Pemerintah telah menetapkan hari Senin, 18 Agustus 2025, sebagai cuti bersama nasional, sebuah keputusan yang sontak menimbulkan beragam reaksi di tengah masyarakat.
Bagi Aparatur Sipil Negara (ASN), ketetapan ini menjadi kabar gembira, menjanjikan akhir pekan panjang yang dapat dinikmati setelah perayaan Hari Ulang Tahun ke-80 Kemerdekaan Republik Indonesia. Ini memberikan mereka kesempatan lebih untuk beristirahat dan berkumpul bersama keluarga.
Namun, kondisi berbeda dialami oleh pekerja swasta. Status cuti bersama di sektor swasta bersifat fakultatif, artinya diserahkan sepenuhnya kepada kebijakan masing-masing perusahaan. Hal ini berarti tanggal 18 Agustus 2025 belum tentu menjadi hari libur bagi mereka.
Tak pelak, sebagian besar karyawan swasta merasa kebijakan ini kurang adil, bahkan cenderung hanya menguntungkan pegawai pemerintah. Realitas bahwa mereka mungkin tetap harus masuk kerja sementara pegawai negeri menikmati libur lebih lama, memicu rasa kecewa dan iri.
Lantas, bagaimana sebaiknya pekerja swasta menyikapi situasi ini agar semangat kerja tetap terjaga?
Menurut Dosen Fakultas Psikologi Universitas Soegijapranata Semarang, Christine Wibowo, perasaan seseorang memang sangat mudah terpengaruh oleh faktor eksternal, termasuk ekspektasi terkait hari libur nasional. “Jadi menurut saya ini lucu, sebab ternyata perasaan kita gampang dipengaruhi oleh faktor luar,” ujarnya kepada Kompas.com pada Senin, 11 Agustus 2025.
Christine memberikan contoh konkret. Sebelumnya, tanggal 18 Agustus bukanlah hari libur dan masyarakat merasa biasa saja. Begitu muncul kabar akan ada libur, banyak yang langsung bersukacita, meskipun belum ada kepastian mutlak. Namun, ketika statusnya diubah menjadi cuti bersama yang tidak wajib untuk swasta, semangat pun seketika menurun.
“Padahal, kondisi sebenarnya tetap sama seperti sebelumnya. Jadi ini pelajaran bahwa bukan kenyataan yang membuat kita bahagia, melainkan harapan-harapan kita,” jelas Christine, menegaskan betapa merepotkannya jika perasaan terlalu bergantung pada hal-hal di luar kendali kita.
Christine Wibowo menambahkan, jika muncul rasa iri terhadap ASN yang berlibur saat pegawai swasta harus bekerja, itu sebenarnya merupakan tanda adanya kebutuhan mendesak untuk beristirahat. “Iri itu menandakan adanya tanda kebutuhan,” ungkapnya.
Ia menekankan bahwa seseorang tidak perlu selalu menunggu tanggal libur nasional untuk memenuhi kebutuhan istirahat tersebut. Waktu luang yang ada dapat dimanfaatkan secara bijak untuk melakukan aktivitas yang terasa seperti liburan, seperti mengunjungi pusat perbelanjaan, menikmati suasana kafe, atau sekadar bersantai di rumah.
“Kita bisa atur sendiri, misalnya setelah menyelesaikan target tertentu, kita memberi hadiah pada diri sendiri dengan liburan singkat. Tidak harus di tanggal yang sama dengan cuti bersama,” saran Christine. Selain itu, ia juga mengajak untuk melihat sisi positif dari situasi ini. “Ambil happy-nya saja. Saat ASN libur, jalan ke kantor bisa lebih lengang, dan kita tak perlu bingung memilih kegiatan,” tutupnya.