Perasaan bersalah yang mendalam dan tertutupnya pintu maaf tampaknya masih terus membayangi pebola voli putri Korea Selatan, Lee Jae-yeong. Karier sang atlet berusia 28 tahun itu di tanah kelahirannya sendiri kini seolah telah tamat.
Kasus perundungan yang terjadi di masa sekolah menjadi penyebab utama terasingnya Lee Jae-yeong dan saudara kembarnya, Lee Da-yeong, dari pentas Liga Voli Korea dan tim nasional. Popularitas yang telah mereka bangun dengan susah payah terpaksa terkubur imbas skandal tersebut. Padahal, keduanya masih berada dalam usia emas sebagai atlet dan sangat layak mengisi skuad timnas voli putri Korea Selatan yang saat ini sedang dalam masa sulit.
Sebelumnya, Lee Jae-yeong telah berjasa membawa timnas Korea meraih medali emas pada Asian Games 2014 di Incheon, serta medali perunggu bersama Lee Da-yeong pada Asian Games 2018 Jakarta-Palembang. Namun, dosa masa lalu yang terkuak membuat mereka harus menerima penolakan dan kecaman keras dari publik sendiri.
Tekanan dari perasaan bersalah itu bahkan berlanjut saat Lee Jae-yeong mendapatkan kontrak bersama klub bola voli Jepang, Victorina Himeji. Peresmiannya sebagai pemain baru yang seharusnya dipenuhi pernyataan kegembiraan, justru diselipi permohonan maaf yang tulus.
Lee mengungkapkan perenungannya atas kesalahan masa lalu melalui akun resmi media sosial Instagram Victorina Himeji. “Saya sungguh-sungguh merenungkan kejadian di masa lalu,” kata Lee Jae-yeong. “Saya khawatir apakah saya bisa terus bermain bola voli. Tidak ada yang bisa menggantikan bola voli bagi saya. Saya berterima kasih kepada tim yang memberi saya kesempatan untuk bermain lagi,” ujarnya dengan nada penuh penyesalan.
Agen Lee Jae-yeong, Kim Hyun-do, mengungkapkan bahwa mantan outside hitter timnas Korea itu terus merasa terbebani oleh masa lalunya. “Karena banyaknya kontroversi, Lee Jae-yeong sangat berhati-hati dan bijaksana dalam mengambil keputusan,” jelas Kim Hyun-do, seperti dikutip dari Sports.khan. “Meskipun sudah lama berlalu, perasaan bahwa ia tidak bisa hidup tanpa bola voli semakin kuat, sehingga ia mulai bermain bola voli lagi,” tambahnya.
Kim kemudian menceritakan kerja keras Lee untuk bangkit dari keterpurukan dan kembali ke lapangan voli, terlebih setelah sempat hiatus selama empat musim. Tak hanya menghadapi tekanan mental, ia juga sempat mengalami cedera lutut yang serius. “Saya rasa Lee Jae-yeong berpikir bahwa ia tidak bisa hidup tanpa voli sekitar akhir Januari,” ucap agennya. “Sejak saat itu, ia mulai membangun tubuhnya sedikit demi sedikit. Ia tidak memiliki banyak kesempatan untuk berlatih secara normal karena pandangan negatif.”
“Perasaan akan pertandingan yang sebenarnya telah menurun drastis, jadi tugas yang paling mendesak adalah memperbaikinya,” lanjut Kim. “Mereka mengatakan bahwa biasanya Anda perlu berlatih selama sekitar satu tahun untuk memulihkan kondisi fisik sebelumnya, tetapi ia masih kurang banyak berolahraga. Merupakan hal yang positif bahwa tekad pemain tersebut kuat bahkan dalam situasi sulit,” jelas Kim.
Menurut sang agen, memulihkan kepercayaan diri Lee Jae-yeong jauh lebih krusial sebelum mengembalikan kondisi fisik dan kemampuannya sepenuhnya. “Kepercayaan diri Lee Jae-yeong telah menurun drastis. Ini akan membutuhkan waktu,” ujar Kim Hyun-do.
Meskipun telah menyampaikan permintaan maaf dan merenungkan kesalahannya, Lee bersaudara disebut tampaknya mustahil untuk bisa kembali bermain bola voli di tanah kelahirannya. Media Korea Selatan, Yonhap, menyebutkan bahwa kecaman dari publik membuat posisi Lee Jae-yeong dan Lee Da-yeong makin rumit. Sejatinya, banyak pihak mengungkapkan bahwa Lee bersaudara layak mendapatkan kesempatan kedua dan dapat membantu tim nasional lagi.
Namun, situasi yang digambarkan media Korea seakan menegaskan bahwa karier Lee bersaudara di Korea sudah tamat karena tiadanya pengampunan dari publik. Lee Da-yeong sendiri saat ini telah melanjutkan kariernya di Amerika Serikat bersama klub San Diego Mojo untuk berkompetisi di ajang USA Pro Volleyball Federation.
“Masalahnya adalah bagaimana ia menangani situasi saat itu. Ia terpeleset dalam sebuah wawancara di sebuah program berita di tengah sengitnya opini publik, sehingga kepulangannya hampir mustahil,” tulis Yonhap. “Karena lebih dari empat tahun telah berlalu, permintaan maaf yang tulus menjadi semakin sulit. Karena proses membujuk publik tidaklah mudah, hampir tidak ada tim yang akan mengambil risiko ini dan mendorong kembalinya kedua pemain tersebut.”
“Karena keadaan yang begitu buruk, si kembar yang seharusnya menjadi pilar V-League kini justru menjadi pemain yang tidak terlihat di Korea,” pungkas Yonhap, menggambarkan betapa tragisnya nasib dua talenta voli yang pernah bersinar tersebut.