Duka mendalam menyelimuti Banyuwangi menyusul insiden tragis tenggelamnya KMP Tunu Pratama Jaya di Selat Bali. Dari enam korban jiwa yang teridentifikasi, salah satunya adalah Elok Rumantini (34), seorang pekerja kantin kapal yang baru sebulan menapaki pekerjaan barunya.
Kisah Elok menjadi cerminan perjuangan seorang ibu. Sebagai orang tua tunggal, ia merupakan tulang punggung utama bagi kedua anaknya, Z (13) dan T (4), setelah sang suami meninggal dunia setahun sebelumnya akibat sakit paru-paru. “Elok adalah tulang punggung keluarga, anak-anaknya masih kecil. Suaminya memang sudah meninggal karena sakit paru-paru setahun lalu,” tutur Hartatik (55), ibunda Elok, pada Jumat (4/7/2025), dengan nada pilu.
Pekerjaan di kantin KMP Tunu Pratama Jaya diambil Elok demi kelangsungan hidup keluarganya. Tawaran dari seorang teman itu ia sambut setelah sebelumnya hanya bekerja serabutan, dan seluruh hartanya terkuras habis untuk biaya pengobatan sang suami. Sejak mulai bekerja pada bulan Juni, Elok memiliki jadwal rutin tiga hari kerja dan satu hari libur di rumah sebelum kembali berlayar. Ironisnya, keberangkatan terakhirnya pada Rabu (2/7/2025) menjadi perjalanan yang tak pernah kembali. “Seharusnya hari ini dia pulang, terakhir berangkat Rabu lalu (saat kejadian),” ucap Hartatik sembari menahan tangis.
Kesedihan Hartatik kian terasa pilu mengingat bulan Juli adalah bulan kelahiran putrinya, yang sedianya akan merayakan ulang tahun ke-35 pada tanggal 29 Juli mendatang. Kini, beban untuk menghidupi kedua cucunya berada di pundak Hartatik, yang sehari-hari berprofesi sebagai buruh cuci. Ia bertekad untuk memastikan cucu-cucunya bisa tumbuh dan memiliki masa depan yang layak, meskipun telah kehilangan kedua orang tuanya.
Di tengah duka, secercah harapan muncul berkat bantuan yang diterima. “Alhamdulillah tadi dapat bantuan dari Pemkab Banyuwangi. Cucu saya dapat bantuan untuk pendidikan, saya juga dibantu untuk membuka usaha gorengan dan es di rumah,” ungkap Hartatik penuh syukur, mengakhiri ceritanya.