Ragamutama.com, JAKARTA – PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) dikabarkan sedang mempertimbangkan opsi pinjaman sindikasi dalam denominasi mata uang Dolar Amerika Serikat (AS). Nilai pinjaman yang diincar mencapai US$ 500 juta, yang setara dengan sekitar Rp 8,10 triliun (dengan asumsi kurs Rp 16.200 per dolar AS).
Mengutip laporan dari Bloomberg pada hari Rabu, 21 Mei, sumber yang mengetahui detail rencana ini mengungkapkan bahwa ANTM mengincar fasilitas pinjaman yang mencakup dua instrumen: term loan (pinjaman berjangka) dan revolving credit facility (RCF) atau fasilitas kredit bergulir.
Bertindak sebagai underwriter untuk fasilitas pinjaman ini adalah United Overseas Bank (UOB). Jangka waktu atau tenor pinjaman tersebut diperkirakan dapat mencapai hingga 5 tahun.
Antam Mendapatkan Keuntungan dari Kenaikan Harga Nikel
Hingga penulisan berita ini, manajemen ANTM belum memberikan tanggapan resmi atas pertanyaan yang diajukan oleh Kontan terkait dengan potensi pinjaman besar ini.
Menurut Equity Analyst Indo Premier Sekuritas, Imam Gunadi, upaya ANTM dalam mencari pendanaan dengan jumlah signifikan ini tampaknya cukup beralasan, mengingat ambisi perusahaan untuk terus melakukan ekspansi.
“Ini dapat diartikan sebagai indikasi kuat bahwa ANTM benar-benar memiliki keinginan yang serius untuk meningkatkan skala bisnisnya,” ujarnya pada hari Jumat (23/5).
Sebagaimana diketahui, ANTM terus menunjukkan komitmennya terhadap hilirisasi dan penguatan bisnis strategis. Dalam rangka memperkuat sektor emas, ANTM telah menandatangani perjanjian kerjasama untuk pengembangan fasilitas logam mulia di JIIPE, Gresik, Jawa Timur.
Di bidang nikel, fokus ANTM adalah membangun ekosistem baterai kendaraan listrik di Indonesia. Sementara itu, di segmen bauksit, ANTM saat ini sedang menyelesaikan Proyek Smelter Grade Alumina Refinery (SGAR) di Mempawah bersama dengan PT Inalum.
Baru-baru ini, ANTM juga berencana untuk memperluas kegiatan usahanya ke sektor produksi dan penjualan perhiasan, custom product, dan berbagai barang lainnya, termasuk laboratory ware yang terbuat dari logam mulia.
Strategi Antam (ANTM) dalam Mendorong Kinerja Bisnis Emas dan Bauksit
Dengan serangkaian proyek ambisius ini, ANTM tentu saja membutuhkan modal yang besar untuk pembangunan infrastruktur, peningkatan kapasitas produksi, serta modal kerja untuk memasuki area bisnis yang baru. “Oleh karena itu, upaya mencari pinjaman ini dapat dianggap logis, asalkan dikelola secara efisien dan memiliki Return of Investment (ROI) yang jelas,” kata Imam.
Imam juga menambahkan bahwa karena pinjaman ini dalam mata uang asing, terdapat risiko yang berasal dari fluktuasi nilai tukar. Terlebih lagi, nilai tukar Rupiah masih rentan terhadap volatilitas terhadap Dolar AS.
Namun demikian, perusahaan sebesar ANTM seharusnya sudah memiliki langkah-langkah antisipatif, seperti melakukan hedging atau lindung nilai, dan memaksimalkan pendapatan dalam mata uang Dolar AS melalui penjualan ekspor.
Selain itu, Imam memperkirakan bahwa kinerja ANTM di sektor emas berpotensi mengalami sedikit penurunan pada sisa tahun ini, mengingat harga emas telah mulai memasuki fase normalisasi. Di sisi lain, peluang bagi ANTM terletak pada sektor nikel, terutama jika hilirisasi berjalan dengan lancar dan permintaan akan bahan baku baterai kendaraan listrik terus meningkat.
“Hal yang perlu diperhatikan adalah seberapa besar keseriusan pemerintah dalam menjalankan hilirisasi komoditas, terutama nikel,” tambahnya.
ANTM Chart by TradingView
Imam tidak memberikan rekomendasi saham secara spesifik untuk ANTM. Meskipun demikian, secara teknikal, ia memprediksi bahwa harga saham ANTM dalam waktu dekat akan berada di level Rp 3.120 per saham, dan kemudian di level Rp 3.170 per saham.
Sementara itu, dalam riset yang diterbitkan pada tanggal 14 Mei 2025, Analis BRI Danareksa Sekuritas, Timothy Wijaya dan Naura Reyhan Muchlis, merekomendasikan untuk membeli saham ANTM dengan target harga Rp 3.000 per saham.
Berdasarkan panduan terbaru dari perusahaan, BRI Danareksa Sekuritas merevisi proyeksi pendapatan ANTM sebesar 6,4% pada tahun 2025, dari proyeksi sebelumnya sebesar Rp 74,43 triliun menjadi Rp 79,19 triliun. Proyeksi laba bersih ANTM juga ditingkatkan sebesar 22,4%, dari Rp 5,31 triliun menjadi Rp 6,50 triliun.
“Risiko utama dalam perkiraan kami termasuk harga nikel yang lebih rendah dari perkiraan, tingkat pemanfaatan yang lebih rendah, dan penundaan dalam pelaksanaan proyek,” tulis Timothy Wijaya dan Naura Reyhan Muchlis.