Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menguak dugaan penyimpangan signifikan dalam alokasi kuota haji 2024, di mana sebanyak 8.400 kuota haji reguler dialihkan secara tidak semestinya menjadi kuota haji khusus. Temuan ini menjadi sorotan tajam dan memicu langkah serius dari lembaga antirasuah tersebut.
Juru bicara KPK, Budi Prasetyo, menjelaskan kepada media di Gedung Nusantara II DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat, pada Rabu, 20 Agustus 2025, bahwa seharusnya kuota tambahan haji reguler mencapai 18.400, atau sekitar 92 persen dari total kuota tambahan yang ada. Namun, fakta di lapangan menunjukkan pembagian kuota haji 2024 justru dibagi rata, yakni 50 persen untuk haji khusus dan 50 persen untuk haji reguler. Disparitas inilah yang kini menjadi fokus penyelidikan KPK.
Dalam pengembangan kasus dugaan korupsi terkait kuota haji 2024 ini, KPK telah mengambil tindakan tegas dengan mencegah mantan Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas, untuk bepergian ke luar negeri. Budi Prasetyo memaparkan pada Selasa, 12 Agustus 2025, bahwa Surat Keputusan larangan bepergian ke luar negeri untuk Yaqut telah diterbitkan sejak 11 Agustus 2025.
Tak hanya Yaqut, KPK juga turut mencegah dua individu lain agar tidak meninggalkan Tanah Air. Mereka adalah Ishfah Abidzal Aziz, mantan staf khusus Menteri Agama di era Yaqut, serta Fuad Hasan Masyhur, seorang pengusaha perjalanan haji dan umrah. Budi Prasetyo menegaskan bahwa larangan bepergian ke luar negeri bagi ketiga pihak tersebut berlaku selama enam bulan. “Tindakan larangan bepergian ke luar negeri tersebut dilakukan oleh KPK karena keberadaan yang bersangkutan di wilayah Indonesia dibutuhkan dalam rangka proses penyidikan dugaan tindak pidana korupsi,” ujarnya, menekankan pentingnya kehadiran mereka untuk kelancaran proses hukum.
Kasus korupsi kuota haji ini telah ditingkatkan statusnya oleh KPK dari tahap penyelidikan menjadi penyidikan. Peningkatan status ini diputuskan setelah KPK memanggil dan memeriksa Yaqut Cholil Qoumas pada 7 Agustus 2025. Pelaksana tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, pada 9 Agustus 2025, menyatakan bahwa langkah tersebut diambil untuk mengumpulkan bukti yang lebih substansial sebelum menentukan siapa yang akan ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini.
Setelah menjalani pemeriksaan sebagai saksi pada Kamis, 7 Agustus 2025, Yaqut Cholil Qoumas menyampaikan apresiasinya kepada KPK. Di hadapan awak media yang menunggunya di luar gedung KPK, Jakarta Selatan, Yaqut mengungkapkan, “Alhamdulillah saya berterima kasih akhirnya saya mendapatkan kesempatan untuk mengklarifikasi segala hal terutama yang terkait dengan pembagian kuota tambahan pada proses haji tahun 2024.”
Dugaan penyimpangan penetapan kuota ibadah haji 2024 ini pertama kali mencuat dari temuan Panitia Khusus (Pansus) Angket Haji DPR RI. Pembentukan Pansus ini merupakan respons atas sejumlah persoalan dalam pelaksanaan ibadah haji yang ditemukan oleh Tim Pengawas Haji DPR, dan menjadi tanggung jawab Kementerian Agama.
Pansus Angket Haji resmi disahkan melalui rapat paripurna DPR pada Kamis, 4 Juli 2024. Melalui investigasinya, Pansus tersebut menyimpulkan adanya pelanggaran yang dilakukan Kementerian Agama dalam distribusi kuota ibadah haji 2024. Anggota Pansus Angket Haji, Wisnu Wijaya, pada 14 September 2024, menjelaskan bahwa pelanggaran terjadi ketika Kementerian Agama menetapkan kuota 221 ribu untuk haji reguler dan kemudian menerima tambahan 20 ribu kuota.
Ironisnya, tambahan kuota tersebut justru dibagi rata, masing-masing 10 ribu untuk haji reguler dan haji khusus. Padahal, berdasarkan hasil rapat Panitia Kerja Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) dan Keputusan Presiden Nomor 6 Tahun 2024, total kuota haji 2024 yang ditetapkan adalah 241 ribu orang. Pembagian yang seharusnya adalah 221.720 untuk haji reguler dan 19.280 untuk haji khusus. Perbedaan angka inilah yang menjadi akar permasalahan dugaan korupsi kuota haji yang kini ditangani KPK.
M. Raihan Muzakki berkontribusi dalam penulisan artikel ini