Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad menyatakan bahwa penghapusan tantiem bagi dewan direksi dan komisaris Badan Usaha Milik Negara (BUMN) berpotensi signifikan menghemat keuangan negara. Kebijakan ini merupakan langkah strategis pemerintah dalam mengefisienkan operasional perusahaan-perusahaan pelat merah.
Pernyataan Dasco tersebut mengemuka sebagai respons terhadap pidato Presiden Prabowo Subianto saat membacakan nota keuangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2026 di kompleks parlemen Senayan, Jakarta, pada 15 Agustus 2025. Dasco memperkirakan, kebijakan peniadaan tantiem ini dapat menciptakan penghematan sekitar Rp 17-18 triliun dari total tantiem yang ada sebelumnya.
Sebagai informasi, tantiem adalah bagian dari keuntungan perusahaan yang diberikan kepada anggota direksi, dewan komisaris, dan/atau karyawan sebagai bentuk penghargaan atas kinerja mereka. Pemberian tantiem ini umumnya didasarkan pada persentase tertentu dari laba bersih perusahaan dan ditetapkan melalui rapat umum pemegang saham (RUPS).
Dasco menambahkan bahwa gagasan mengenai penghapusan tantiem ini telah disampaikan sejak sebulan sebelumnya. Langkah ini juga sejalan dengan rencana pengurangan jumlah komisaris di BUMN yang diharapkan dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi kinerja BUMN secara menyeluruh.
Dalam pidato pendahuluan tentang RUU APBN Tahun 2026 dan Nota Keuangan, Presiden Prabowo Subianto secara tegas menyampaikan alasan di balik keputusan untuk menghapus tantiem bagi direksi dan komisaris BUMN. Ia menyoroti adanya beberapa perusahaan BUMN yang mengalami kerugian akibat pengelolaan yang dianggap tidak masuk akal. Secara mengejutkan, Prabowo menemukan kasus di mana seorang komisaris perusahaan BUMN, yang hanya rapat sebulan sekali, justru mendapatkan tantiem hingga Rp 40 miliar setahun.
“Masa ada komisaris yang rapat sebulan sekali, tantiemnya Rp 40 miliar setahun,” ujar Prabowo dengan nada pertanyaan di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta Pusat.
Selain isu tantiem yang fantastis, Prabowo juga menyoroti banyaknya jumlah komisaris di berbagai perusahaan BUMN. Ia pun memerintahkan Badan Pengelola Investasi Danantara agar jumlah komisaris BUMN dikurangi, dengan batasan maksimal hanya enam komisaris. “Kalau bisa, cukup 4 atau 5, dan saya hilangkan tantiem,” tegasnya.
Kepala Negara juga menekankan agar para komisaris BUMN mampu memberikan keuntungan riil bagi perusahaan, bukan keuntungan yang bersifat artifisial atau “akal-akalan”. “Untungnya harus untung bener, jangan untung akal-akalan,” tambahnya. Lebih lanjut, Ketua Umum Partai Gerindra ini juga mempersilakan direksi dan komisaris yang merasa keberatan dengan kebijakan tersebut untuk mengundurkan diri.
Secara resmi, kebijakan ini telah diformalkan. Dewan komisaris BUMN beserta anak usahanya kini tidak lagi diizinkan menerima tantiem dan berbagai bentuk insentif lainnya. Namun demikian, dewan direksi tetap dapat memperoleh hak tersebut sesuai dengan kebijakan yang berlaku. Ketentuan ini ditetapkan oleh Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) melalui surat resmi bernomor S-063/DI-BP/VII/2025. Surat tertanggal 30 Juli 2025 tersebut ditandatangani oleh Chief Executive Officer Danantara Indonesia, Rosan Roeslani.
Menurut Rosan Perkasa Roeslani, kebijakan peniadaan tantiem bagi anggota dewan komisaris BUMN ini berpotensi menghemat kas BUMN secara konservatif sekitar Rp 8 triliun per tahun. “Penghematannya itu conservatively sekitar Rp 8 triliun per tahun. Jadi kajiannya kami bikin lengkap,” jelas Rosan di Istana Kepresidenan RI, Jakarta, pada 6 Agustus 2025.
Hendrik Yaputra berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan editor: Konflik Aceh dalam Ingatan Anak-anak Muda
Pilihan editor: Prabowo Targetkan Penerima LPDP Capai 4 Ribu Mahasiswa pada 2026