PT Allo Bank Indonesia Tbk. atau Allo Bank memberikan klarifikasi setelah Direktur Utamanya, Indra Utoyo, dicegah bepergian ke luar negeri oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pencegahan ini terkait dugaan kasus korupsi pengadaan mesin electronic data capture (EDC) di sebuah bank pemerintah yang berlangsung antara tahun 2020 hingga 2024.
Menanggapi kabar tersebut, Corporate Secretary Allo Bank, Stacey Aryadi Suryoputro, menyatakan dalam keterbukaan informasi pada Senin, 7 Juli 2025, bahwa perseroan “tidak mengetahui mengenai kebenaran atas pemberitaan tersebut.” Ia menegaskan bahwa dugaan kasus ini menyangkut keterlibatan Bapak Indra Utoyo pada sebuah bank pemerintah sebelum dirinya menjabat sebagai Direktur Utama di Allo Bank. Stacey juga memastikan bahwa perseroan memiliki tata kelola dan sistem yang baik, serta operasional yang berjalan normal. Oleh karena itu, pemberitaan ini dinilai tidak berdampak pada kelangsungan usaha, kegiatan operasional, maupun kondisi keuangan perseroan.
Sebagai langkah mitigasi, Stacey menambahkan bahwa Allo Bank telah berkoordinasi dan berkomunikasi dengan pemangku kepentingan internal terkait dugaan kasus korupsi ini. Selain itu, perseroan juga telah menyiapkan strategi komunikasi untuk menanggapi pertanyaan yang mungkin muncul dari berbagai pihak eksternal, menunjukkan kesiapan dalam mengelola informasi di tengah situasi ini.
Sebelumnya, pada Rabu, 2 Juli 2025, Wakil Ketua KPK Fitroh Rohcahyanto membenarkan adanya pencegahan Indra Utoyo ke luar negeri dalam kasus dugaan korupsi pengadaan mesin EDC di bank pemerintah periode 2020–2024. Indra Utoyo, yang sebelumnya menjabat sebagai Direktur Digital dan Teknologi Informasi di PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. atau BRI, kini menjadi salah satu dari 13 orang yang dicegah bepergian ke luar negeri oleh KPK terkait kasus ini.
Penyelidikan KPK atas kasus pengadaan mesin EDC ini telah dimulai sejak 26 Juni 2025. Pada tanggal tersebut, tim KPK melakukan penggeledahan di dua lokasi utama: Kantor Pusat BRI di Jalan Sudirman dan Gatot Subroto, Jakarta. Bersamaan dengan itu, KPK juga secara resmi mengumumkan dimulainya penyidikan baru terkait kasus pengadaan mesin EDC ini. Sebagai bagian dari proses penyidikan, KPK juga telah memeriksa saksi kunci, termasuk mantan Wakil Direktur Utama BRI, Catur Budi Harto, pada tanggal yang sama.
Langkah signifikan KPK selanjutnya adalah pada 30 Juni 2025, ketika mereka mengumumkan bahwa nilai proyek pengadaan mesin EDC tersebut mencapai Rp 2,1 triliun. Lebih lanjut, KPK juga menyatakan bahwa kerugian keuangan negara yang diakibatkan oleh kasus ini diperkirakan mencapai Rp 700 miliar, atau sekitar 30 persen dari total nilai proyek. Seiring dengan pengumuman tersebut, KPK juga secara resmi mencegah total 13 orang untuk bepergian ke luar negeri guna kepentingan penyidikan yang lebih lanjut.