Kasus Tom Lembong: 23 Kali Sidang, Tak Ada Niat Jahat, hingga Vonis 4,5 Tahun Penjara

Avatar photo

- Penulis

Selasa, 22 Juli 2025 - 07:46 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Ragamutama.com – , Jakarta – Mantan Menteri Perdagangan, Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong, divonis hukuman penjara selama 4 tahun 6 bulan dan denda sebesar Rp 750 juta, subsider kurungan enam bulan. Dia dinyatakan bersalah dalam kasus korupsi terkait kebijakan impor gula pada periode 2015 hingga 2016.

“Menyatakan Terdakwa Tom Lembong telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama,” kata Hakim Ketua Dennie Arsan Fatrika saat membacakan putusan majelis hakim dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta pada Jumat, 18 Juli 2025.

Preseden Buruk Vonis 4,5 Tahun Penjara untuk Tom Lembong

Tom Lembong divonis setelah menjalani persidangan sebanyak 23 kali. Kendati demikian, majelis hakim menyatakan Tom Lembong tidak memiliki niat jahat dan tak menerima keuntungan pribadi dari kebijakan impor gula saat menjabat Menteri Perdagangan tersebut. Menurut hakim, Tom Lembong divonis penjara karena merugikan negara sebesar Rp 194,72 miliar.

Perjalanan Kasus Tom Lembong

Awal Kasus

Menurut informasi yang diungkap Penyidik Jampidsus Kejaksaan Agung (Kejagung), kasus dugaan korupsi impor gula bermula pada 2 Mei 2015. Ketika itu, antarkementerian melaksanakan rapat kordinasi dan menyimpulkan bahwa Indonesia surplus gula, sehingga tidak membutuhkan impor.

Namun, Tom Lembong selaku Menteri Perdagangan pada periode tersebut justru memberikan izin persetujuan impor gula kristal mentah (GKM) sebanyak 105.000 ton kepada PT AP tanpa lewat rapat koordinasi dengan instansi terkait, serta rekomendasi dari kementerian lain guna mengetahui kebutuhan riil gula dalam negeri.

Berdasarkan rapat rapat koordinasi di bidang perekonomian pada penghujung 2015, Indonesia pada 2016 diprediksi kekurangan gula kristal putih sebanyak 200.000 ton.

Untuk stabilisasi harga dan pemenuhan stok gula nasional, pada November hingga Desember 2015, CS selaku Direktur Pengembangan Bisnis PT PPI memerintah bawahannya berkoordinasi dengan delapan perusahaan gula swasta, yaitu PT PDSU, PT AF, PT AP, PT MT, PT BMM, PT SUJ, PT DSI, dan PT MSI.

Setelah itu, PT PPI seolah-olah membeli gula padahal, gula itu dijual oleh delapan perusahaan tersebut kepada masyarakat melalui distributor yang terafiliasi dengan harga Rp16.000 per kilogram lebih tinggi di atas harga eceran tertinggi (HET) saat itu, yaitu sebesar Rp13.000 per kilogram dan tidak dilakukan operasi pasar.

Tom Lembong Ditetapkan Sebagai Tersangka

Adapun Tom Lembong diperiksa Kejagung sebanyak 4 kali, dan terakhir pada 29 Oktober 2024. Dari semua pemeriksaan itu, dia tidak meminta didampingi kuasa hukum lantaran hanya diperiksa sebagai saksi. Namun tak disangka, setelah merampungkan pemeriksaan terakhir sebagai saksi pada pukul 16.00, ia ditetapkan sebagai tersangka selang tiga jam kemudian.

Tom Lembong Ajukan Praperadilan

Tom Lembong kemudian mengajukan praperadilan ke Pengadilan Negeri atau PN Jakarta Selatan pada Selasa, 5 November 2024. Gugatan ini didaftarkan oleh kuasa hukumnya Ari Yusuf Amir. Tom Lembong menggugat keabsahan Surat Penetapan Tersangka dan Surat Perintah Penahanan yang dikeluarkan Kejagung terhadap dirinya.

“Permohonan ini ditujukan untuk menuntut keabsahan penetapan tersangka dan penahanan klien kami,” kata Ari di PN Jakarta Selatan, Selasa siang.

