Lurah Kelapa Dua, Kebon Jeruk, Jakarta Barat, periode 2015–2017, Herman, divonis pidana 1 tahun 4 bulan penjara terkait kasus pungli terhadap warganya.
Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menyatakan Herman terbukti bersalah dalam meminta komisi Rp 200 juta sebagai imbal tanda tangan kelengkapan dokumen jual beli tanah.
“Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa Herman oleh karena itu dengan pidana penjara selama 1 tahun dan 4 bulan,” kata Ketua Majelis Hakim Iwan Irawan, saat membacakan amar putusannya, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (21/7).
Selain pidana badan, Herman juga dihukum pidana denda sebesar Rp 50 juta subsider 2 bulan kurungan.
Vonis tersebut lebih rendah dibandingkan dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Sebelumnya, Herman dituntut pidana 1 tahun dan 6 bulan penjara dan denda Rp 50 juta subsider 3 bulan kurungan dalam kasus tersebut.
Belum ada tanggapan atau komentar dari Herman atas vonis tersebut. Dia langsung keluar ruangan sidang usai vonis dibacakan.
Duduk Perkara
Adapun perkara ini bermula ketika seorang warga bernama Effendi Abdul Rachim hendak menjual tanahnya yang berlokasi di kawasan Kelapa Dua, Kebon Jeruk, Jakbar, pada sekitar Mei 2016.
Untuk menjual tanah tersebut, Effendi memerlukan lampiran dokumen berupa Surat Pernyataan Tidak Sengketa, Surat Pernyataan Penguasaan Fisik, Surat Rekomendasi, dan Legalisir Surat Perjanjian Jual Beli.
Pembuatan Surat Pernyataan Tidak Sengketa dan Penguasaan Fisik (Sporadik) serta Surat Rekomendasi Tanah membutuhkan tanda tangan Lurah Kelapa Dua yang saat itu dijabat oleh Herman. Effendi kemudian datang menemui Herman.
“Saat itu Terdakwa memaksa saksi Effendi Abdul Rachim untuk memberikan komisi sebesar 10% dari harga jual tanah untuk menandatangani/mengesahkan Surat Pernyataan Tidak Sengketa dan Penguasaan Fisik (Sporadik) serta Rekomendasi Tanah,” ujar jaksa saat membacakan dakwaannya, Senin (16/6) lalu.
Effendi sebenarnya merasa keberatan atas permintaan Herman. Sebab, nilai jual tanahnya itu seharga Rp 2,8 miliar. Namun karena memerlukan dokumen itu, Effendi terpaksa memenuhi permintaan tersebut.
Effendi kemudian menghubungi perantara penjual tanahnya agar menghubungi calon pembeli untuk membayarkan uang muka. Uang muka selanjutnya diserahkan kepada Effendi sebesar Rp 500 juta.
Effendi lalu menghubungi Herman bahwa uang yang dimintanya sudah tersedia. Herman pun menyuruh anak buahnya, Darusman, untuk menemui Effendi di salah satu restoran di dekat Kantor Kelurahan Kelapa Dua, Kebon Jeruk.
“Selanjutnya setelah bertemu saksi Darusman, saksi Effendi Abdul Rachim langsung menyerahkan uang tunai sebesar Rp 200 juta yang dibungkus tas plastik warna hitam kepada saksi Darusman dan menitip pesan agar diserahkan kepada Terdakwa,” ungkap jaksa.
Darusman lalu menyerahkan titipan Effendi tersebut kepada Herman. Herman yang telah menerima uang itu langsung menandatangani dokumen-dokumen yang diperlukan Effendi. Ia juga memberikan uang kepada Darusman Rp 10 juta.