Selebgram Lisa Mariana memenuhi panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Jumat, 22 Agustus 2025, untuk dimintai keterangan terkait dugaan kasus korupsi pengadaan dana iklan di Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten (Bank BJB). Kedatangan Lisa di kantor lembaga antirasuah pukul 11.25 WIB disambut dengan pernyataan singkat, di mana ia berjanji akan bersikap kooperatif.
“Saya bakal kooperatif menjelaskan sedetail-detailnya,” ujar Lisa singkat sebelum melangkah masuk ke Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan. Dalam kesempatan tersebut, Lisa tampil mengenakan busana berwarna cokelat dan didampingi oleh kuasa hukumnya. Ia juga mengungkapkan telah membawa sejumlah dokumen penting yang siap diserahkan kepada penyidik, meski tidak merinci jenis dokumen yang dimaksud. “Ya berkas ada,” tambahnya.
Sebelumnya, juru bicara KPK Budi Prasetyo telah mengonfirmasi bahwa penyidik akan mendalami keterangan Lisa Mariana. Pemeriksaan ini bertujuan untuk menguak lebih jauh keterlibatannya dalam pusaran kasus korupsi Bank BJB. “Akan didalami atas apa yang diketahuinya terkait perkara,” jelas Budi Prasetyo di Gedung Nusantara II DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu, 20 Agustus 2025.
Kasus korupsi yang tengah diselidiki KPK ini berpusat pada pengadaan dana iklan Bank BJB dan telah menyeret lima tersangka utama. Mereka adalah Suhendrik, pengendali PT Wahana Semesta Bandung Ekspres dan PT BSC Advertising; Yuddy Renaldi (YR), Direktur Utama BJB yang telah mengundurkan diri; Widi Hartoto (WH), Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) sekaligus Kepala Divisi Corsec BJB; Ikin Asikin Dulmanan (IAD), pengendali agensi Antedja Muliatama dan Cakrawala Kreasi Mandiri; serta Sophan Jaya Kusuma (SJK), pengendali Cipta Karya Sukses Bersama.
Peran kelima tersangka dalam kasus yang disinyalir merugikan negara hingga mencapai Rp 200 miliar ini diungkap oleh Pelaksana Harian (Plh) Direktur Penyidikan KPK Budi Sukmo Wibowo di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis, 13 Maret 2025. Terkuak bahwa Yuddy Renaldi dan Widi Hartoto memiliki peran sentral dalam menyiapkan agensi-agensi yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan dana non-budgeter Bank BJB. Proses penunjukan agensi tersebut dilakukan tanpa melalui tender, sebuah tindakan yang jelas melanggar peraturan internal BJB mengenai pengadaan barang dan jasa.
Keduanya juga diduga kuat turut mengatur agensi mana yang akan memenangkan penempatan iklan. Ironisnya, beberapa saat sebelum KPK secara resmi mengumumkan penyidikan kasus ini pada 5 Maret lalu, Yuddy Renaldi memilih untuk mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Direktur Utama BJB. “Di sini tentunya para agensi juga telah sepakat, sehingga mereka bersama-sama dengan para pihak BJB yaitu Dirut dan pimpinan divisi corsec melakukan perbuatan merugikan keuangan negara,” terang Budi Sukmo Wibowo.
Para tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Meskipun belum dilakukan penahanan, kelima tersangka telah dikenakan pencegahan ke luar negeri selama enam bulan, menandakan keseriusan KPK dalam penanganan kasus ini.
Mengenai besaran kerugian negara, Budi Sukmo mengklarifikasi bahwa jumlah pasti mencapai sekitar Rp 222 miliar. Angka ini merupakan akumulasi dari dugaan korupsi dalam proyek pengadaan iklan pada Bank BJB yang berlangsung selama periode 2021 hingga 2023. “Yang tidak riil ataupun fiktif itu sudah jelas nyata sebesar Rp 222 miliar selama kurun waktu 2,5 tahun tersebut,” tegas Budi Sukmo.
Ia merincikan, total anggaran iklan BJB pada periode tersebut mencapai Rp 409 miliar sebelum pajak. Setelah dipotong pajak, jumlahnya menjadi sekitar Rp 300 miliar. Namun, dari jumlah tersebut, hanya sekitar Rp 100 miliar yang benar-benar digunakan sesuai peruntukannya. “Kurang lebih Rp 100-an miliar yang ditempatkan sesuai dengan riil pekerjaan yang dilakukan. Itu pun kami belum melakukan tracing secara detail ya terhadap Rp 100 miliar tersebut,” pungkasnya, menunjukkan masih adanya potensi pengembangan lebih lanjut dalam penyelidikan.
Pilihan Editor: Korupsi Sertifikasi K3 Perusahaan: Pukulan Baru Kementerian Ketenagakerjaan