Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI secara resmi telah menyetujui permohonan amnesti yang diajukan oleh Presiden Prabowo Subianto. Keputusan penting ini mencakup pemberian amnesti kepada total 1.116 terpidana, termasuk salah satu nama yang paling disoroti, yaitu Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan (PDI-P), Hasto Kristiyanto. Persetujuan ini dicapai dalam rapat konsultasi yang digelar bersama pemerintah pada Kamis, 31 Juli 2025.
Seorang perwakilan DPR, Dasco, mengonfirmasi keputusan tersebut, menyampaikan, “Yang Kedua adalah pemberian persetujuan atas, dan pertimbangan atas Surat Presiden Nomor 42/pres/072025 tanggal 30 Juli 2025, tentang amnesti terhadap 1.116 orang yang telah terpidana diberikan amnesti termasuk saudara Hasto Kristiyanto.”
Amnesti sendiri, dalam konteks hukum, merujuk pada pengampunan atau penghapusan hukuman yang diberikan oleh kepala negara kepada individu atau kelompok yang telah terbukti melakukan tindak pidana tertentu. Langkah ini secara efektif membatalkan konsekuensi hukum dari vonis yang telah dijatuhkan.
Pemberian amnesti untuk Hasto Kristiyanto ini menyusul vonis yang dijatuhkan kepadanya. Sebelumnya, Hasto telah dijatuhi pidana 3,5 tahun penjara dan denda Rp250 juta oleh majelis hakim di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta pada Jumat, 25 Juli 2025. Vonis tersebut berkaitan dengan kasus dugaan suap dalam proses penggantian antarwaktu (PAW) anggota DPR.
Majelis hakim menyatakan Hasto terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana turut serta memberi suap secara bersama-sama dan berlanjut, sesuai dengan dakwaan kedua. Hakim Ketua Rios Rahmanto, saat membacakan putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta, menjelaskan, “Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Hasto Kristiyanto dengan pidana penjara selama 3 tahun dan 6 bulan dengan pidana denda sebesar Rp250 juta dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar, diganti dengan pidana kurungan selama 3 bulan.” Majelis hakim menyimpulkan, berdasarkan fakta persidangan, tindakan Hasto memenuhi unsur Pasal 5 Ayat (1) huruf a Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Meskipun demikian, Hasto dibebaskan dari dakwaan perintangan penyidikan terkait perkara Harun Masiku. Majelis hakim menyatakan Hasto tidak terbukti melakukan perbuatan tersebut sebagaimana dakwaan kesatu, sehingga Sekjen PDI-P itu dinyatakan bebas dari tuntutan perintangan penyidikan tersebut.