Ragamutama.com JAKARTA. Pasar alat kesehatan (alkes) di Indonesia akan segera diramaikan dengan kedatangan produk-produk unggulan dari Amerika Serikat (AS). Hal ini merupakan konsekuensi langsung dari kesepakatan tarif dagang strategis yang berhasil dicapai antara AS dan Indonesia.
Berdasarkan informasi yang dirilis oleh laman Gedung Putih pada Selasa (22/7), kesepakatan ini akan efektif mulai April 2025. Amerika Serikat akan menerapkan penurunan tarif impor untuk produk-produk asal Indonesia, yang hanya akan dikenakan bea masuk sebesar 19% dari total nilai barang. Sebagai timbal balik, Indonesia berkomitmen untuk menghapuskan sekitar 99% bea masuk bagi beragam produk industri dan hasil pertanian dari AS. Ini mencakup komoditas seperti daging, buah-buahan, kedelai, barang industri seperti baja dan bahan kimia, serta produk alat kesehatan.
Secara spesifik untuk produk alkes AS, kesepakatan tersebut menyatakan bahwa Indonesia akan memberikan pembebasan dari kewajiban pelabelan dan sertifikasi produk saat memasuki pasar Tanah Air. Pernyataan resmi Gedung Putih menegaskan, “Menerima sertifikat dari FDA (Badan Pengawas Obat dan Makanan AS) dan izin edar awal untuk alat medis dan produk farmasi; menghapus beberapa kewajiban pelabelan; membebaskan ekspor kosmetik, alat kesehatan, dan produk manufaktur lainnya dari sejumlah persyaratan tertentu.”
Junior Equity Analyst Pilarmas Sekuritas, Arinda Izzaty, menilai bahwa kesepakatan ini berpotensi membawa sejumlah dampak negatif bagi distributor alat kesehatan lokal. Salah satu dampak utamanya adalah peningkatan persaingan baik dari segi harga maupun kualitas. Menurut Arinda, produk-produk AS akan dapat masuk ke pasar Indonesia dengan lebih cepat dan biaya yang lebih rendah karena minimnya hambatan administratif. Hal ini tentu akan menyulitkan produk lokal untuk bersaing secara efektif.
Lebih lanjut, Arinda menyampaikan kepada Kontan pada Jumat (25/7), bahwa emiten yang selama ini bergantung pada penjualan atau produksi alkes melalui kemitraan manufaktur lokal mungkin akan merasakan tekanan. Rumah sakit dan klinik diperkirakan akan cenderung beralih menggunakan produk impor AS. Dampak domino lainnya adalah potensi terkikisnya margin keuntungan bagi emiten terkait. Untuk memenangkan persaingan, distributor lokal mungkin terpaksa menurunkan harga atau meningkatkan biaya pemasaran serta adaptasi teknologi. Kondisi ini bahkan dapat berujung pada pengurangan belanja modal dan tenaga kerja, sehingga memicu pemutusan hubungan kerja (PHK).
Analis Edvisor Profina Visindo, Indy Naila, turut menambahkan bahwa kesepakatan dagang ini berpotensi menekan margin keuntungan industri alkes domestik. Hal ini disebabkan oleh potensi pemangkasan harga produk dan penyempitan pangsa pasar. Sebagai antisipasi terhadap dampak negatif ini, Indy menyarankan agar emiten terkait mempertimbangkan peluang kerja sama strategis dengan pihak AS guna mendiversifikasi sumber pendapatan. “Atau, inovasi lagi untuk produk lokal walaupun akan bergantung juga dengan kas sehingga harus ada strategi ekspansi,” saran Indy.
Arinda sependapat dengan usulan tersebut. Ia melihat bahwa jika dikelola dengan cerdas, kolaborasi dengan jenama AS justru dapat membuka peluang besar bagi perusahaan lokal untuk menjadi distributor resmi. Selain itu, emiten juga bisa fokus pada pengembangan produk alkes baru yang lebih spesifik untuk kebutuhan pasar lokal, misalnya penyediaan alat kesehatan untuk daerah terpencil atau yang hemat energi. Peningkatan standar kualitas produk lokal juga menjadi kunci penting agar mampu menembus pasar ekspor, tidak hanya mengandalkan pasar domestik.
Meskipun demikian, Arinda tetap optimis melihat bahwa kebutuhan akan alat kesehatan di Indonesia akan terus bertumbuh. “Secara makro, tren aging population, digitalisasi rumah sakit, dan BPJS tetap mendukung permintaan alkes dalam jangka panjang,” ujarnya. Namun, untuk memperkuat posisi dan pertumbuhan tersebut, pemerintah diharapkan dapat mengeluarkan stimulus atau penguatan regulasi yang relevan. Dalam waktu dekat, Indy menyarankan investor untuk mencermati saham PT Medikaloka Hermina Tbk (HEAL) dengan target harga Rp 1.695 per saham.







						
						
						
						
						

