Ragamutama.com – Sorotan publik kini tertuju pada sosok Muhammad Kerry Adrianto dan ayahnya, Riza Chalid. Keduanya telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah di tubuh Pertamina, yang saat ini tengah diusut secara serius oleh Kejaksaan Agung (Kejagung).
Riza Chalid menjadi tersangka atas perannya sebagai beneficial owner atau pemilik sebenarnya dari PT Orbit Terminal Merak. Tak hanya itu, putranya, Muhammad Kerry Adrianto, juga ditetapkan sebagai tersangka karena posisi serupa di sebuah perusahaan lain yang masih memiliki hubungan afiliasi. Sebagai informasi, beneficial owner adalah individu yang secara formal menguasai dan mengendalikan suatu perusahaan, meskipun kepemilikan sahamnya secara resmi terdaftar atas nama pihak lain.
Hingga saat ini, total 18 tersangka telah terjerat dalam skandal korupsi minyak mentah ini. Jumlah tersebut mencakup enam mantan petinggi perusahaan pelat merah tersebut, termasuk Alfian Nasution, yang sebelumnya menjabat sebagai Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga.
Meskipun Kejaksaan Agung belum merinci secara detail modus operandi dugaan penyimpangan ini, seluruh tersangka diyakini terlibat dalam skema yang berpotensi menyebabkan kerugian negara dalam jumlah yang sangat besar. Kerugian ini diduga berasal dari transaksi ekspor-impor serta pengelolaan minyak mentah dan produk kilang. Perhitungan kerugian negara masih terus berjalan, namun angka sementara yang disebut-sebut oleh Kejaksaan Agung sudah mencapai Rp 285 triliun. Angka fantastis ini setara dengan sekitar 17,3 miliar dollar AS, dengan asumsi kurs Rp 16.500 per dollar AS. Penetapan tersangka dalam kasus ini menandai salah satu proses hukum terbesar yang melibatkan perusahaan BUMN strategis di Indonesia.
Sosok Riza Chalid dan Muhammad Kerry Adrianto tidak dapat dilepaskan dari peran anak usaha Pertamina, Petral.
Profil Riza Chalid sendiri memang tidak banyak terekspos ke publik secara luas. Namun, namanya sangat dikenal di kalangan elite bisnis, khususnya dalam industri perdagangan (trader) minyak yang diimpor oleh Pertamina ke Indonesia. Dikutip dari berbagai sumber, Riza Chalid dilaporkan sempat mengendalikan Pertamina Energy Trading Ltd (Petral) selama bertahun-tahun. Petral merupakan anak usaha Pertamina yang berpusat di Singapura dan memiliki peran vital dalam pengadaan minyak mentah untuk kebutuhan nasional.
Melalui perusahaannya, Global Energy Resources, Riza Chalid disebut-sebut sebagai pemasok minyak terbesar bagi Petral. Ia juga diketahui mengendalikan perusahaan bernama Gold Manor, yang pada tahun 2008 pernah terseret dalam kasus dugaan korupsi tender impor minyak Zatapi. Kiprah bisnis Riza Chalid tidak hanya terbatas pada sektor minyak; ia juga merambah berbagai lini usaha lain, mulai dari ritel mode, perkebunan kelapa sawit, hingga produksi minuman jus. Kekayaannya pada tahun 2015 diperkirakan mencapai 415 juta dollar AS, menjadikannya orang terkaya ke-88 di Indonesia menurut versi Globe Asia.
Sementara itu, sang putra, Muhammad Kerry Adrianto, merupakan seorang pengusaha muda yang kini meneruskan jejak bisnis ayahnya melalui dua perusahaan utama: PT Navigator Khatulistiwa dan PT Pelayaran Mahameru Kencana Abadi. Pria kelahiran 15 September 1986 ini, yang kini berusia 39 tahun, sudah mengendalikan perusahaan trader minyak besar yang menjadi mitra Pertamina. PT Navigator Khatulistiwa dikenal sebagai perusahaan yang mengoperasikan kapal tongkang, tanker minyak, tunda, dan pengangkut gas. Selain itu, Muhammad Kerry Adrianto juga tercatat sebagai Direktur Utama PT Pelayaran Mahameru Kencana Abadi, sebuah perusahaan yang bergerak di bidang pengangkutan migas dan komoditas tambang lain melalui jalur laut.
Menanggapi kasus hukum yang sedang berjalan ini, VP Corporate Communication Pertamina, Fadjar Djoko, menyatakan bahwa perusahaan menghormati sepenuhnya proses hukum yang sedang dilakukan. Pertamina menegaskan bahwa seluruh proses hukum diserahkan kepada aparat yang berwenang. “Pertamina selalu menghormati proses hukum yang sedang berjalan di Kejaksaan Agung,” ujar Fadjar dalam keterangannya.
Ia memastikan bahwa Pertamina akan bersikap kooperatif terhadap kasus hukum yang ada dan siap bekerja sama dengan aparat hukum untuk mendukung proses penyidikan. “Pertamina akan bersikap kooperatif dan siap bekerja sama dengan aparat berwenang, dan berharap proses hukum dapat berjalan lancar,” imbuhnya. Lebih lanjut, Fadjar Djoko juga menegaskan bahwa di tengah berlangsungnya proses hukum, pelayanan Pertamina dalam pemenuhan energi kepada masyarakat tetap menjadi prioritas utama. Operasional perusahaan pun dipastikan tetap berjalan normal seperti biasa. Selain itu, Pertamina juga berkomitmen kuat untuk terus menerapkan prinsip tata kelola perusahaan yang baik atau Good Corporate Governance (GCG). “Pertamina akan terus meningkatkan transparansi dan tata kelola di seluruh proses bisnis terutama dalam aspek operasional perusahaan,” pungkas Fadjar.