JAKARTA, RAGAMUTAMA.COM – Sengketa lahan yang melibatkan aktor Atalarik Syah akhirnya mencapai penyelesaian setelah bertahun-tahun berlarut.
Rumah Atalarik, yang nyaris diratakan oleh petugas pada Jumat (16/5/2025), berhasil diselamatkan berkat kesepakatan antara Atalarik dan PT Sapta, pemilik sah tanah berdasarkan putusan pengadilan.
Kompas.com merangkum kronologi penyelesaian sengketa dramatis ini.
1. Konfrontasi dengan Aparat
Puluhan petugas gabungan dari kepolisian dan militer datang ke kediaman Atalarik Syah di Cibinong, Bogor, Jawa Barat, untuk melaksanakan eksekusi pembongkaran rumah yang berdiri di atas lahan sengketa.
Ketegangan memuncak ketika keluarga Atalarik menolak pembongkaran tanpa kesepakatan terlebih dahulu.
“Kita pagar dulu saja, baru negosiasi,” ujar Lazuardi Hasibuan dari tim hukum PT Sapta kepada keluarga Atalarik.
Atalarik menolak tegas usulan pemagaran yang dianggapnya tidak adil.
Ia menekankan keinginan untuk penyelesaian damai, namun meminta transparansi mekanisme pembayaran.
“Kita mau realisasi, tapi sistemnya bagaimana? Kalau mendadak seperti tadi malam, saya pribadi tidak mampu,” ungkap Atalarik.
Pengadilan Negeri Cibinong kemudian turun tangan memediasi dan menyarankan negosiasi tertutup untuk menghindari eskalasi konflik.
2. Perdebatan Sengit Menuju Negosiasi
Perdebatan kedua belah pihak kembali membuka lembaran panjang sengketa yang dimulai sejak 2015.
Atalarik mengklaim telah membeli lahan seluas 7.000 meter persegi pada tahun 2000 secara sah, namun pengadilan memutuskan pada 2016 bahwa transaksi tersebut tidak sah.
Namun, Atalarik bersikukuh bahwa putusan pengadilan belum berkekuatan hukum tetap.
“Belum ada kekuatan hukum tetap. Pembongkaran seharusnya tidak dilakukan,” tegasnya di lokasi.
Eksekusi pun dihentikan sementara karena perdebatan yang memanas.
Kedua pihak akhirnya sepakat untuk bernegosiasi tertutup demi mencapai solusi damai yang diterima semua pihak. Negosiasi ini menjadi langkah krusial setelah bertahun-tahun kasus ini menemui jalan buntu, hingga nyaris terjadi pembongkaran.
3. Kesepakatan Tercapai dengan Uang Muka Rp 300 Juta
Negosiasi menghasilkan kesepakatan. Atalarik Syah setuju membayar Rp 850 juta kepada PT Sapta untuk lahan seluas 550 meter persegi yang disengketakan.
Ia memberikan uang muka atau down payment (DP) sebesar Rp 300 juta untuk mencegah pembongkaran rumahnya.
“Tadi sudah (negosiasi), baru Rp 200 juta. Jadi dia sanggup bayar Rp 300 juta dulu, sisanya dicicil,” jelas Eka Bagus Setyawan, perwakilan PT Sapta.
Sebelumnya, Atalarik menawarkan BPKB mobil senilai Rp 200 juta sebagai jaminan, namun ditolak PT Sapta.
“Kami tolak. Kami minta pembayaran uang,” kata Eka.
Sisa pembayaran akan dicicil selama tiga bulan. Jika Atalarik gagal melunasi hingga batas waktu, PT Sapta berhak melakukan eksekusi kembali.
“Mungkin kita akan lakukan eksekusi lagi,” lanjut Eka.
4. Attila Syah Turun Tangan
Ternyata, uang muka tersebut berasal dari Attila Syah, adik Atalarik.
Ia mengaku lelah melihat kakaknya berjuang menghadapi konflik ini selama hampir satu dekade dan memutuskan untuk membantu menyelesaikannya.
“Itu hal lumrah, kita bersaudara dan dekat… daripada harus pindah lagi, segala macam, kita bela saudara lah,” tutur Attila di lokasi.
Attila memberikan uang muka Rp 300 juta dan akan melanjutkan cicilan sesuai kesepakatan. Langkah ini sebagai bentuk solidaritas keluarga agar masalah tidak berlarut-larut.
“Intinya, capeklah. Sebagai adik, saya capek melihat masalah ini selama 10 tahun. Biar bisa diselesaikan dengan baik,” kata Attila.
Meskipun proses hukum belum inkrah, penyelesaian damai ini membawa kabar baik dan menyelamatkan rumah Atalarik Syah dari pembongkaran.