KETUA Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Puan Maharani menyerukan kepada masyarakat untuk terus mengawal dan mengawasi kinerja parlemen. Pernyataan ini disampaikan Puan menyikapi gelombang kritik publik terkait tunjangan perumahan bagi anggota DPR yang mencapai Rp 50 juta per bulan, sebuah polemik yang kini menjadi sorotan luas.
Pilihan editor: Komnas HAM Turun Tangan Menengahi Kisruh Guru Besar UGM
Puan, politikus senior dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, menegaskan bahwa parlemen terbuka untuk melakukan evaluasi atas polemik tunjangan rumah dinas yang dinilai terlalu besar ini. “Tolong selalu awasi kinerja dari kami di DPR, kalau kemudian ada hal-hal yang memang dianggap masih belum sempurna, masih terlalu berlebihan, tentu saja kami akan mengevaluasi hal tersebut,” ujar Puan Maharani di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, pada Kamis, 21 Agustus 2025.
Puan turut menjelaskan bahwa besaran tunjangan perumahan sebesar Rp 50 juta untuk 580 anggota DPR yang berasal dari 38 provinsi tersebut telah melalui kajian mendalam. Ia menekankan bahwa angka tersebut telah disesuaikan dengan kondisi dan harga properti yang berlaku di Jakarta, mengingat lokasi kantor DPR berada di ibu kota. “Itu sudah dikaji dengan sebaik-baiknya, sesuai dengan kondisi ataupun harga yang ada di Jakarta karena kan kantornya ada di Jakarta,” tambahnya.
Belakangan ini, publik memang hangat memperbincangkan tambahan tunjangan rumah dinas bagi anggota DPR periode 2024-2029 yang mencapai puluhan juta rupiah per bulan. Isu ini mencuat setelah lebih dari 500 anggota dewan menerima fasilitas tersebut.
Menurut penjelasan Sekretaris Jenderal DPR, Indra Iskandar, pemberian tunjangan perumahan ini merupakan kompensasi lantaran legislator Senayan tidak lagi memperoleh fasilitas rumah jabatan anggota (RJA). Sejak dilantik pada Oktober 2024, RJA dialihkan menjadi tunjangan rumah senilai Rp 50 juta per bulan. Tunjangan ini kemudian masuk dalam komponen gaji bulanan, sehingga secara otomatis meningkatkan penghasilan para wakil rakyat.
Indra Iskandar lebih lanjut menerangkan bahwa kondisi fisik rumah jabatan yang berlokasi di Kalibata, Jakarta Selatan, dinilai sudah tidak layak huni dan tidak lagi ekonomis untuk dipertahankan. Biaya pemeliharaan yang membengkak disebut-sebut tidak sepadan dengan manfaatnya. “Kami banyak menerima keluhan dari anggota DPR RI terkait dengan bangunan yang sudah berusia tua dan sering mengalami kerusakan yang cukup parah, terutama bocoran dan air hujan dari sungai yang melintasi tengah-tengah perumahan juga,” ungkap Indra saat dihubungi pada Senin, 18 Agustus 2025.
Kebijakan tunjangan rumah anggota DPR ini sontak menuai kritik tajam, salah satunya dari Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra). Sekretaris Jenderal Fitra, Misbah Hasan, menegaskan bahwa kebijakan ini adalah bentuk pemborosan anggaran yang niretika, terutama di tengah seruan pemerintah untuk efisiensi. “Tunjangan rumah dinas DPR ini dapat dialokasikan untuk kepentingan masyarakat yang lebih membutuhkan, seperti percepatan program 3 juta rumah layak huni bagi masyarakat miskin,” tandas Misbah dalam keterangan tertulisnya pada Rabu, 20 Agustus 2025.
Selain itu, Misbah juga menyoroti skema lumpsum tunjangan perumahan DPR yang dinilai tidak transparan dan tidak akuntabel. Menurutnya, skema ini berpotensi tinggi disalahgunakan karena tidak adanya laporan aktual penggunaan dana. Ia menambahkan, prioritas anggaran seharusnya diarahkan pada program yang menyentuh langsung kebutuhan dasar masyarakat, apalagi jika melihat kinerja dewan saat ini yang masih tergolong rendah, khususnya dalam aspek legislasi dan pengawasan anggaran.
Anastasya Lavenia Yudi berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan editor: Tunjangan Rumah DPR Rp 50 Juta per Bulan, Puan: Sesuai Harga di Jakarta