Ragamutama.com – , Jakarta – Mantan gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menilai, vonis terhadap Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong menjadi penanda rapuhnya demokrasi di Indonesia. “Vonis hari ini adalah penanda bahwa keadilan di negeri ini masih jauh dari selesai. Demokrasi belum kokoh berdiri,” tulis Anies melalui akun media sosial Instagram-nya @aniesbaswedan pada Jumat, 18 Juli 2025.
Pilihan Editor: Kisaran Biaya Politik Calon Kepala Daerah
Menurut Anies, proses hukum terhadap Tom dipenuhi dengan kejanggalan. Kata Anies, hal itu telah diungkapkan melalui laporan jurnalistik independen maupun analisis para ahli.
“Seolah-olah 23 sidang yang telah digelar sebelumnya tak pernah ada. Seolah-olah bukti dan logika tak diberi ruang dalam proses peradilan,” tulisnya.
Mantan calon presiden itu menilai, jika sosok seperti Tom Lembong yang penuh integritas bisa divonis secara tidak adil maka masyarakat umum yang tak memiliki akses, sorotan media, maupun dukungan politik, berada dalam posisi jauh lebih rentan. “Ketika kepercayaan terhadap proses peradilan runtuh, maka fondasi negara ikut rapuh,” tegasnya.
Meski vonis telah dijatuhkan, Anies menyebut bahwa ini belum menjadi akhir dari perjuangan. Ia memastikan bahwa dukungan terhadap Tom akan terus diberikan hingga keadilan benar-benar ditegakkan.
“Ini satu babak dari perjuangan panjang untuk menghadirkan keadilan yang belum tuntas. Tom tidak akan pernah berjuang sendirian,” tulis Anies mengakhiri pernyataannya.
Sebagai informasi, Tom Lembong divonis bersalah melakukan tindak pidana korupsi dalam kasus impor gula periode 2015 hingga 2016. “Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Thomas Trikasih Lembong dengan pidana penjara selama 4 tahun dan 6 bulan,” kata Ketua Majelis Hakim Rianto Dennie Arsan Fatrika saat membacakan amar putusan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Jumat, 18 Juli 2025.
Selain itu, Tom juga dihukum membayar denda sebesar Rp 750 juta. Apabila tidak dibayar, diganti pidana kurungan selama 6 bulan.
Meski vonis yang dijatuhkan lebih ringan dari tuntutan, tetap saja keputusan itu mengundang sorotan tajam. Jaksa penuntut umum sebelumnya menuntut Tom dihukum tujuh tahun penjara dan membayar denda sebesar Rp750 juta, dengan ketentuan subsider enam bulan kurungan jika tidak dibayar. Namun majelis hakim memutuskan Tom bersalah dan menjatuhkan hukuman empat tahun enam bulan penjara.
Tom dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah melalui Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 dan dikaitkan dengan Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Amelia Rahima Sari berkontribusi dalam penulisan artikel ini.