Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Bursa Efek Indonesia (BEI) berhasil mengakhiri sesi perdagangan dengan capaian positif, mencatat penguatan signifikan. Kenaikan ini terjadi di tengah antisipasi pelaku pasar terhadap hasil krusial negosiasi dagang antara Amerika Serikat (AS) dengan mitra dagangnya, sebuah sentimen yang terus membayangi pergerakan bursa.
Berdasarkan data dari RTI Business, pada penutupan perdagangan hari ini, IHSG sukses menembus level psikologis 6.900. Indeks acuan pasar modal Indonesia ini tercatat menguat sebesar 0,52 persen, atau setara dengan kenaikan 35,739 poin dari posisi sebelumnya.
Aktivitas perdagangan di bursa juga menunjukkan dinamika yang signifikan. Tercatat volume transaksi mencapai 14.826 saham, dengan total nilai transaksi yang membukukan angka impresif Rp 7.504 triliun. Sementara itu, frekuensi transaksi mencapai 885.797 kali, menunjukkan minat investor yang tinggi.
Melihat rincian pergerakan saham, pada penutupan sesi perdagangan, sebanyak 257 saham berhasil mencatat penguatan, mengungguli 306 saham yang mengalami pelemahan. Di sisi lain, 226 saham lainnya terpantau tidak bergerak atau stagnan, menunjukkan kehati-hatian di beberapa sektor.
Mengulas lebih jauh, Equity Analyst PT Indo Premier Sekuritas (IPOT), Imam Gunadi, sebelumnya telah memprediksi bahwa IHSG akan menguat. Prediksi ini muncul setelah indeks mengalami koreksi sebesar -0,47 persen dalam satu pekan terakhir, disertai dengan arus dana keluar (outflow) mencapai Rp2 triliun.
Imam Gunadi lebih lanjut memproyeksikan IHSG akan bergerak bervariasi namun cenderung menguat sepanjang pekan ini. Level support diperkirakan berada di angka 6815, sementara resistance pada 6970. Proyeksi ini sangat dipengaruhi oleh penantian rilis hasil negosiasi dagang antara AS dan negara-negara mitranya pada 9 Juli mendatang, yang diyakini berpotensi membawa sentimen positif bagi pasar.
Menurut analisis Imam Gunadi, kondisi pasar saat ini diibaratkan berada di persimpangan jalan. Ia menjelaskan, “Di satu sisi, ada optimisme yang muncul dari potensi meredanya tensi perang dagang. Namun di sisi lain, pasar juga menghadapi risiko signifikan yang berasal dari kebijakan utang dan arah suku bunga di Amerika Serikat.”
Meskipun demikian, Imam Gunadi menekankan bahwa situasi seperti ini justru dapat melahirkan peluang investasi terbaik. Ia menyarankan, “Bagi investor yang cermat, fokus pada sektor-sektor dengan fundamental yang kuat dan memiliki katalis positif jangka panjang akan menjadi strategi yang menguntungkan.”
Lebih jauh lagi, Imam juga memaparkan bahwa fluktuasi kinerja IHSG tak lepas dari pengaruh sentimen baik global maupun domestik. Ia menyoroti dampak dari data Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur yang dirilis oleh Tiongkok, AS, dan Indonesia sebagai salah satu faktor penentu.
Secara domestik, Imam Gunadi juga menguraikan bahwa penurunan aktivitas manufaktur di Indonesia tak dapat dipisahkan dari bayang-bayang ketidakpastian ekonomi global, terutama terkait kebijakan tarif yang diberlakukan oleh mantan Presiden AS, Donald Trump. Ia menambahkan, “Para eksekutif perusahaan kemungkinan besar masih menanti hasil negosiasi yang dijadwalkan pada 9 Juli nanti, sebelum memutuskan langkah strategis, apakah akan ekspansif atau lebih bersifat defensif.”