Beban hukum bagi M. Riza Chalid (MRC), tersangka dalam kasus korupsi minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina subholding, kini bertambah berat. Kejaksaan Agung (Kejagung) secara resmi telah memastikan penerapan pasal Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) terhadap figur yang dijuluki ‘Si Raja Minyak’ ini.
Langkah penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) menjerat Riza Chalid dengan TPPU diharapkan dapat memulihkan kerugian negara yang fantastis, mencapai Rp 285 triliun, dari kasus yang disinyalir terjadi sepanjang tahun 2018 hingga 2022. Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Anang Supriatna, mengonfirmasi bahwa penerapan TPPU ini juga krusial untuk menelusuri seluruh aset tersangka. “Untuk MRC sudah TPPU. Sudah diterapkan sejak Juli 2025,” kata Anang kepada Republika.co.id di Jakarta, Kamis (21/8/2025).
Pekan lalu, Anang mengungkapkan bahwa penelusuran aset terkait Riza Chalid telah membuahkan hasil signifikan. Hingga Kamis, setidaknya sembilan unit kendaraan roda empat bernilai tinggi telah disita. Meskipun mobil-mobil tersebut sebelumnya berada dalam penguasaan pihak lain, Anang menegaskan bahwa seluruhnya memiliki hubungan erat dengan M. Riza Chalid. “Disita dari pihak-pihak yang terafiliasi dengan MRC,” jelasnya.
Selain kendaraan, dalam penanganan kasus korupsi minyak mentah ini, penyidik Jampidsus Kejagung juga telah berhasil menyita aset korporasi berupa PT Orbit Terminal Merak (OTM) yang berlokasi di Cilegon, Banten. Perusahaan pengolah minyak tersebut disita dari tersangka Gading Ramadhan Joedo (GRJ), Direktur Utama PT OTM. Terungkap bahwa PT OTM sejatinya adalah milik M. Riza Chalid, yang merupakan ayah kandung dari tersangka M. Kerry Andrianto Riza (MKAR) alias Kerry, yang juga berstatus sebagai pemilik manfaat dari PT OTM.
Secara total, jumlah tersangka dalam kasus korupsi minyak mentah ini telah mencapai 18 orang, dan seluruhnya kini telah mendekam di sel tahanan. Namun, M. Riza Chalid menjadi pengecualian karena berhasil ‘kabur’ ke Malaysia sebelum penetapan dirinya sebagai tersangka. Hingga saat ini, Riza Chalid masih berlindung di salah satu negara bagian di Malaysia.
Kementerian Imigrasi telah mencabut keberlakuan paspor miliknya, dan Kejaksaan Agung kini tengah dalam proses mengajukan permohonan kepada kepolisian internasional (Interpol) untuk menetapkan status red notice atau buronan internasional terhadap M. Riza Chalid, guna memfasilitasi penangkapan dan ekstradisinya.