JAKARTA, RAGAMUTAMA.COM – Pemerintah Indonesia menegaskan komitmennya untuk menindak tegas penerima bantuan sosial (Bansos) yang terbukti menyalahgunakan dana tersebut untuk aktivitas judi online (Judol). Sanksi berat menanti, mulai dari pengurangan jatah bantuan hingga pencabutan status sebagai penerima Bansos.
Menteri Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat Republik Indonesia, Muhaimin Iskandar, memastikan langkah ini akan diambil menyusul temuan mengejutkan dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). “Pokoknya siapa pun yang mendapatkan bantuan sosial digunakan untuk Judol akan kita kenai sanksi,” ujar Muhaimin saat peluncuran komunitas Eco Gen Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) di Kawasan Blok M, Jakarta Selatan, Sabtu (12/7/2025). Ia menambahkan, “Nanti bisa kita kurangi bantuannya atau bisa dihapus bantuannya.”
Sebelumnya, PPATK mengungkapkan data yang mencengangkan, yakni sebanyak 571 ribu rekening penerima Bansos terindikasi kuat menyalahgunakan dana bantuan pemerintah untuk kegiatan judi online. Temuan ini menjadi dasar bagi pemerintah untuk mengambil tindakan serius dalam menjaga integritas program Bansos.
Muhaimin lebih lanjut menyampaikan bahwa pemerintah tidak akan berhenti di situ dan akan terus melakukan penelusuran mendalam terhadap temuan PPATK ini. Data PPATK juga menunjukkan bahwa nilai transaksi rekening penerima Bansos yang diduga digunakan untuk judi online ini mencapai angka yang fantastis, hampir Rp 1 Triliun.
Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana, menjelaskan bahwa data awal ini baru berasal dari satu bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN). “Ya kita masih baru satu bank (BUMN) ya, baru satu bank. Jadi kita cocokin NIK-nya, ternyata memang ada NIK yang penerima Bansos yang juga menjadi pemain judol, ya itu 500 ribu sekian,” ungkap Ivan usai rapat kerja dengan Komisi III DPR, Kamis (10/7/2025). Penelusuran lebih lanjut diharapkan akan mengungkap skala penuh masalah ini.
Tidak hanya terkait judi online, Ivan juga membeberkan bahwa temuan PPATK mengungkap adanya rekening penerima bantuan sosial pemerintah yang terindikasi terlibat dalam tindak pidana lain, termasuk korupsi dan bahkan pendanaan terorisme. “Tapi, ternyata ada juga NIK-nya yang terkait dengan tindakan pidana korupsi, bahkan ada yang pendanaan terorisme,” tegasnya.
Secara spesifik, Ivan menyebutkan bahwa lebih dari 100 Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang teridentifikasi sebagai penerima Bansos juga terbukti terlibat dalam kegiatan pendanaan terorisme. “Lebih dari 100 orang itu NIK-nya teridentifikasi terlibat mengenai kegiatan pendanaan terorisme,” pungkasnya, menunjukkan betapa kompleksnya penyalahgunaan dana Bansos ini.