Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Dakwah dan Ukhuwah, Cholil Nafis, mengungkapkan bahwa yayasan yang dipimpinnya turut menjadi korban pemblokiran rekening dormant oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Rekening yayasan tersebut, yang berisikan saldo Rp 300 juta dan dialokasikan sebagai dana darurat, tiba-tiba tidak dapat diakses. “Setelah saya coba kemarin mau mentransfer, ternyata sudah terblokir,” tutur Cholil, seperti dikutip dari laman resmi MUI pada Senin, 11 Agustus 2025.
Menanggapi insiden ini, Cholil Nafis melayangkan kritik tajam terhadap kebijakan PPATK. Menurutnya, tindakan pemblokiran rekening dormant secara sepihak tersebut tidak hanya melanggar hak asasi manusia, tetapi juga berpotensi mengikis kepercayaan masyarakat terhadap sistem perbankan nasional.
Pemblokiran massal rekening dormant ini sendiri merupakan bagian dari upaya PPATK dalam memerangi tindak kejahatan. Sejak Mei 2025, lembaga tersebut telah membekukan sementara ratusan ribu rekening yang diduga terafiliasi dengan aktivitas ilegal seperti judi online dan pencucian uang. Data PPATK menunjukkan, lebih dari 140 ribu rekening dormant, beberapa di antaranya tidak aktif hingga lebih dari 10 tahun, memiliki total nilai mencapai Rp 428,6 miliar.
Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana, memastikan bahwa pihaknya telah menyelesaikan analisis terhadap rekening-rekening dormant yang diblokir. Ia menyatakan bahwa kini kewenangan reaktivasi rekening telah sepenuhnya diserahkan kepada pihak perbankan. “Dari PPATK sudah selesai. Saat ini semua sudah di tangan perbankan untuk dilakukan reaktivasi,” ujar Ivan pada Rabu, 6 Agustus 2025.
Meskipun memahami urgensi tindakan PPATK dalam memberantas judi online dan kejahatan finansial lainnya, Cholil Nafis, mewakili pandangan MUI, menegaskan bahwa pemerintah tidak seharusnya menerapkan pendekatan “pukul rata” dalam pemblokiran rekening. Ia menekankan pentingnya pemilahan antara rekening yang benar-benar terindikasi melanggar hukum dan yang tidak, agar kebijakan pemblokiran dapat lebih tepat sasaran.
Cholil Nafis memperingatkan, “Pemblokiran rekening yang tidak tepat sasaran bisa membuat masyarakat tidak percaya terhadap anjuran pemerintah dan melanggar hak asasi manusia.” Oleh karena itu, Rais Syuriyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (NU) tersebut mendesak Presiden Prabowo Subianto untuk segera mengambil langkah konkret menanggapi kegaduhan yang ditimbulkan oleh pemblokiran ratusan ribu rekening masyarakat ini. Menurutnya, meskipun PPATK memiliki wewenang untuk memblokir, hak asasi warga negara tidak boleh diabaikan. “Menurut saya, perlu ada tindakan dari Presiden terhadap kebijakan yang bikin gaduh,” pungkas Cholil.