Kuasa hukum mantan Menteri Perdagangan, Tom Lembong, Ari Yusuf Amir, menegaskan bahwa vonis majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta terhadap kliennya memiliki implikasi yang jauh lebih luas dari sekadar individu, berpotensi menciptakan dampak sistemik bagi para pengambil kebijakan di Indonesia. Dia menyatakan para menteri yang menjabat saat ini bisa saja mengalami hal serupa seperti yang dirasakan Tom Lembong.
“Keputusan ini, jika tidak ditinjau ulang, sangat membahayakan bagi semua pejabat negara, bagi semua menteri. Ketika lima hingga sepuluh tahun mendatang mereka mengambil kebijakan-kebijakan saat ini, maka mereka siap-siap akan terkena perkara korupsi. Itu bahaya sekali,” ujar Ari dalam konferensi pers usai sidang vonis di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jumat.
Sebelumnya, majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menyatakan Tom Lembong bersalah karena mengeluarkan izin impor gula saat menjabat sebagai Menteri Perdagangan pada periode 2015-2016. Meskipun hakim menyatakan Tom tidak menerima keuntungan pribadi apa pun dari kebijakannya tersebut, hakim berpendapat bahwa kebijakan itu menguntungkan pihak perusahaan yang mendapat kuota impor gula dan menyebabkan kerugian negara.
Majelis hakim pun menyatakan Tom terbukti melanggar Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Oleh karena itu, majelis hakim menjatuhkan vonis empat tahun enam bulan penjara dan denda Rp750 juta subsider enam bulan kurungan kepada mantan Menteri Perdagangan 2015–2016 tersebut.
Ari Yusuf Amir menambahkan, putusan hakim ini bisa menciptakan iklim ketakutan di kalangan pejabat publik, sehingga menghambat pengambilan keputusan.
“Akibatnya apa? Para pejabat, para menteri tidak akan berani mengambil kebijakan, tidak akan berani mengambil keputusan. Lalu negara tidak bisa berjalan. Jadi keputusan ini punya dampak yang luar biasa, baik bagi pejabat maupun pihak swasta, pihak pengusaha, karena tidak ada kepastian hukum,” ujarnya menegaskan.
Ari juga mempertanyakan logika putusan yang mengaitkan keuntungan pihak swasta dengan kerugian negara.
“Sekarang persoalannya kalau seorang swasta mendapatkan keuntungan, apakah itu yang menyebabkan kerugian negara? Itu sah-sah saja. Mana ada swasta berusaha untuk tidak mendapatkan keuntungan tentunya,” lanjutnya.
Menurut dia, keputusan tersebut tidak hanya janggal secara hukum, tetapi juga mencerminkan pola pikir yang berbahaya. Ia menyoroti hakim anggota Alfis Setyawan yang disebut sebagai penyusun putusan.
“Karena tadi kita lihat bahwa hakim, terutama hakim tadi yang membacakan, hakim anggota Alfis, kami yakin dia yang membuat putusan tersebut. Dia betul-betul dalam setiap pertanyaannya selalu arahnya ke sana. Dan tadi keputusannya disampaikan oleh dia sendiri. Kita melihat cara berpikir ini yang membahayakan buat bangsa ini.”
Meski belum menyatakan sikap resmi, Ari membuka peluang untuk menempuh upaya hukum berikutnya, yaitu banding.
“Untuk sikap kami yang selanjutnya, kami masih pikir-pikir. Tapi tentunya, dalam kondisi ini, peluang besar kami akan melakukan banding,” ucapnya.
Vonis terhadap Tom Lembong itu lebih rendah dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Agung. JPU sebelumnya meminta majelis hakim memvonis Tom 7 tahun penjara plus denda Rp 750 juta subsider 6 bulan penjara.
Amelia Rahimasari berkontribusi dalam laporan ini.