik dan memberikan manfaat yang optimal bagi Indonesia.

Baca Juga :  Bahlil Klaim Revisi UU Minerba sebagai Jihad Konstitusi, Mengembalikan Roh Pasal 33 UUD 1945

“Bentuk bantuan yang diberikan tentunya akan disesuaikan dengan kebutuhan kedinasan dan dalam koridor kewajaran sesuai dengan ketentuan yang berlaku,” ujarnya.

Ahli hukum administrasi negara dari UGM, Oce Madril, memahami bahwa tugas pokok dan fungsi perwakilan luar negeri ini juga berkaitan dengan pelayanan warga, namun punya batasan wajar. Misalnya, memfasilitasi pertemuan dengan *stakeholder* luar negeri, pertemuan dengan kampus untuk kerja sama pendidikan antar negara, atau pertemuan pengusaha luar negeri dalam konteks peningkatan kerja sama ekonomi.

“Tapi kalau kemudian menemani ke tempat wisata, itu sudah jadi *tour guide*. Menemani belanja dan mengantar ke sana kemari 24 jam, itu sudah pasti memberatkan. Dari sumber daya manusia pasti akan tersita, juga dari sisi anggarannya, dan pasti akan menelantarkan atau mengganggu fungsi lain di KBRI,” jelas Oce.

Dari mana anggaran untuk pejabat dan keluarganya?

Salah satu staf menceritakan, biasanya pejabat datang membawa istri dan anaknya, dan KBRI kemudian “mengakali” agar anggaran keluar seolah-olah bukan untuk kepentingan pribadi mereka. Untuk itu, dibuatkan acara khusus yang biasanya berjudul ‘jamuan’ atau ‘sosialisasi’ agar laporan penggunaan anggaran tetap jelas sebagai kegiatan KBRI.

“Padahal demi menjamu pejabat,” ungkapnya. Ia menjelaskan, anggaran untuk kegiatan KBRI sebenarnya sudah diatur sesuai dengan masing-masing fungsi, yaitu ekonomi, politik, pensosbud (penerangan, sosial, dan budaya), hingga konsuler. Anggaran yang dipakai untuk menjamu ini kadang diambil dari pos fungsi tersebut.

Namun, ada saja para pejabat dan keluarga yang sedang tidak menjalankan tugas negara tapi meminta fasilitas KBRI, bahkan akomodasi dan makan kadang diminta untuk dibayarkan oleh KBRI. Meskipun ada juga yang berkenan menginap di wisma dubes atau wisma tamu. “Ini yang harus digarisbawahi sebetulnya adalah perlakuan khusus buat mereka kadang di luar tupoksi dan sampai pakai anggaran KBRI demi membuat jamuan seolah itu kegiatan KBRI padahal cuma buat menjamu mereka. Mereka menganggap dirinya tamu KBRI, jadi ya harus dilayani sebagai tamu,” tuturnya.

Ahli hukum tata negara, Bivitri Susanti, juga menyoroti persoalan anggaran ini. Di tengah efisiensi anggaran negara, lanjutnya, tidak layak meminta pelayanan pada sesama lembaga negara di luar tugas kedinasan. Sebab, tiap lembaga sudah memiliki pos anggarannya masing-masing yang memang ditujukan untuk optimalisasi tugas pokok dan fungsinya. “Kalau tidak salah, dana taktis namanya. Ini bisa digunakan tapi bukan untuk melayani kepentingan pribadi para pejabat negara. Kebiasaan buruk ini tidak boleh terjadi lagi,” kata Bivitri.

Apa solusinya?

Ahli hukum administrasi negara, Oce Madril, mengingatkan bahwa sudah ada panduan dalam undang-undang administrasi pemerintahan terkait larangan penyalahgunaan jabatan dan larangan benturan konflik kepentingan.