Menurut Ari, tim penasihat hukum meminta agar PN Jakarta Selatan menyatakan penetapan tersangka dan penahanan Tom Lembong tidak sah. Mereka juga meminta PN Jakarta Selatan memerintahkan Kejagung untuk membebaskan Tom Lembong dari tahanan.

Pihaknya mengklaim ada sejumlah kejanggalan dalam proses penetapan tersangka dan penahanan Tom Lembong. Antara lain tidak adanya hak untuk menunjuk penasihat hukum sendiri, bukti permulaan kurang, proses penyidikan yang sewenang-wenang, penahanan yang tidak berdasar, dan tidak ada bukti perbuatan melawan hukum.

Praperadilan Tom Lembong Ditolak

Namun, Hakim tunggal PN Jakarta Selatan, Tumpanuli Marbun, menolak permohonan praperadilan yang diajukan Tom Lembong. Dengan keputusan itu, status tersangka Tom Lembong tetap berlaku. “Menolak permohonan praperadilan pemohon untuk seluruhnya,” kata Tumpanuli saat membacakan amar putusan, Selasa, 26 November 2024.

Baca Juga :  Polisi Periksa Empat Saksi Kasus Pengeroyokan di Kelapa Gading

Mengapa Tom Lembong Dihukum Meski Tak Korupsi

Tersangka Baru

Kejagung kemudian kembali menetapkan tersangka baru, totalnya sembilan orang yang merupakan petinggi perusahaan gula swasta. Mereka diduga terlibat dalam kongkalikong dugaan korupsi impor gula di Kementerian Perdagangan sebagaimana disampaikan dalam konferensi pers di Kejaksaan Agung, Jakarta pada Senin, 20 Januari 2025.

Sembilan tersangka tersebut yakni TWN selaku Direktur Utama PT AP, Presiden Direktur PT AF bernama WN, AS selaku Direktur Utama PT SUJ, Direktur Utama PT MSI bernama IS, PSEP selaku Direktur PT MT, HAT selaku Direktur PT DSI, Direktur Utama PT KTM bernama ASB, Direktur Utama PT BMM bernama HFH, dan ES selaku Direktur PT PDSU.

Sidang Perdana

Tom Lembong menjalani sidang perdana pada Kamis, 6 Maret 2025. Dia didakwa merugikan keuangan negara sebesar Rp 578.105.411.622,47 (Rp 578,1 miliar) berdasarkan laporan perhitungan yang dikeluarkan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

Perhitungan tersebut berdasarkan “Laporan Hasil Audit Penghitungan Kerugian Keuangan Negara Atas Dugaan Tindak Pidana Korupsi Dalam Kegiatan Importasi Gula Di Kementerian Perdagangan Tahun 2015 sampai 2016” nomor PE.03/R/S-51/D5/01/2025 berwarkat 20 Januari 2025.

Para Saksi

Jaksa penuntut umum atau JPU Kejagung menghadirkan 20 saksi dalam sidang Tom Lembong. Para saksi dihadirkan berbeda-beda berdasarkan klusternya, mulai dari Kementerian Koordinator (Kemenko) bidang Perekonomian, klaster perusahaan gula swasta, hingga pihak asosiasi petani gula.

Adapun dari pihak Tom Lembong menghadirkan sejumlah saksi ahli meringankan. Di antaranya Ahli Pengamat Kebijakan Publik, Antoni Budiawan; Ahli Public Finance, Fitarison; Ahli Perpajakan, Haula Rusdiana; serta dosen hukum pidana Universitas Indonesia (UI) Gandjar Laksmana Bonaprapta, dan Ahli Hukum Administrasi Negara dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Wiryawan Chandra.

Tuntutan untuk Tom Lembong

Tom Lembong kemudian dituntut 7 tahun penjara dalam kasus dugaan korupsi importasi gula di Kementerian Perdagangan pada 2015–2016. Tuntutan itu dibacakan jaksa di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jumat, 4 Juli 2025 dilansir dari Antara.

“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Thomas Trikasih Lembong oleh karena itu dengan pidana penjara selama 7 tahun dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan sementara dengan perihtah agar terdakwa tetap ditahan,” kata jaksa.

