Ragamutama.com – , Jakarta – Pemberian amnesti kepada Hasto Kristiyanto dan abolisi kepada Tom Lembong oleh Presiden Prabowo Subianto menuai sorotan tajam dari tiga lembaga masyarakat sipil. Indonesia Corruption Watch (ICW), Transparency International Indonesia (TII), dan IM57+ Institute secara lugas mencurigai adanya motif politik yang kuat, bahkan menduga praktik “tukar guling” politik di balik keputusan tersebut.
Kecurigaan ini terutama mengemuka terkait amnesti yang diberikan kepada Hasto Kristiyanto, yang merupakan Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Momen pemberian amnesti ini bertepatan dengan konsolidasi internal PDIP serta pernyataan dukungan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri terhadap pemerintahan Presiden Prabowo. Oleh karena itu, peneliti ICW, Almas Sjafrina, sebagaimana dikutip dari keterangan tertulis pada Sabtu, 2 Agustus 2025, menyatakan, “Patut diduga bahwa pemberian amnesti kepada Sekjen PDIP dilatarbelakangi motif politik yang kuat.”
ICW, TII, dan IM57+ secara kolektif menilai bahwa amnesti ini dapat diindikasikan sebagai upaya rekonsiliasi elit dan bagian dari tukar guling dukungan politik. Mereka menyayangkan bahwa hak prerogatif presiden, yang semestinya dimanfaatkan untuk tujuan keadilan transisional, justru disinyalir telah digunakan sebagai instrumen politik demi kepentingan internal partai.
Di sisi lain, Ketua Dewan Pimpinan Pusat PDIP, Deddy Yevri Hanteru Sitorus, menjelaskan bahwa Megawati Soekarnoputri telah mengarahkan seluruh kader untuk memberikan dukungan kepada pemerintah. Arahan ini disampaikan Megawati dalam agenda bimbingan teknis bagi anggota legislatif Fraksi PDIP yang diselenggarakan secara tertutup di Denpasar, Bali, pada Rabu, 30 Juli 2025.
Menurut Deddy, pesan utama dari mantan presiden tersebut adalah agar partai berlambang banteng itu tetap solid secara organisasi dan memiliki satu frekuensi. Ia menegaskan kembali pernyataan Ketua Umum, “Tetapi Ibu juga menegaskan bahwa kami mendukung pemerintah,” ucap Deddy saat ditemui di kawasan Kuta Selatan, Badung, Bali, pada Kamis, 31 Juli 2025.
Lebih lanjut Deddy menjelaskan bahwa dukungan yang diberikan kepada pemerintah bertujuan untuk mengawal upaya-upaya positif dalam menjaga stabilitas negara, bangsa, dan masyarakat agar dapat melewati kondisi yang menantang belakangan ini. Situasi yang ia maksud meliputi kondisi fiskal yang tidak stabil, penurunan pemasukan negara, tantangan pembayaran utang luar negeri, serta kompleksitas tantangan geopolitik dan ekonomi global.
Merespons situasi ini, ICW, TII, dan IM57+ melancarkan kritik keras terhadap pemberian abolisi dan amnesti oleh presiden. Mereka mendesak Prabowo Subianto untuk senantiasa menjaga marwah penegakan hukum agar tetap tegas, adil, dan bersih dari intervensi politik. Ini dapat diwujudkan melalui penguatan independensi aparat penegak hukum dan memastikan tidak adanya politisasi dalam penanganan kasus.
Selain itu, lembaga-lembaga ini juga menekankan urgensi adanya peraturan perundang-undangan yang secara jelas mengejawantahkan persyaratan substansi yang harus dipenuhi untuk memperoleh abolisi dan amnesti. Mereka menegaskan, “Karena penyelesaian suatu perkara yang dinilai politis dengan kebijakan yang juga politis hanya akan memperburuk kualitas penegakan hukum itu sendiri.”
Ervana Trikarinaputri berkontribusi dalam penulisan artikel ini.