KOMISI Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menunjukkan taringnya dalam memberantas korupsi di daerah. Terbaru, lembaga antirasuah ini menetapkan Bupati Kolaka Timur, Abdul Azis, sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi proyek pembangunan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD). Penangkapan Abdul Azis sendiri dilakukan melalui operasi tangkap tangan (OTT) yang berhasil membongkar skandal ini.
Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menjelaskan bahwa Bupati Azis tidak sendirian. Empat individu lain juga telah ditetapkan sebagai tersangka. Mereka adalah Andi Lukman Hakim, penanggung jawab Kementerian Kesehatan (Kemenkes) untuk proyek pembangunan RSUD; Ageng Dermanto, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek pembangunan RSUD Kolaka Timur; Deddy Karnady dari PT Pilar Cerdas Putra; serta Arif Rahman, seorang pihak swasta yang tergabung dalam Kerja Sama Operasi (KSO) PT PC.
Asep merinci bahwa kasus korupsi ini berakar dari proyek peningkatan status RSUD di Kolaka Timur, yang semula bertipe D menjadi tipe C. Proyek vital ini merupakan bagian dari program prioritas nasional di sektor kesehatan. Anggaran yang dialokasikan untuk pembangunan RSUD di Kolaka Timur mencapai nilai fantastis, yaitu Rp 126,3 miliar, yang bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK).
Skema korupsi ini mulai terkuak dari sebuah pertemuan antara perwakilan Kemenkes dan lima konsultan perencana pada Desember 2024. Pertemuan tersebut membahas rancangan dasar RSUD. Pasca-pertemuan, Kemenkes menyerahkan sepenuhnya kewenangan penunjukan penyedia jasa atau vendor kepada masing-masing daerah. Untuk wilayah Kolaka Timur, pekerjaan perancangan dasar ini kemudian diserahkan kepada Nugroho Budiharto dari PT Patroon Arsindo.
Setelah rancangan dasar proyek rampung, tahapan berikutnya adalah penunjukan vendor untuk pelaksanaan pembangunan rumah sakit. Namun, alih-alih melalui mekanisme lelang yang transparan, Pemerintah Kabupaten Kolaka Timur diduga kuat sengaja mengatur proses tersebut dengan menunjuk langsung PT Pilar Cerdas Putra sebagai pemenang proyek.
Pengaturan ini disebut diawali dengan pertemuan antara Pemerintah Kabupaten Kolaka Timur dan pihak Kemenkes pada Januari 2025. Dalam pertemuan ini, KPK menduga Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek pembangunan RSUD Kolaka Timur, Ageng Dermanto, memberikan sejumlah uang kepada Andi Lukman Hakim, yang tak lain adalah PIC Kemenkes untuk pembangunan RSUD tersebut.
Selanjutnya, untuk memuluskan kemenangan PT Pilar Cerdas Putra dalam lelang yang diduga fiktif, Bupati Kolaka Timur Abdul Azis bersama Kepala Bagian Pengadaan Barang dan Jasa Pemkab Koltim Gusti Putu Artana, Kasubbag TU Pemkab Koltim Danny Adirekson, dan Kepala Dinas Kesehatan Koltim Nasri, berangkat ke Jakarta. Keempatnya berupaya keras untuk mengatur agar PT Pilar Cerdas Putra memenangkan proses pengadaan tersebut.
Puncak dari pengaturan vendor ini adalah penandatanganan kontrak pekerjaan pembangunan RSUD senilai Rp 126,3 miliar, yang sekaligus menjadi bukti awal dimulainya praktik korupsi tersebut.
Bupati Kolaka Timur Minta Commitment Fee 9 Miliar
Dalam rentetan aliran dana haram, Asep menjelaskan bahwa Ageng Dermanto memberikan uang senilai Rp 30 juta kepada Andi Lukman di Bogor pada akhir tahun 2025. Tak lama kemudian, pada periode Mei-Juni 2025, Deddy Karnady, perwakilan dari PT Pilar Cerdas Putra, menarik dana sekitar Rp 2,09 miliar. Dari jumlah tersebut, sebesar Rp 500 juta diserahkan kepada Ageng saat mereka bertemu di lokasi pembangunan RSUD.
Pertemuan di lokasi proyek tersebut juga menjadi momen penting terungkapnya permintaan imbalan ilegal. Bupati Kolaka Timur, Abdul Azis, melalui Ageng Dermanto, diduga meminta commitment fee sebesar 8 persen dari total nilai proyek kepada pihak vendor. “Dari sananya itu kira-kira sekitar Rp 9 miliar,” kata Asep, menegaskan besaran uang suap yang diminta.
Aliran dana terus berlanjut. Deddy Karnady kembali melakukan penarikan cek senilai Rp 1,6 miliar pada Agustus 2025. Uang tersebut lantas ia serahkan kepada Ageng, yang kemudian meneruskannya kepada Yasin, salah seorang staf Bupati Kolaka Timur Abdul Azis. KPK menduga kuat, penyerahan dan pengelolaan uang tersebut diketahui sepenuhnya oleh Abdul Azis, dan sebagian dana di antaranya digunakan untuk membeli berbagai kebutuhan atau keperluan pribadi Bupati Azis.
Tak berhenti di situ, Deddy kembali mencairkan uang sebesar Rp 200 juta dan menyerahkannya kepada Ageng. Di samping itu, PT Pilar Cerdas Putra juga mencairkan cek senilai Rp 3,3 miliar dalam periode waktu yang terpisah. Dalam operasi tangkap tangan yang dilakukan KPK, Ageng Dermanto berhasil diamankan beserta barang bukti uang tunai sebesar Rp 200 juta, yang diduga merupakan bagian dari commitment fee sebesar 8 persen yang diminta oleh Bupati Azis.
Atas perannya dalam perkara ini, tersangka Abdul Azis, Ageng Dermanto, dan Andi Lukman Hakim, diduga keras melanggar Pasal 12 huruf a atau b, atau Pasal 11, serta Pasal 12B Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), dengan status sebagai pihak penerima suap atau gratifikasi.
Sementara itu, Deddy Karnady dan Arif Rahman yang berstatus sebagai pihak pemberi suap, dijerat dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b, atau Pasal 13 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.