Tom Lembong juga dituntut pidana denda sebesar Rp750 juta. Dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar maka diganti (subsider) dengan pidana kurungan 6 bulan

Pembelaan Tom Lembong

Tom Lembong menyampaikan nota pembelaannya dalam sidang pleidoi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada PN Jakarta Pusat, Rabu, 9 Juli 2025. Tim penasihat hukum Tom Lembong mengatakan perkara dugaan korupsi impor gula sarat rekayasa. Tom Lembong disebut tak menerima fulus dalam kasus dugaan korupsi impor gula.

“Kita semua melihat, sedari awal perkara ini, mulai dari penyidikan dan digelarnya persidangan, senantiasa dalam irama yang sumbang dan sarat rekayasa,” kata pengacara Tom Lembong, Ari Yusuf Amir, dalam pembacaan pleidoi.

Dia menuding, persidangan perkara dugaan korupsi impor gula terkesan didesain dan bukan untuk mencari kebenaran materiil. Melainkan sekadar melegitimasi dakwaan jaksa, demi tujuan menghukum Tom Lembong. Salah satunya adalah Tom dijerat meski tak menerima duit dari kasus ini.

Tom Lembong juga menyebut tuduhan jaksa terhadap dirinya terkait dugaan memperkaya 10 perusahaan sebesar Rp 515,4 miliar merupakan hal yang absurd. Pasalnya, ia mengklaim tidak mengenal para petinggi perusahaan tersebut, baik sebelum, saat, dan setelah menjabat sebagai Mendag.

“Bagaimana saya dituduh menjalankan sebuah konspirasi dengan pihak-pihak yang belum pernah saya kenal namanya dan belum pernah saya temui,” ujar Tom Lembong.

Ia menjelaskan sudah terbukti dalam persidangan bahwa ia baru mengenali nama-nama para pengusaha itu atau menemui para pihak swasta yang dituduhkan berkonspirasi dengan mereka, pertama kali saat para pengusaha masuk ke dalam tahanan yang sama seperti Tom Lembong, yaitu di Rumah Tahanan Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan.

Baca Juga :  Paula Verhoeven Lapor Komnas Perempuan Terkait Isu KDRT?

Vonis Tom Lembong

Majelis Hakim dengan ketua hakim Rianto Dennie Arsan Fatrika, menjatuhkan hukuman penjara selama 4 tahun 6 bulan kepada Tom dalam sidang yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta pada Jumat, 18 Juli 2025. Selain pidana penjara, Tom Lembong juga diwajibkan membayar denda sebesar Rp 750 juta, subsider kurungan selama 6 bulan.

Tom dinyatakan melanggar ketentuan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah melalui Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Tom Lembong mengatakan majelis hakim tidak menyatakan adanya niat jahat dirinya dalam kasus dugaan korupsi impor gula di Kementerian Perdagangan pada tahun 2015-2016. “Tidak ada yang namanya mens rea. Itu saya kira paling penting,” ujar Tom Lembong saat ditemui usai sidang.

Karena itu, Tom Lembong menilai vonis majelis hakim kepadanya dijatuhkan atas tuduhan bahwa ia melanggar aturan. Namun demikian, Tom Lembong merasa majelis hakim mengesampingkan wewenang dirinya sebagai Menteri Perdagangan kala itu.

Sebab, kata dia, undang-undang, peraturan pemerintah, ataupun semua ketentuan yang terkait sangat jelas memberikan mandat kepada seorang Mendag untuk mengatur tata kelola, termasuk perdagangan perniagaan bahan pokok.

“Dan tadi saya lihat, saya catat secara teliti dan cermat, sebenarnya Majelis mengabaikan bahwa saya punya wewenang tersebut,” ujarnya.

Oleh karena itu, dia berpendapat majelis hakim mengabaikan hampir semua fakta persidangan, terutama keterangan saksi dan ahli, bahwa memang yang berwenang dalam kegiatan impor gula merupakan menteri teknis, bukan menteri koordinator maupun rapat koordinasi para menteri.

Dengan demikian, Tom Lembong merasa hal tersebut merupakan kejanggalan yang cukup besar. Sehingga dia menyayangkan putusan majelis hakim terhadapnya. Atas vonis yang dijatuhkan kepadanya, Tom Lembong akan memikirkan terlebih dahulu untuk mengajukan banding atau tidak.

