Mantan Ketua DPR RI, Setya Novanto, yang merupakan terpidana kasus korupsi mega proyek e-KTP, kini telah memperoleh kebebasan bersyarat dari Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Sukamiskin, Kota Bandung.
Kabar pembebasan Setya Novanto ini dikonfirmasi oleh Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Dirjen Pas) Jawa Barat, Kusnali. “Iya benar (Setya Novanto) bebas kemarin,” ujar Kusnali, seperti dilansir Antara pada Minggu (17/8). Kusnali menjelaskan, pembebasan ini diberikan setelah permohonan Peninjauan Kembali (PK)-nya dikabulkan, yang berujung pada pengurangan masa pidana dari 15 tahun menjadi 12,5 tahun penjara.
Kusnali menegaskan bahwa pemberian pembebasan bersyarat kepada pria yang akrab disapa Setnov tersebut telah sesuai dengan regulasi yang berlaku. Ia telah memenuhi syarat menjalani dua per tiga dari total masa pidana 12,5 tahun. Berdasarkan perhitungan ini, Setnov dinyatakan memenuhi syarat untuk pembebasan bersyarat terhitung hingga 16 Agustus 2025, periode di mana ia masih harus menjalani kewajiban lapor.
Meskipun telah menghirup udara bebas, status Setya Novanto masih terikat pada pembebasan bersyarat, mengharuskannya untuk secara rutin melapor ke Lapas Sukamiskin, Bandung. Mantan Ketua DPR itu diketahui mulai menjalani hukuman sejak tahun 2017 dan selama di Lapas, ia senantiasa mendapatkan pengurangan masa tahanan atau remisi. Namun, karena telah dibebaskan sebelum peringatan Hari Kemerdekaan, ia tidak lagi menerima remisi 17 Agustus.
Sebelumnya, Mahkamah Agung (MA) memang telah mengabulkan permohonan Peninjauan Kembali yang diajukan Setya Novanto. Putusan MA memangkas vonis pidana penjara yang bersangkutan menjadi 12 tahun 6 bulan dalam kasus korupsi pengadaan Kartu Tanda Penduduk elektronik (e-KTP). Tak hanya itu, MA juga mengubah pidana denda Setnov menjadi Rp 500 juta, dengan ketentuan subsider 6 bulan kurungan jika denda tidak dibayarkan.
Sebagai catatan, Setya Novanto sebelumnya divonis 15 tahun penjara atas keterlibatannya dalam kasus korupsi proyek pengadaan e-KTP tahun anggaran 2011–2013. Selain pidana badan, ia juga dihukum denda Rp 500 juta subsider 3 bulan kurungan, serta kewajiban pembayaran uang pengganti sebesar 7,3 juta dolar AS.