Ragamutama.com – Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) bersama dengan Museum Panji, Malang, kembali menggaungkan semangat warisan leluhur melalui penyelenggaraan lomba permainan tradisional bertajuk Sandjiwa (Sayembara Panji, Jiwa Warisan Nusantara). Kompetisi ini tidak hanya menjadi ajang unjuk kebolehan, namun juga memperebutkan piala bergengsi dari Bupati Malang.
Welly Dwi Fahryan, selaku Ketua Panitia Sandjiwa, mengungkapkan bahwa inti dari kegiatan ini adalah untuk kembali memperkenalkan dan menumbuhkan kecintaan terhadap permainan tradisional di kalangan generasi muda, khususnya di lingkungan sekolah. Menurutnya, masih banyak anak yang belum akrab dengan beragam permainan tradisional, padahal di dalamnya terkandung nilai-nilai luhur seperti kerja sama tim dan manfaat kesehatan melalui aktivitas fisik. “Lomba permainan tradisional ini merupakan benteng untuk mempertahankan permainan warisan leluhur, agar tak punah,” tegas Welly, pada Ahad, 27 Juli 2025.
Ajang Sandjiwa berhasil menarik sekitar 185 peserta dari 10 sekolah, yang antusias menjajal delapan jenis permainan tradisional. Beberapa permainan yang dilombakan meliputi egrang, engklek, bekel, tarik tambang, bantengan, dan dakon, dengan kategori lomba individu dan kelompok. Menariknya, lomba egrang tidak memiliki peserta, menunjukkan tantangan tersendiri dalam pelestarian permainan yang satu ini.
Nilai Permainan Tradisional
Dosen Ilmu Komunikasi UMM, Jamroji, yang turut mendampingi mahasiswa, menekankan bahwa permainan tradisional lebih dari sekadar aktivitas hiburan. Ia menjelaskan bahwa di balik keseruan, permainan ini sarat akan nilai-nilai dan pendidikan karakter, mulai dari melatih kolaborasi, mempererat hubungan sosial antar teman, hingga menanamkan kejujuran dan sportivitas.
“Permainan tradisional juga mengajarkan bahwa semua proses tidak instan. Sejumlah permainan tradisional bahkan mengharuskan anak untuk membuat alat permainannya sendiri sebelum bisa dimainkan,” ujar Jamroji. Ia juga menyoroti fenomena anak-anak masa kini yang cenderung “terjajah” oleh gawai, dengan gim instan yang seringkali menawarkan pengalaman individualistik, bahkan dengan karakter yang menyerupai Tuhan yang dapat menciptakan segala sesuatu.
Senada dengan itu, Dwi Cahyono, pemilik Museum Panji, memaparkan hasil penelitiannya mengenai permainan tradisional di Jawa Timur. Ia menemukan setidaknya ada sekitar 100 jenis permainan anak, beberapa di antaranya bahkan terpahat pada relief Candi Penataran di Blitar, menunjukkan akar sejarah yang kuat. Ada pula permainan yang ia identifikasi terpengaruh oleh budaya Mataraman dan Belanda. Kekayaan ini bahkan menarik minat sejumlah peneliti dari berbagai negara untuk mengkaji sejarah dan nilai yang terkandung dalam permainan tersebut, bahkan mendorong adopsi di beberapa negara.
Jadi Atraksi Wisata
Melihat potensi besar ini, Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Malang, Purwoto, menyarankan agar beragam permainan tradisional tersebut didokumentasikan. Ia mendorong penulisan buku yang berisi jenis permainan dan cara memainkannya, dilengkapi dengan video tutorial. Harapannya, langkah ini akan mempermudah lebih banyak anak untuk mempelajari dan memainkan kembali permainan tradisional.
Purwoto juga membayangkan kompetisi permainan tradisional dapat digelar secara berjenjang, mulai dari tingkat Kabupaten Malang, Jawa Timur, hingga mencapai skala nasional. Lebih lanjut, ia mengemukakan ide agar permainan tradisional dapat dikembangkan sebagai salah satu atraksi wisata unggulan, khususnya untuk menarik wisatawan mancanegara, serta dikemas secara menarik oleh Museum Panji sebagai sarana edukasi dan pariwisata.