“Sifatnya *top down*. Jadi memang butuh kesadaran dari mereka yang jadi pejabat untuk tidak lagi mencari peluang yang bisa dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi atau keluarga. Kalau masih mencari peluang, berarti dia belum selesai dan tidak cocok dalam posisi pejabat negara,” jelas Oce. “Sebab, yang terjadi hukum sulit diterapkan untuk pejabat tinggi dan ada kesulitan birokrasi sehingga ketika berhadapan dengan menteri atau istri menteri, yang di bawahnya seperti dirjen misalnya, sistem pengawasannya jadi lemah,” imbuhnya.

Untuk itu, Presiden perlu turun tangan, misalnya dengan memberikan prosedur standar operasi (SOP) yang jelas disertai panduan. Selain itu, teguran dari Presiden juga patut dilakukan. Sebab, permintaan fasilitas secara resmi melalui surat kepada pihak lain merupakan salah satu bentuk penyalahgunaan jabatan yang dilarang dalam undang-undang.

Ahli hukum tata negara, Bivitri Susanti, juga menyampaikan bahwa “berat berharap pada moralitas pejabat.” Menurut dia, pemerintah harus menunjukkan secara tegas keinginannya untuk mengikis praktik semacam ini agar tidak berulang.

Selain teguran atau peringatan, perlu dibuat suatu instruksi dalam rapat kabinet oleh Presiden agar tidak boleh ada lagi praktik pejabat meminta fasilitas. Selain itu, ia juga mengusulkan adanya instruksi presiden (Inpres) atau surat edaran untuk memberikan kewenangan kepada Menteri Luar Negeri dan jajarannya untuk menolak permintaan fasilitas dari pejabat negara dan keluarga di luar tugas negara atau kedinasan. “Tidak hanya verbal di rapat, perlu bikin aturan bisa Inpres untuk seluruh jajaran kementerian agar tidak meminta fasilitas dan memerintahkan Kementerian Luar Negeri dan jajarannya untuk menolak permintaan fasilitas di luar tugas negara. Nanti dasar hukumnya jelas,” ucap Bivitri.

Berita Terkait

Prabowo: BRICS Bisa Dongkrak Ekonomi Negara Berkembang!
Tarif Trump 10% ke BRICS: Indonesia Terancam? Cek Faktanya!
Seskab Teddy: Prabowo Yakin RI Makin Kuat di Kancah Global Lewat BRICS
BRICS: Reformasi IMF, Tuntutan Keadilan Kuota Negara Berkembang
Komisi I DPR: 24 Calon Dubes Prabowo Lolos Verifikasi Awal!
Serba-serbi Fit and Proper Test Calon Duta Besar
Trump Rayakan HUT AS: Jet Bomber B-2 & UU Kontroversial Disahkan!
Lolos Uji! 12 Calon Dubes Siap Melaju ke Kursi Jabatan?

Berita Terkait

Senin, 7 Juli 2025 - 19:35 WIB

Borok Pejabat di Luar Negeri: Staf KBRI Bongkar Minta Fasilitas!

Senin, 7 Juli 2025 - 18:05 WIB

Prabowo: BRICS Bisa Dongkrak Ekonomi Negara Berkembang!

Senin, 7 Juli 2025 - 16:59 WIB

Tarif Trump 10% ke BRICS: Indonesia Terancam? Cek Faktanya!

Senin, 7 Juli 2025 - 12:11 WIB

Seskab Teddy: Prabowo Yakin RI Makin Kuat di Kancah Global Lewat BRICS

Senin, 7 Juli 2025 - 04:34 WIB

BRICS: Reformasi IMF, Tuntutan Keadilan Kuota Negara Berkembang

Berita Terbaru

Urban Infrastructure

Jakarta Banjir Lagi! Ini Daftar Titik Terparah & Penyebabnya

Selasa, 8 Jul 2025 - 02:23 WIB

technology

Xiaomi Tinggalkan Leica? Akhir Era Kamera Kolaborasi?

Selasa, 8 Jul 2025 - 01:35 WIB

Uncategorized

Tecno Pova 7 Pro: Dimensity 7300U, Lampu LED Keren!

Selasa, 8 Jul 2025 - 01:05 WIB