# Harga Bitcoin Melesat di Atas US$109.000: Akankah Tembus Rekor Tertinggi Baru atau Tertahan di Bayang-bayang Ekonomi AS?
RAGAMUTAMA.COM. Setelah periode konsolidasi, harga Bitcoin kembali menunjukkan ketahanan luar biasa dengan reli signifikan sejak 7 Juni. Aset kripto terbesar ini melesat dari level US$108.500 dan terus merangkak naik hingga menyentuh US$109.729 pada perdagangan awal pekan ini, tepatnya Selasa (10/6) pukul 10.06 WIB, mencatatkan kenaikan sekitar 3,86% dalam 24 jam terakhir.
Kenaikan ini membawa Bitcoin hanya berjarak sekitar 3% dari rekor tertingginya di US$111.965 yang tercatat pada 22 Mei lalu. Namun, di balik euforia kenaikan ini, sejumlah analis dan trader profesional masih menyuarakan nada kehati-hatian, memperingatkan bahwa momentum reli dapat terhenti di bawah US$110.000. Kekhawatiran ini terutama didorong oleh korelasi Bitcoin yang masih sangat tinggi terhadap pasar saham dan bayang-bayang ketidakpastian ekonomi Amerika Serikat yang terus menghantui.
### Indikator Pasar Memancarkan Kehati-hatian
Meskipun momentum kenaikan terasa kuat, ada sejumlah indikator pasar dan pandangan analis yang memicu kehati-hatian. Premi futures Bitcoin, misalnya, masih stabil di sekitar 5%, level yang biasanya mencerminkan kondisi pasar yang cenderung netral, alih-alih optimistis berlebihan. Indikator ini menunjukkan bahwa sentimen keseluruhan belum sepenuhnya pulih ke arah *bullish* ekstrem.
Beberapa analis memang berani memproyeksikan potensi kenaikan harga Bitcoin hingga US$150.000, terutama bila ketidakpastian fiskal AS meningkat seiring rencana kenaikan plafon utang pemerintah sebesar US$4 triliun. Namun, data pasar justru merefleksikan keraguan jangka pendek. Hal ini diperparah oleh tekanan makroekonomi global dan apa yang dianggap sebagai kesalahpahaman terhadap potensi efek kelangkaan pasokan Bitcoin di mata investor.
“Reli ini tidak didorong oleh spekulasi leverage berlebih, yang justru menunjukkan fondasi pasar yang sehat,” demikian bunyi laporan terbaru. “Namun, selama kekhawatiran akan resesi global terus berlanjut, Bitcoin diperkirakan sulit menembus dan bertahan di atas level krusial US$110.000.”
### Korelasi Erat dengan Pasar Saham Jadi Hambatan
Salah satu faktor utama yang terus membatasi gerak Bitcoin adalah korelasinya yang erat dengan pasar saham. Saat ini, korelasi Bitcoin dengan indeks S&P 500 berada di angka 82%, sebuah angka yang mengindikasikan bahwa pergerakan harga BTC masih sangat selaras dengan aset berisiko lainnya. Dalam empat minggu terakhir, korelasi tinggi ini tetap dipertahankan, mencerminkan bahwa investor masih memperlakukan Bitcoin sebagai aset berisiko (risk-on asset), bukan sebagai aset lindung nilai (safe-haven) yang stabil.
Kondisi ini memperkuat kekhawatiran bahwa gejolak ekonomi global, seperti perang dagang, konflik geopolitik, dan kebijakan suku bunga tinggi yang masih terus berlanjut, akan menjadi penghalang signifikan bagi Bitcoin dalam jangka pendek. Ini menjadi sebuah paradoks, mengingat secara filosofi, Bitcoin justru diciptakan sebagai alternatif di tengah ketidakstabilan ekonomi dan keuangan tradisional.
### Optimisme Moderat dan Katalis Tersembunyi
Terlepas dari kekhawatiran makroekonomi, optimisme moderat masih terlihat di kalangan trader. Rasio margin *long-to-short* di bursa OKX menunjukkan posisi *long* (beli) mendominasi empat kali lipat dibandingkan posisi *short* (jual). Angka ini memang belum ekstrem – dalam kondisi *bullish* puncak, rasio ini bisa mencapai lebih dari 20 kali – namun indikator tersebut mencerminkan bahwa pasar masih memiliki kepercayaan terhadap kenaikan harga Bitcoin.
“Tidak ada indikasi bahwa investor besar atau *market maker* tengah bersiap menghadapi kejatuhan harga BTC,” ungkap laporan tersebut.
Lebih jauh, potensi arus keluar modal dari obligasi pemerintah AS bisa menjadi katalis tambahan yang sangat kuat bagi Bitcoin. Pasar obligasi pemerintah AS senilai puluhan triliun dolar. Jika hanya sebagian kecil dari dana tersebut berpindah ke Bitcoin, aset digital ini bisa melonjak drastis hingga menembus US$150.000 dalam waktu relatif singkat. Namun untuk saat ini, dominasi dolar AS sebagai mata uang cadangan dunia dan risiko resesi global tetap menjadi tekanan utama yang membatasi lonjakan harga Bitcoin lebih lanjut.