Mantan Wakil Menteri Ketenagakerjaan, Immanuel Ebenezer Gerungan, yang dikenal publik dengan panggilan Noel, secara terbuka menyampaikan harapannya agar Presiden Prabowo Subianto menganugerahinya amnesti. Permohonan ini muncul setelah Noel ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan pemerasan terkait pengurusan sertifikasi Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3).
Sebelum dibawa ke mobil tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Noel sempat meminta maaf kepada Presiden Prabowo Subianto atas keterlibatannya dalam sebuah kasus korupsi. Ia secara eksplisit menyatakan bahwa status tersangkanya tersebut tidak terkait dengan dugaan pemerasan dalam pengurusan sertifikasi K3. Namun, Noel memilih untuk tidak merinci lebih jauh detail kasus korupsi yang membelitnya. “Semoga saya mendapatkan amnesti dari Presiden Prabowo,” ujarnya singkat pada Jumat, 22 Agustus 2025.
Berdasarkan informasi yang dilansir dari situs hukum UPN Veteran Jakarta, amnesti merupakan hak prerogatif Presiden, sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 14 ayat (2) Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, yang pemberiannya mempertimbangkan masukan dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Amnesti didefinisikan sebagai pengampunan yang diberikan oleh kepala negara kepada individu atau kelompok yang terlibat dalam masalah politik, seperti tindak makar, pemberontakan, atau tindakan kebencian yang berujung pada kerusuhan. Tujuan dari kebijakan ini adalah menghapus pemidanaan, namun tidak serta-merta menghilangkan catatan proses hukum sebelumnya. Dengan kata lain, meskipun sanksi hukuman dimaafkan, riwayat pidana tetap tercatat, bahkan dalam dokumen resmi seperti Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK).
Lebih lanjut, Pasal 4 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1954 tentang Amnesti dan Abolisi memperkuat bahwa pemberian amnesti akan menghapuskan seluruh akibat hukum dari tindak pidana yang dilakukan. Presiden memiliki kewenangan untuk memberikan amnesti dan abolisi berdasarkan kepentingan negara kepada para pelaku tindak pidana. Hal ini menjadi parameter penting bagi diskresi Presiden terhadap terpidana. Namun, kriteria “berkontribusi bagi negara” sendiri bersifat subjektif dan sangat bergantung pada penilaian.
Menanggapi permohonan tersebut, Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) UGM, Zaenur Rahman, secara tegas menyarankan agar Presiden Prabowo menolak permintaan amnesti Immanuel Ebenezer Gerungan. Zaenur mendesak pihak Istana untuk segera mengumumkan penolakan tersebut kepada publik, seraya menegaskan bahwa kasus ini harus sepenuhnya diserahkan kepada proses hukum yang berlaku. “Lalu bilang menyerahkan kasus ini kepada proses hukum yang berlaku,” ungkapnya saat dihubungi pada Sabtu, 23 Agustus 2025.
Menurut Zaenur, permohonan amnesti dari Noel justru mengindikasikan pengakuan atas keterlibatannya dalam tindak pidana korupsi. Ia berpendapat bahwa pemberian amnesti dalam kasus semacam ini akan secara fundamental menghilangkan efek jera yang seharusnya ditanamkan oleh aparat penegak hukum dalam upaya pemberantasan korupsi. Dikhawatirkan, jika amnesti diberikan, para pejabat negara bisa kehilangan ketakutan untuk korupsi, merasa ada celah atau jalan keluar dari konsekuensi hukum.
Selain penolakan amnesti, Zaenur Rahman juga menekankan bahwa Presiden Prabowo Subianto sudah sepatutnya mencopot Noel dari jabatannya. Langkah ini dianggap krusial, tidak hanya sebagai bentuk penghormatan terhadap proses hukum yang sedang berjalan, tetapi juga untuk memastikan bahwa kinerja Kementerian Ketenagakerjaan dapat terus berfungsi optimal tanpa adanya hambatan akibat kasus hukum yang menjerat pejabatnya.
M. Raihan Muzzaki dan Hendrik Yaputra berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan Editor: Siapa Ferry Hongkiriwang Pemicu Konflik Polisi-Jaksa