Mantan Menteri Perdagangan, Thomas Trikasih Lembong, atau yang akrab disapa Tom Lembong, telah dijatuhi vonis pidana 4 tahun 6 bulan penjara dalam kasus dugaan korupsi importasi gula. Putusan ini dibacakan oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta pada Jumat (19/7).
Majelis Hakim secara tegas menyatakan Tom Lembong terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dalam perkara importasi gula. Ia dinyatakan melanggar Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Ketua Majelis Hakim, Dennie Arsan Fatrika, dalam pembacaan amar putusan menjelaskan, “Mengadili, menyatakan terdakwa Thomas Trikasih Lembong telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama.” Ia melanjutkan, “Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Thomas Trikasih Lembong oleh karena itu dengan pidana penjara selama 4 tahun dan 6 bulan.”
Selain pidana badan, Tom Lembong juga diwajibkan membayar denda sebesar Rp 750 juta. Apabila denda tersebut tidak dilunasi, maka akan diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan.
Pertimbangan Hakim
Majelis Hakim mempertimbangkan sejumlah poin yang memberatkan dan meringankan dalam menjatuhkan vonis terhadap mantan Menteri Perdagangan tersebut. Pertimbangan-pertimbangan ini dibacakan dalam putusan pengadilan.
Empat poin utama yang memberatkan bagi Tom Lembong adalah sebagai berikut:
-
Saat menjabat Menteri Perdagangan, sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan di bidang perdagangan dan penanggung jawab ketersediaan serta stabilitas harga gula nasional, Tom Lembong dinilai lebih mengedepankan ekonomi kapitalis. Hal ini bertentangan dengan sistem demokrasi ekonomi dan ekonomi Pancasila yang berdasarkan UUD 1945, yang mengutamakan kesetaraan umum dan keadilan sosial.
-
Tom Lembong tidak melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya berdasarkan asas kepastian hukum. Ia dinilai tidak menjadikan ketentuan perundang-undangan sebagai dasar pengambilan kebijakan dalam pengendalian dan stabilitas harga di bidang perdagangan, khususnya gula.
-
Saat menjadi Menteri Perdagangan, Tom Lembong tidak melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya secara akuntabel, bertanggung jawab, bermanfaat, dan adil dalam mengendalikan stabilitas harga gula. Ini berdampak pada ketersediaan gula kristal putih dengan harga terjangkau bagi masyarakat sebagai konsumen akhir.
-
Tom Lembong dinilai mengabaikan kepentingan masyarakat sebagai konsumen akhir atas gula kristal putih untuk mendapatkan harga yang stabil dan terjangkau. Harga gula kristal putih pada tahun 2016 tetap tinggi, yakni Rp 13.149 per kg pada Januari 2016 dan Rp 14.213 per kg pada Desember 2019.
Sementara itu, terdapat empat hal yang meringankan bagi Tom Lembong:
-
Belum pernah dihukum.
-
Tidak menikmati hasil tindak pidana korupsi yang dilakukan.
-
Sopan dalam persidangan dan tidak mempersulit jalannya persidangan.
-
Telah adanya penitipan sejumlah uang dari tersangka lain kepada Kejaksaan Agung pada saat penyidikan sebagai pengganti atas kerugian keuangan negara.
Tak Menikmati Hasil Korupsi Impor Gula
Salah satu pertimbangan penting yang meringankan vonis Tom Lembong adalah fakta bahwa ia tidak menikmati hasil dari tindak pidana korupsi importasi gula. Oleh karena itu, ia tidak dibebankan untuk membayar uang pengganti kerugian negara.
“Majelis hakim berpendapat bahwa kepada terdakwa tidak dikenakan ketentuan Pasal 18 ayat 1 huruf b, yaitu pidana tambahan pembayaran uang pengganti karena faktanya terdakwa tidak memperoleh harta benda dari tindak pidana korupsi yang dilakukan terdakwa,” jelas hakim anggota, Alfis Setiawan, saat membacakan keadaan yang meringankan vonis Tom Lembong dalam persidangan pada Jumat (19/7).
Respons Tom Lembong
Menanggapi putusan tersebut, Tom Lembong menyatakan kekecewaannya. Ia menilai bahwa vonis yang dibacakan oleh Majelis Hakim terlalu mirip, atau “copy paste”, dari tuntutan yang disampaikan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam kasus dugaan korupsi importasi gula ini.
“Saya menyesalkan bahwa, kalau saya lihat, vonisnya majelis, itu kembali lagi, seperti copy paste, copas dari tuntutan Penuntut [Umum],” ungkap Tom kepada awak media setelah persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Jumat (19/7). Ia menambahkan bahwa putusan tersebut seolah mengabaikan hampir semua fakta persidangan, terutama keterangan dari para saksi dan ahli yang dihadirkan.
Tom Lembong juga menyoroti kejanggalan dalam putusan hakim yang dinilainya mengesampingkan wewenangnya sebagai Menteri Perdagangan. Menurutnya, undang-undang dan peraturan pemerintah sangat jelas memberikan mandat kepada Menteri Perdagangan untuk mengatur tata kelola, termasuk perdagangan bahan pokok yang vital.
“Saya kira Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, semua ketentuan yang terkait, sangat jelas memberikan mandat kepada Menteri Perdagangan untuk mengatur tata kelola, termasuk perdagangan perniagaan bahan pokok yang paling penting,” ujar Tom. “Dan tadi saya lihat, saya catat secara teliti, cermat, sebenarnya majelis mengabaikan bahwa saya punya wewenang tersebut,” imbuhnya.
Poin lain yang menjadi sorotan Tom adalah ketiadaan mens rea atau niat jahat dalam kasus ini. Sejak ditetapkan sebagai tersangka hingga divonis, ia menegaskan bahwa tidak ada pihak yang mengungkapkan adanya niat jahat darinya untuk melakukan tindak pidana.
“Dari sudut pandang saya, pertama yang paling penting adalah Majelis Hakim tidak menyatakan adanya niat jahat dari saya. Tidak ada yang namanya mens rea. Itu saya kira paling penting,” tegas Tom. “Dan dari awal, dari saat dakwaan sampai tuntutan, sampai putusan, majelis tidak pernah menyatakan ada niat jahat. Tidak pernah ada mens rea. Yang mereka vonis adalah tuduhan bahwa saya melanggar aturan,” jelasnya.
Mengenai langkah hukum selanjutnya, Tom Lembong menyatakan akan memutuskan bersama tim penasihat hukumnya. Ia memiliki waktu tujuh hari terhitung sejak vonis dibacakan untuk menentukan upaya hukum lanjutan yang akan ditempuh.
“Tentunya peraturan memberikan kami sebagai terdakwa, tujuh hari untuk memutuskan, apakah langkah berikut daripada kami dan penasihat hukum kami,” pungkas Tom. Dalam kesempatan tersebut, Tom juga menyampaikan apresiasi yang mendalam atas kinerja tim penasihat hukumnya selama ia menjalani proses hukum terkait kasus importasi gula ini.
“Jadi mohon memberikan saya dengan tim hukum saya, yang sangat-sangat saya banggakan, luar biasa, dengan segala tantangan, kesulitan, kejanggalan yang terjadi, bisa sampai titik ini,” ucap Tom penuh hormat. “Saya sangat-sangat bangga atas prestasi tim hukum saya terutama. Ini keberhasilan yang kita raih, 60-70 persen berkat kerja keras tim hukum saya,” tutupnya.