Ragamutama.com JAKARTA. Kinerja keuangan PT Jasa Marga Tbk (JSMR) menunjukkan penurunan laba bersih di paruh pertama tahun 2025, meskipun ada perbaikan di beberapa pos operasional. Penurunan ini sebagian besar dipengaruhi oleh dinamika pos beban pajak penghasilan tangguhan, yang perlu dicermati lebih dalam untuk memahami performa inti perseroan.
Pada semester I 2025, PT Jasa Marga Tbk (JSMR) mencatatkan pendapatan sebesar Rp 12,94 triliun. Angka ini sedikit menurun 0,99% secara tahunan (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun 2024 yang mencapai Rp 13,07 triliun. Kontributor utama pendapatan Jasa Marga berasal dari segmen tol sebesar Rp 8,78 triliun, diikuti pendapatan konstruksi Rp 3,46 triliun, dan pendapatan usaha lainnya Rp 695,52 miliar.
Meskipun pendapatan sedikit terkoreksi, Jasa Marga berhasil menekan beban pokok pendapatan, yang turun tipis dari Rp 7,69 triliun di akhir Juni 2024 menjadi Rp 7,32 triliun per akhir Juni 2025. Efisiensi ini berdampak positif pada laba bruto JSMR yang justru meningkat 4,49% yoy, mencapai Rp 5,61 triliun sepanjang Januari-Juni 2025, dari sebelumnya Rp 5,37 triliun pada periode yang sama tahun lalu.
Namun, di sisi lain, laporan laba rugi dan penghasilan menunjukkan peningkatan beban pajak penghasilan tangguhan yang signifikan sepanjang semester I 2025. Jasa Marga mencatat kerugian Rp 313,69 miliar pada pos beban pajak penghasilan tangguhan ini. Situasi ini berbanding terbalik dengan semester I 2024, di mana JSMR justru berhasil mengantongi keuntungan Rp 749,09 miliar dari pos yang sama. Akibatnya, laba periode berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk, atau laba bersih, terkoreksi 20,27% yoy menjadi Rp 1,87 triliun per akhir Juni 2025, dari sebelumnya Rp 2,34 triliun di periode yang sama tahun lalu.
Menanggapi penurunan laba bersih tersebut, Direktur Utama Jasa Marga, Rivan Achmad Purwantono, menjelaskan bahwa perseroan sebenarnya mencatatkan peningkatan laba inti. Laba inti Jasa Marga disebutnya tumbuh 7,1% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, mencapai Rp 1,87 triliun. Peningkatan laba inti ini didukung oleh penurunan biaya keuangan secara konsolidasi sebesar 20,4% YoY, sebagai dampak positif dari aksi korporasi Equity Financing di PT Jasamarga Transjawa Tol (JTT) yang dilakukan pada kuartal IV 2024.
Lisye Octaviana, Corporate Communication & Community Development Group Head Jasa Marga, merinci lebih lanjut perhitungan laba inti tersebut. Pada tahun 2024, JSMR menerapkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 72/2023 yang mengatur Penyusutan Harta Berwujud dan/atau Amortisasi Harta Tak Berwujud. Esensi dari PMK 72/2023 adalah penyesuaian umur fiskal aset, dari sebelumnya paling lama 20 tahun menjadi sesuai dengan masa konsesi pembukuan perseroan. Penyesuaian ini menimbulkan dampak Penghasilan Pajak Tangguhan (Deferred Tax Income) sebesar Rp 600,41 miliar (non-kas) untuk semester I tahun 2024, termasuk di dalamnya pajak tangguhan atas rugi fiskal. Oleh karena itu, jika efek penyesuaian PMK 72/2023 dikeluarkan dari perhitungan laba bersih, maka laba inti JSMR per semester I 2024 adalah Rp 1,75 triliun, bukan murni Rp 2,34 triliun. Sementara itu, pada semester I 2025, tidak ada lagi penyesuaian terkait efek PMK 72 tersebut, sehingga laba inti perseroan sama dengan laba bersih, yakni Rp 1,87 triliun. Perbandingan laba inti ini menunjukkan pertumbuhan positif yang diklaim oleh manajemen Jasa Marga.
Ekky Topan, Analis Infovesta Kapital Advisori, memberikan pandangannya terkait pajak tangguhan (deferred tax). Menurutnya, pajak tangguhan mencerminkan perbedaan waktu antara pengakuan akuntansi dan pengakuan pajak atas suatu pendapatan atau beban. Dalam laporan JSMR, koreksi negatif pada pajak penghasilan tangguhan sebesar Rp 313,69 miliar terjadi akibat perubahan asumsi atas masa manfaat aset atau perubahan proyeksi laba kena pajak di masa mendatang. Hal ini berbeda dengan semester I 2024 yang justru mencatatkan kontribusi positif karena pengakuan aset pajak tangguhan yang cukup besar. Ketika terjadi pembalikan (reversal) atau penyesuaian atas aset pajak tangguhan yang sebelumnya diakui, perusahaan akan mencatatkan beban pajak tambahan. “Hal inilah yang secara signifikan menekan laba bersih JSMR, meskipun laba usaha dan laba inti justru mengalami kenaikan,” ujar Ekky.
Prospek dan Rekomendasi Saham
Melihat prospek ke depan, Etta Rusdiana Putra, Analis Maybank Sekuritas, meyakini kinerja JSMR di semester II 2025 berpotensi mengalami peningkatan. Faktor pendorongnya adalah potensi peningkatan lalu lintas harian, penyesuaian tarif jalan tol, serta normalisasi belanja modal (capital expenditure) tol. Dengan prospek tersebut, Etta merekomendasikan “Beli” untuk saham JSMR dengan target harga Rp 6.000 per saham.
Senada, Ekky Topan dari Infovesta Kapital Advisori juga memproyeksikan kinerja Jasa Marga akan membaik di semester II. Sentimen positif datang dari potensi pemulihan musim libur akhir tahun dan tren pemulihan ekonomi yang dapat mendorong lalu lintas kendaraan di ruas tol milik Jasa Marga. Selain itu, implementasi sistem integrasi pembayaran dan efisiensi digital juga diharapkan turut memperkuat profitabilitas operasional. “Katalis lain datang dari rencana divestasi beberapa ruas tol lama untuk menurunkan beban utang dan memperbaiki neraca keuangan,” tutur Ekky. Ia menambahkan bahwa saham JSMR masih menarik untuk dilirik dalam jangka menengah karena bisnis inti perseroan yang stabil dan memiliki pendapatan berulang yang kuat dari pendapatan tol. Secara valuasi, harga saham JSMR juga dinilai masih relatif murah. Ekky merekomendasikan “Beli” untuk JSMR dengan target harga Rp 4.800 – Rp 5.000 per saham untuk 6-12 bulan ke depan, dengan asumsi keberhasilan divestasi aset dan adanya efisiensi operasional lanjutan di sisa tahun 2025.
Dari sisi analisis teknikal, Herditya Wicaksana, Analis MNC Sekuritas, melihat pergerakan saham JSMR berada di level support Rp 3.550 per saham dan resistance Rp 3.700 per saham. Herditya merekomendasikan “Speculative Buy” untuk saham JSMR dengan target harga Rp 3.750 – Rp 3.820 per saham.