Timnas U17 Indonesia mengakhiri perjalanan di turnamen Piala Kemerdekaan 2025 dengan kekalahan tipis 1-2 dari tim kuat Mali. Meskipun demikian, perjuangan Garuda Asia patut diacungi jempol, sebagaimana disampaikan oleh pengamat sepak bola kenamaan, Rizal Pahlevi.
Laga penutup Piala Kemerdekaan 2025 antara Timnas U17 Indonesia kontra Mali ini berlangsung sengit di Stadion Utama Sumatra Utara pada Senin, 18 Agustus 2025 malam. Timnas Mali berhasil unggul lebih dulu berkat gol-gol dari Zoumana Ballo pada menit ke-22 dan Seydou Dembele di menit ke-33. Timnas U17 Indonesia, di bawah arahan pelatih Nova Arianto, sempat memperkecil ketertinggalan melalui sundulan Fadly Alberto Hengga pada menit ke-36, namun gol tersebut menjadi satu-satunya balasan bagi Garuda Asia.
Kendati gagal merengkuh gelar juara Piala Kemerdekaan 2025, Rizal Pahlevi menilai performa Timnas U17 Indonesia sudah menunjukkan perjuangan terbaiknya. Menurut Rizal, kualitas Timnas U17 Mali memang berada satu atau dua level di atas Indonesia, sehingga hasil akhir pertandingan tidak dapat dianggap sebagai kegagalan. “Tiga pertandingan yang sesuai ekspektasi bisa dikatakan laga penutup, Mali adalah lawan yang paling berat. Kita mendapatkan ujian atau serangan bertubi-tubi yang terus menerus datang sepanjang laga,” ungkap Rizal kepada Kompas.com.
Dominasi Mali di Piala Kemerdekaan 2025 sangat jelas terlihat, dengan mereka menyapu bersih semua laga dengan kemenangan, termasuk saat menggilas Uzbekistan (5-1) dan Tajikistan (4-2) sebelum menundukkan Indonesia (2-1). Meski kalah, sisi positif bagi Timnas U17 Indonesia adalah mereka tidak kebobolan sebanyak tim-tim lain yang dihadapi Mali, menandakan pertahanan yang lebih solid.
Lemparan Jauh Jadi Poin Plus
Lebih lanjut, Rizal Pahlevi memberikan apresiasi tinggi terhadap peran pelatih Nova Arianto. Ia dianggap mampu membaca kekuatan lawan dan menyesuaikan taktik dengan cepat dan efektif. “Untuk Timnas U17 Indonesia sendiri dari secara keseluruhan saya salut dengan Coach Nova yang lagi-lagi harus kita highlight bagaimana dia mampu adaptasi dengan begitu baik siapa pun lawan yang dihadapi,” kata Rizal.
Kemampuan Timnas U17 Indonesia untuk beradaptasi dan merespons situasi tertinggal juga menjadi sorotan positif. Rizal menyoroti keberhasilan Garuda Asia mencetak gol balasan melalui skema lemparan ke dalam ‘roket’ yang menjadi ciri khas timnas, dilakukan oleh Fabio Azka. “Ketika ketinggalan 2-0 oleh Mali kita juga mampu merespons dengan melewati skema throw-in yang sudah menjadi signature timnas kita, di mana Fabio Azka melakukan lemparan terbaik dan menjadi sebuah keunggulannya dan mampu menghukum Mali untuk memperkecil ketinggalan,” papar pengamat asal Jakarta itu.
Gol-gol yang lahir dari situasi bola udara, khususnya sundulan, menjadi nilai tambah tersendiri bagi Timnas U17 Indonesia sepanjang turnamen. “Saya rasa itu poin plus yang mana kita dalam tiga laga tersebut memiliki gol kelebihan dari heading, gol bola udara. Jadi itu sebuah kelebihan dari kita karena tiga laga berturut-turut kita mampu menyelesaikan umpan-umpan udara dan diselesaikan dengan baik,” tambah Rizal.
Meski secara fisik Timnas U17 Indonesia mungkin kalah postur dari lawan-lawannya, terutama Mali, Rizal Pahlevi menyoroti kecerdikan para pemain dalam memanfaatkan kelemahan lawan. “Perlu disoroti bahwa pemain kita tidak memiliki postur tertinggi tetapi kita memiliki kecerdikan untuk memanfaatkan lawan yang memiliki postur lebih tinggi dibanding kita,” pungkasnya, menggarisbawahi mentalitas dan strategi cerdas Timnas U17 Indonesia di Piala Kemerdekaan 2025.