Keputusan terbaru Presiden Prabowo Subianto untuk memberikan abolisi kepada Thomas Trikasih Lembong (Tom Lembong) dan amnesti kepada Hasto Kristiyanto telah memicu perbincangan hangat di kalangan publik. Kedua instrumen hukum yang kuat ini—abolisi, yang menghentikan pengusutan dan pemeriksaan suatu perkara sebelum putusan pengadilan dijatuhkan, serta amnesti, pengampunan atau penghapusan hukuman bagi pelaku tindak pidana—telah menjadi wewenang presiden Indonesia sepanjang sejarah, sejak era Orde Lama hingga masa Reformasi.
Di luar kasus-kasus kontemporer ini, terdapat jejak panjang individu dan kelompok yang pernah merasakan manfaat dari pengampunan eksekutif tersebut. Siapa sajakah mereka?
Daftar tokoh dan kelompok yang pernah mendapat amnesti dan abolisi
Untuk memahami konteks historis dari wewenang presiden ini, menelusuri riwayat pemberian amnesti dan abolisi sebelumnya akan mengungkap beragam penerima, yang sering kali terkait dengan titik balik politik penting. Berikut adalah kompilasi tokoh dan kelompok terkemuka yang pernah menerima pengampunan eksekutif dari berbagai presiden Indonesia.
1. Presiden Soekarno
Presiden pertama bangsa, Soekarno, adalah pelopor dalam penggunaan amnesti dan abolisi, menandai dimulainya tradisi eksekutif ini. Pemberian pertamanya datang melalui Undang-Undang Darurat Nomor 11 Tahun 1954, khususnya Pasal 2, yang memberikan pengampunan kepada individu yang terlibat dalam tindak pidana akibat persengketaan politik antara Republik Indonesia (Yogyakarta) dan Kerajaan Belanda sebelum 27 Desember 1949. Mahkamah Agung memberikan nasihat untuk menentukan kelayakan. Selain tindakan fundamental ini, Soekarno juga memanfaatkan wewenang tersebut untuk rekonsiliasi. Ia mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 303 Tahun 1959 untuk pengikut Pemberontakan DI/TII Kahar Muzakar di Sulawesi Selatan, diikuti oleh Keputusan Presiden Nomor 449 Tahun 1961 untuk memberikan pengampunan kepada mereka yang terlibat dalam pemberontakan Daud Bereueh di Aceh, serta gerakan “Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia” (PRRI) dan “Perjuangan Semesta” (Permesta) di seluruh Sumatra dan Sulawesi. Tindakan pengampunan terakhirnya yang menonjol adalah Keputusan Presiden Nomor 2 Tahun 1964, yang ditujukan kepada separatis dari Republik Maluku Selatan.
2. Presiden Soeharto
Melanjutkan praktik ini, presiden kedua Indonesia, Soeharto, memberikan amnesti dan abolisi kepada para pengikut Gerakan Fretilin di Timor Timur melalui Keputusan Presiden Nomor 63 Tahun 1977. Tindakan ini bertujuan untuk kepentingan negara, memperkuat persatuan bangsa, dan memanfaatkan seluruh potensi untuk kelancaran serta peningkatan pembangunan di Provinsi Daerah Tingkat I Timor Timur pada waktu itu. Diktum pertama keputusan tersebut secara eksplisit menyatakan tujuannya: memberikan “amnesti umum dan abolisi kepada para pengikut gerakan Fretilin baik yang berada di dalam negeri maupun yang berada di luar negeri dan mereka yang pernah tersangkut dalam gerakan tersebut.”
3. Presiden BJ Habibie
Selama masa kepresidenannya yang singkat namun berdampak, B.J. Habibie, presiden ketiga Indonesia, secara khusus memberikan amnesti dan abolisi kepada tokoh-tokoh terkemuka seperti Sri Bintang Pamungkas dan Muchtar, yang diresmikan melalui Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 1988. Sebelum pengampunan ini diterbitkan, Sri Bintang Pamungkas dipenjara karena melanggar Undang-Undang Anti-Subversi, khususnya karena membentuk Partai Uni Demokrasi Indonesia pada tahun 1996. Sementara itu, Muchtar menjalani hukuman penjara akibat menulis buku “Potret Negara Indonesia” yang berisi kritikan terhadap Soeharto dan rezim Orde Baru.
4. Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur)
Abdurrahman Wahid, yang dikenal luas sebagai Gus Dur, presiden keempat, menggunakan kekuasaan eksekutifnya untuk memberikan abolisi kepada beberapa aktivis. Melalui Keputusan Presiden Nomor 91 Tahun 2000, ia memberikan pengampunan kepada individu termasuk Jauhari Mys (alias Azhari), Fauji Ibrahim (alias Monier), Kleemens Rom Sarvir, dan Leseren Dampari Karma. Tindakan abolisi penting lainnya di bawah kepemimpinannya adalah Keputusan Presiden Nomor 93 Tahun 2000, yang menguntungkan R. Sawito Kartowibowo. Sawito, seorang pegawai Departemen Pertanian di Bogor, dituduh melakukan tindakan subversif karena pernyataannya yang kontroversial tentang perlunya pembenahan politik, yang menyebabkan hukuman delapan tahun penjara sebelum ia menerima abolisi.
5. Presiden Megawati Soekarnoputri
Sebagai presiden kelima Indonesia, Megawati Soekarnoputri memberikan amnesti kepada Jauhar bin Saleh dan Amin Amsar, sebagaimana diatur dalam Keputusan Presiden Nomor 53 Tahun 2002. Selain sekadar pengampunan, keputusan ini juga memerintahkan pemulihan penuh kemampuan, kedudukan, harkat, dan martabat mereka, menandai bentuk pengampunan yang komprehensif.
6. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)
Presiden keenam, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), memimpin salah satu pemberian amnesti dan abolisi paling signifikan dalam sejarah modern. Melalui Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 2005, ia memberikan pengampunan kepada sekitar 2.000 anggota Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Keputusan monumental ini, yang dibuat setelah penandatanganan Perjanjian Helsinki, sangat krusial untuk mendukung proses perdamaian dan menghentikan penuntutan di Aceh, menggarisbawahi perannya dalam rekonsiliasi nasional.
7. Presiden Joko Widodo (Jokowi)
Terakhir, Presiden Joko Widodo (Jokowi), presiden ketujuh Indonesia, juga menggunakan wewenang amnesti dalam kasus-kasus yang menarik perhatian publik luas. Salah satu penerima yang menonjol adalah Baiq Nuril, seorang guru perempuan yang menjadi korban pelecehan seksual namun justru dijerat dengan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) karena merekam dan menyebarkan percakapan tidak senonoh dengan mantan kepala SMA Negeri 7 Mataram yang sering meneleponnya. Secara terpisah, Jokowi juga memberikan amnesti kepada Saiful Mahdi, seorang dosen dari Universitas Syiah Kuala, yang menghadapi masalah hukum setelah dituduh mencemarkan nama baik kampus karena mengkritik rekrutmen pegawai negeri sipil (PNS) melalui WhatsApp.