BELAKANGAN ini, sebuah fenomena menarik sekaligus kontroversial mewarnai ruang publik Indonesia: maraknya pengibaran bendera bergambar tengkorak ikonik dari serial anime populer One Piece. Aksi ini, yang dilakukan menjelang peringatan Hari Kemerdekaan Indonesia ke-80, sontak memicu perdebatan sengit mengenai ketentuan hukum pengibaran bendera selain bendera negara, khususnya Sang Saka Merah Putih.
Perdebatan ini menemukan pijakan kuat dalam pandangan para pakar hukum. Dosen hukum tata negara dari Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah, menegaskan bahwa tidak ada landasan hukum eksplisit yang melarang warga mengibarkan bendera bajak laut dari serial One Piece tersebut. Menurut Herdiansyah, pengibaran bendera bergambar Jolly Roger ini sah-sah saja asalkan posisinya tidak lebih tinggi atau lebih besar dari bendera Merah Putih, sesuai dengan semangat Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan Indonesia.
“Pengibaran bendera itu tidak dilarang selama tidak lebih tinggi atau lebih besar dari bendera Merah Putih. Dalam banyak kasus, posisi bendera One Piece tetap berada di bawah Merah Putih,” jelas Herdiansyah saat dihubungi Tempo pada Ahad, 3 Agustus 2025. Ia juga menambahkan bahwa hingga kini, belum ada aturan hukum maupun putusan pengadilan yang secara spesifik melarang pengibaran bendera One Piece. Lebih lanjut, simbol tersebut tidak merepresentasikan negara lain atau organisasi terlarang, apalagi simbol yang memiliki konotasi negatif seperti palu arit.
Lebih dari sekadar persoalan legalitas, Herdiansyah memandang pengibaran bendera One Piece oleh sejumlah warga sebagai bentuk ekspresi dan bahkan kritik terhadap pemerintah. Ia menekankan bahwa kritik semacam ini seharusnya direspons dengan dialog konstruktif, bukan dengan ancaman pidana atau pencarian celah hukum untuk menekan warga. Dalam konteks kebebasan berekspresi, Pasal 28E ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 secara tegas menjamin hak setiap warga negara untuk berkumpul dan menyampaikan pendapat, termasuk dalam bentuk ekspresi simbolik seperti pengibaran bendera. Apabila pemerintah memilih jalur penindakan terhadap mereka yang mengibarkan bendera One Piece, hal tersebut dapat diartikan sebagai pengabaian terhadap mandat konstitusi dan berpotensi mengarah pada sikap otoriter.
Di sisi lain, penting untuk memahami kerangka hukum yang mengatur penggunaan bendera di Indonesia. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 merupakan payung hukum yang mengatur secara komprehensif perihal penggunaan dan pengibaran bendera, khususnya bendera Merah Putih, dengan tujuan melindungi martabatnya dari tindakan yang dapat mencederai kehormatan. Sanksi atas pelanggaran terhadap ketentuan ini diatur dalam Pasal 66-67 UU Nomor 24 Tahun 2009, yang kini telah diperbarui dan tercantum dalam Pasal 234-235 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2003 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Rincian sanksi tersebut mencakup:
- Ancaman penjara hingga 3 tahun atau denda Rp200 juta bagi siapa pun yang dengan sengaja merusak, membakar, atau melakukan tindakan yang merendahkan bendera negara.
- Denda maksimal Rp10 juta bagi penggunaan bendera negara untuk tujuan iklan komersial.
- Denda maksimal Rp10 juta bagi pengibaran bendera yang rusak, robek, atau kusam.
- Denda maksimal Rp10 juta bagi pencetakan atau pemasangan tanda, lambang, atau huruf pada bendera negara.
- Denda maksimal Rp10 juta bagi penggunaan bendera sebagai pembungkus barang atau atap yang dapat menurunkan kehormatan bendera.
Namun, perspektif berbeda datang dari pihak pemerintah. Menteri Hak Asasi Manusia, Natalius Pigai, secara terbuka mengimbau masyarakat untuk menahan diri tidak mengibarkan bendera dari serial anime One Piece menjelang ulang tahun kemerdekaan Indonesia ke-80. “Pelarangan pengibaran bendera tersebut adalah upaya pentingnya menjaga simbol-simbol nasional sebagai wujud penghormatan terhadap negara,” tuturnya pada Ahad, 3 Agustus 2025.
Sejalan dengan itu, Menteri Koordinator Politik dan Keamanan, Budi Gunawan, menilai bahwa pengibaran bendera One Piece menjelang HUT RI ke-80 berpotensi melanggar hukum, mengingat tindakan tersebut dianggap merendahkan martabat bendera Merah Putih. Oleh karena itu, pemerintah berencana untuk menindak tegas para pelaku pengibaran. “Ini adalah upaya kami melindungi martabat dan simbol negara,” ungkap Budi Gunawan dalam keterangan tertulis pada Jumat, 1 Agustus 2025.
Dengan demikian, fenomena pengibaran bendera One Piece ini menyoroti sebuah persimpangan antara kebebasan berekspresi warga negara dan upaya pemerintah dalam menjaga kehormatan simbol nasional, memicu perdebatan yang kompleks menjelang perayaan kemerdekaan.
Muhammad Nafis Wirasaputra, Hendrik Yaputra, dan Amelia Rahima Sari berkontribusi dalam penulisan artikel ini.