Masa sulit kembali menghampiri pelatih berpengalaman Eusebio Di Francesco, terutama saat memimpin Venezia yang turut diperkuat oleh bek tangguh Jay Idzes. Musim 2024-2025 menjadi periode yang kelam bagi karier Eusebio Di Francesco di Liga Italia Serie A, di mana ia gagal menyelamatkan Venezia dari jerat degradasi.
Klub berjuluk I Lagunari, yang diperkuat Jay Idzes, harus mengakhiri kompetisi di posisi ke-19 dari 20 tim, hanya satu tingkat di atas dasar klasemen. Dari 38 pertandingan sepanjang musim, Venezia hanya mampu mengumpulkan 29 poin. Ironisnya, status sebagai tim promosi di awal musim tidak mampu menghindarkan Venezia dari kenyataan pahit turun kasta ke Serie B. Ini merupakan pukulan kedua berturut-turut bagi Di Francesco, setelah di musim sebelumnya, 2023-2024, ia juga mengalami nasib serupa bersama Frosinone.
Rentetan degradasi dua musim berturut-turut dari Serie A ke Serie B ini tentu saja membebani mental sang nakhoda. Di Francesco, yang notabene pernah merasakan manisnya meraih gelar Scudetto Serie A bersama AS Roma sebagai pemain pada musim 2000-2001, bahkan sampai membutuhkan bantuan psikolog untuk memulihkan kondisi mentalnya.
“Psikolog membantu saya mengatasi dua degradasi dalam dua musim bersama Frosinone dan Venezia,” ungkap Di Francesco seperti dikutip dari Tuttomercato. “Ini adalah pukulan beruntun yang terasa sangat berat. Saya juga bekerja sama dengan sebuah perusahaan komunikasi untuk membantu saya menyerap kekalahan dan kemudian menyampaikan pesan yang tepat kepada para pemain. Di lapangan, saya berusaha keras untuk membuat mereka merasa nyaman,” lanjutnya.
Lebih jauh, pelatih berusia 55 tahun itu menggarisbawahi filosofinya bahwa sepak bola modern tidak bisa lagi bergantung pada satu individu saja. Menurutnya, kesuksesan sebuah tim sepenuhnya ditentukan oleh kinerja kolektif dan kontribusi seluruh pemain. Sebagai contoh konkret, Di Francesco menunjuk Paris Saint-Germain (PSG). Skuad asuhan Luis Enrique berhasil meraih treble winner pada musim 2024-2025 berkat kesediaan setiap pemain untuk berjuang keras dan bekerja tanpa lelah di lapangan.
“Fokus utamanya bukan pada formasi, melainkan pada intensitas permainan,” jelas Di Francesco. “Di era sepak bola modern saat ini, tidak ada lagi ruang bagi pemain yang hanya berjalan di lapangan. Model yang ideal adalah PSG, di mana setiap pemain berlari dan memberikan segalanya,” tutup mantan pelatih AS Roma tersebut.
Setelah degradasi Venezia, Eusebio Di Francesco tidak tinggal diam. Menjelang bergulirnya musim 2025-2026, sosok kelahiran Pescara ini telah menerima pinangan untuk kembali melatih Lecce, klub yang pernah ia tangani pada periode 2011-2012.