Ragamutama.com – , Jakarta – Presiden Prabowo Subianto telah mengumumkan pemberian pengampunan bagi Hasto Kristiyanto dan Thomas Trikasih atau Tom Lembong, keduanya menghadapi kasus korupsi yang menarik perhatian publik. Pengumuman pemberian abolisi untuk Tom Lembong dan amnesti untuk Hasto ini disampaikan oleh Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Sufmi Dasco Ahmad pada Kamis, 31 Juli 2025.
Pilihan Editor:Cara Prabowo Merangkul PDIP dan Lawan Politik
Analis komunikasi politik, Hendri Satrio, menginterpretasikan keputusan pengampunan Hasto sebagai pesan damai yang strategis, dirancang untuk merangkul semua pihak. Hasto sendiri dikenal sebagai mantan Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), sementara Tom Lembong memiliki kedekatan dengan Anies Baswedan, menjadikannya representasi dari faksi politik yang berbeda.
Hendri mempertanyakan “umpan lambung” di balik keputusan penting ini, menyiratkan bahwa publik mungkin mencurigai adanya motif politik tersembunyi. Menurutnya, amnesti yang diberikan kepada Hasto bukan sekadar langkah hukum biasa, melainkan cerminan komunikasi politik yang kuat dan terencana.
Lebih lanjut, Hendri menilai bahwa keputusan Presiden Prabowo Subianto ini sejalan dengan janji kampanyenya untuk merangkul seluruh elemen bangsa demi pembangunan nasional. “Salah satu caranya ya seperti ini, menghilangkan kegaduhan politik yang bisa bikin eskalasi nggak oke,” ujar dosen Universitas Paramadina itu melalui keterangan tertulis pada Ahad, 3 Agustus 2025.
Hendri Satrio juga menyoroti komitmen Prabowo Subianto dalam menciptakan stabilitas politik dengan merangkul kelompok-kelompok yang selama ini dianggap berseberangan, termasuk PDIP. Ia bahkan melihat amnesti untuk Hasto sebagai langkah awal strategis menuju visi 2029, membuka jalan bagi pembentukan koalisi yang lebih luas di masa depan.
Dihubungi secara terpisah, Dosen Ilmu Politik Universitas Islam Negeri Jakarta, Adi Prayitno, sepakat bahwa pengampunan Hasto dan Tom Lembong merupakan upaya Presiden Prabowo untuk menjaga kondusifitas serta mendorong kerja sama antar seluruh elemen. Adi menambahkan bahwa kedua tokoh ini, mewakili kubu di luar pemerintahan, sehingga langkah Prabowo Subianto ini dianggap perlu untuk membendung gejolak dan potensi huru-hara politik.
Adi Prayitno juga menyoroti bahwa selama ini, kasus korupsi yang melibatkan Tom Lembong dan Hasto telah menarik perhatian publik secara luas, dinilai lebih kental nuansa politiknya daripada unsur hukum murni. “Kasus ini memantik pembelahan publik cukup ekstrem dan menyerang pemerintah secara terbuka,” ucap Adi pada Jumat, 1 Agustus 2025.
Pendapat serupa disampaikan oleh Deputi Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK), Fajri Nursyamsi. Fajri menegaskan bahwa meskipun memiliki dasar konstitusional dalam Undang-Undang Dasar 1945, keputusan pengampunan untuk Tom Lembong dan Hasto ini sarat akan muatan politik.
Fajri Nursyamsi mengkhawatirkan bahwa penghapusan tuntutan dan pengampunan hukuman semacam ini dapat menjadi preseden buruk bagi penegakan hukum, khususnya dalam kasus-kasus korupsi yang seharusnya diproses melalui mekanisme peradilan yang independen dan murni. “Jika campur tangan politik semakin mendominasi proses hukum, kepercayaan publik terhadap lembaga penegak hukum akan semakin tergerus,” kata dia melalui keterangan tertulis pada Ahad, 3 Agustus 2025.
Sebagai latar belakang, pada Juli 2025, Tom Lembong dan Hasto Kristiyanto telah menerima vonis penjara dari Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta. Tom Lembong, mantan menteri perdagangan, divonis 4,5 tahun dalam kasus korupsi impor gula, sementara Hasto Kristiyanto divonis 3,5 tahun terkait kasus suap yang melibatkan buronan Harun Masiku. Keduanya dibebaskan dari tahanan pada 1 Agustus 2025, sehari setelah pengumuman abolisi dan amnesti.
Selain memberikan abolisi untuk Tom Lembong dan amnesti untuk Hasto, DPR juga menyetujui usulan Prabowo Subianto untuk memberikan amnesti kepada 1.116 orang lainnya. Wakil Menteri Sekretaris Negara, Juri Ardiantoro, menjelaskan bahwa alasan Presiden Prabowo memberikan amnesti dan abolisi ini adalah untuk menjunjung tinggi prinsip persatuan dan gotong royong, serta dalam rangka memperingati kemerdekaan RI ke-80.
“Pemberian abolisi, amnesti, atau juga kebijakan lain yang bisa dimaknai dan bisa menjadi faktor mempererat, mempersatukan, seluruh elemen bangsa akan dilakukan oleh Bapak Presiden,” kata Juri di Istana Kepresidenan, Jakarta, 1 Agustus 2025.
Menteri Hukum, Supratman Andi Agtas, tidak menampik adanya muatan politis dalam keputusan Presiden Prabowo Subianto memberikan amnesti kepada Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto. Supratman mengatakan bahwa keputusan tersebut memang bermaksud untuk merangkul seluruh elemen kekuatan politik.
“Presiden ingin semua komponen bangsa berpartisipasi dan bersama-sama. Karena presiden merasa semua anak negeri, ayo kita bersama-sama untuk membangun,” kata Supratman di Kantor Kementerian Hukum, pada Jumat, 1 Agustus 2025. Menurut Supratman, Prabowo sangat menginginkan keutuhan bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia atau NKRI.
Sementara itu, Ketua Dewan Pimpinan Pusat PDIP Bidang Sumber Daya, Said Abdullah, secara tegas mengklaim tidak ada transaksi politik di balik pemberian amnesti kepada Hasto. Pernyataan ini merespons unggahan Sufmi Dasco Ahmad di media sosial terkait foto pertemuannya dengan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri, yang dibagikan Dasco sesaat setelah persetujuan usulan abolisi dan amnesti, termasuk untuk Hasto.
“Jangan karena Dasco datang, lalu ada amnesti. Kami hari ini Kongres, seakan-akan isinya transaksional,” kata Said ketika ditemui di kawasan Kuta Selatan, Badung, Bali, pada Jumat, 1 Agustus 2025. “Jauh dari itu. Itu bukan karakter PDI Perjuangan, bukan karakter Ibu Megawati.” Ketua Badan Anggaran DPR ini juga membantah bahwa partai banteng sejak awal telah mengetahui rencana Presiden Prabowo Subianto untuk memberikan amnesti kepada Hasto, menegaskan bahwa PDIP telah berjuang mati-matian di pengadilan untuk membela Hasto Kristiyanto.
Eka Yudha dan Ervana Trikarinaputri Sarwono berkontribusi dalam penulisan artikel ini.