Setelah persidangan, Tom Lembong menyatakan majelis hakim tidak menyebut adanya mens rea atau niat jahat. “Yang pertama paling penting adalah, majelis hukum tidak menyatakan adanya niat jahat dari saya, tidak adanya mensrea,” ujarnya. Sehingga, kata dia, vonis itu tidak didasarkan atas temuan bahwa dia secara sadar ingin melakukan kejahatan.

Tidak ada Mens Rea

Eks penyidik KPK Aulia Postiera mengatakan putusan terhadap Tom Lembong menjadi peringatan serius bagi arah penegakan hukum di Indonesia. Ia menilai vonis tersebut mengabaikan prinsip utama dalam hukum pidana, yakni unsur mens rea atau niat jahat.

“Padahal, dalam kasus ini, Lembong tidak terbukti memperkaya diri, tidak menerima suap, dan tidak memiliki motif jahat di balik kebijakan impor gula yang ia keluarkan saat menjabat,” katanya, dalam keterangannya yang diterima Tempo,19 Juli 2025.

“Putusan ini jelas mengabaikan prinsip dasar dalam hukum pidana, yaitu adanya niat jahat. Lebih dari itu, ini juga bertentangan dengan prinsip Business Judgement Rule (BJR) yang sudah menjadi standar dalam tata kelola pemerintahan dan korporasi modern,” ujar Aulia.

Ia menjelaskan, prinsip BJR menyatakan bahwa pengambil kebijakan tidak bisa dipidana jika keputusan dibuat secara rasional, dengan itikad baik, dan berdasarkan informasi yang memadai. Ia menekankan bahwa kebijakan publik selalu mengandung risiko, dan hasil yang buruk tidak serta-merta berarti adanya tindak pidana.

“Jika setiap keputusan strategis yang kontroversial dihadapkan pada kriminalisasi, maka tidak akan ada lagi pejabat publik yang berani mengambil langkah,” kata dia.

Amelia Rahima Sari, Jihan Ristiyanti, Ni Kadek Trisna Cintya Dewi, dan Zulkifli Ramadhani berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Pilihan Editor: Anies Baswedan: Dukung Penuh Tom Lembong Cari Keadilan Sampai Titik Akhir

Berita Terkait

Eks Lurah di Jakbar Divonis 16 Bulan Penjara karena Pungli Rp 200 Juta ke Warga
Kejagung soal Tom Lembong Akan Banding Vonis 4,5 Tahun Penjara: Itu Hak Terdakwa
Ahli Hukum Chairul Huda: Tom Lembong Seharusnya Divonis Bebas
Tom Lembong Akan Banding Vonis 4,5 Tahun Penjara
Publik Bandingkan Tom Lembong dan Nadiem, Kejagung: Kami Hati-Hati
Tom Lembong Divonis: Fakta Meringankan & Memberatkan, Ini Detailnya!
LBH Medan Soroti Kasus KDRT yang Mandek di Kepolisian Sejak 2023
Kuasa Hukum Tom Lembong Kemungkinan Akan Ajukan Banding

Berita Terkait

Selasa, 22 Juli 2025 - 07:46 WIB

Kasus Tom Lembong: 23 Kali Sidang, Tak Ada Niat Jahat, hingga Vonis 4,5 Tahun Penjara

Selasa, 22 Juli 2025 - 07:23 WIB

Eks Lurah di Jakbar Divonis 16 Bulan Penjara karena Pungli Rp 200 Juta ke Warga

Senin, 21 Juli 2025 - 12:47 WIB

Kejagung soal Tom Lembong Akan Banding Vonis 4,5 Tahun Penjara: Itu Hak Terdakwa

Senin, 21 Juli 2025 - 10:40 WIB

Ahli Hukum Chairul Huda: Tom Lembong Seharusnya Divonis Bebas

Senin, 21 Juli 2025 - 10:22 WIB

Tom Lembong Akan Banding Vonis 4,5 Tahun Penjara

Berita Terbaru

entertainment

DJ Panda Dibatalkan! Efek Erika Carlina? Netizen Geram!

Selasa, 22 Jul 2025 - 19:47 WIB

Public Safety And Emergencies

Kompolnas Ungkap Fakta Baru Kematian Diplomat Arya Daru: Pintu Terkunci!

Selasa, 22 Jul 2025 - 19:17 WIB

Uncategorized

Agen AI: Dari Alat Bantu Jadi Rekan Kerja Digital?

Selasa, 22 Jul 2025 - 19:05 WIB