Kepolisian telah membebaskan 22 individu yang sempat diamankan terkait unjuk rasa menuntut pencopotan jabatan Bupati Pati, yang berlangsung pada Rabu, 13 Agustus 2025. Penangkapan terhadap puluhan orang tersebut dilakukan karena dinilai bertindak provokatif dalam aksi massa yang memanas tersebut.
Kepala Bidang Humas Polda Jawa Tengah, Kombes Artanto, pada Kamis, 14 Agustus 2025, membenarkan bahwa ke-22 orang yang disebut sebagai “provokator anarkis” itu telah dipulangkan. Artanto menambahkan, setelah proses pemeriksaan dan pendataan, tidak satu pun dari massa aksi yang ditetapkan sebagai tersangka. Mayoritas dari mereka diketahui merupakan warga Kabupaten Pati.
Setelah diberikan pembinaan, para individu tersebut dikembalikan kepada koordinator lapangan masing-masing atau langsung kepada keluarga mereka. Langkah ini menegaskan bahwa pihak kepolisian memilih jalur pembinaan daripada penuntutan hukum bagi para peserta aksi.
Unjuk rasa ribuan warga Pati tersebut terjadi di depan Kantor Bupati Pati, Kabupaten Pati, Jawa Tengah. Massa secara tegas menuntut Bupati Pati, Sudewo, untuk mundur atau dicopot dari posisinya.
Aksi ini dipicu oleh serangkaian kebijakan kontroversial yang dikeluarkan oleh Bupati Sudewo, termasuk kenaikan tarif Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) hingga mencapai 250 persen, serta perubahan ketentuan hari sekolah. Meskipun Bupati Sudewo telah membatalkan kedua kebijakan tersebut, ribuan warga Pati tetap bersikukuh menuntut pengunduran diri politikus Partai Gerindra ini.
Kericuhan pecah saat Sudewo berupaya menemui para demonstran. Ia keluar dari kantornya menuju halaman dengan menaiki kendaraan taktis, kemudian muncul dari pintu kap atas mobil. Dari atas kendaraan, Sudewo menyampaikan permohonan maaf sebesar-besarnya. Namun, respons massa justru keras; ia dilempari dengan sepatu dan botol air mineral.
Akibat insiden kericuhan tersebut, sebanyak 40 orang dari massa aksi terpaksa dilarikan ke rumah sakit untuk mendapatkan penanganan medis. Kombes Artanto sebelumnya menjelaskan bahwa para korban umumnya mengalami luka memar, luka robek di kepala dan kulit, serta sesak napas. “Korban rata-rata sesak napas karena gas air mata yang kami lepaskan karena situasi sudah chaos,” terang Artanto, mengindikasikan penggunaan gas air mata untuk membubarkan massa saat situasi di lapangan tak terkendali.
Jamal Abdun Nashr berkontribusi dalam penulisan artikel ini
Pilihan Editor: KPK Duga Bupati Pati Berperan Besar di Proyek DJKA