Sebuah gempa bumi dengan magnitudo 2,7 mengguncang wilayah Cimahi dan sekitarnya pada Minggu, 29 Juni 2025, pukul 08.49 WIB. Getaran tersebut, yang berpusat di darat pada koordinat 6.76 LS dan 107.63 BT atau sekitar 14 kilometer arah timur laut Kota Cimahi dengan kedalaman 6 kilometer, turut dirasakan di pos pemantauan Gunung Tangkuban Parahu hingga skala intensitas III MMI.
Kepala Badan Geologi, Muhammad Wafid, menanggapi kejadian ini dengan menyatakan bahwa aktivitas vulkanik Gunung Tangkuban Parahu secara visual tidak menunjukkan peningkatan yang signifikan pasca-gempa tersebut. Pengamatan langsung menunjukkan asap putih sedang masih terpantau dari Kawah Ratu dengan ketinggian berkisar 20-200 meter dari dasar kawah, sementara di Kawah Ecoma asap terlihat pada ketinggian 5-10 meter.
Lebih lanjut, Wafid menambahkan bahwa manifestasi bualan lumpur di Kawah Ratu, yang pertama kali terbentuk pada tanggal 5 Juni 2025, hingga kini masih teramati dengan tingkat intensitas dan luasan area yang stabil. Pihak Badan Geologi juga mencatat bahwa pemantauan kegempaan di Gunung Tangkuban Parahu tidak memperlihatkan adanya perubahan aktivitas yang berarti setelah Gempa Cimahi. Rekaman kegempaan masih didominasi oleh getaran tremor menerus, yang berasosiasi kuat dengan aktivitas bualan lumpur di Kawah Ratu.
Data kegempaan yang tercatat pada 28 Juni 2025 meliputi tiga kali gempa embusan, 84 kali gempa low frequency (LF), dan satu kali gempa tektonik jauh (TJ), disertai getaran tremor menerus dengan amplitudo 0,5-1,5 mm. Sementara itu, hingga pukul 12.00 WIB pada 29 Juni 2025, tercatat 41 kejadian gempa low frequency (LF), dua kali gempa vulkanik dalam (VA), satu kali gempa embusan, satu kali gempa tektonik jauh (TJ), serta satu kali gempa terasa pada skala III MMI, dengan getaran tremor menerus beramplitudo 0,5-1 mm.
Pengamatan deformasi menggunakan peralatan seperti EDM, GNSS, dan Tiltmeter pasca-gempa tidak menunjukkan pengaruh signifikan terhadap perubahan tekanan di bawah tubuh Gunung Tangkuban Parahu. Namun demikian, data pemantauan EDM secara konsisten menunjukkan pola inflasi, yang mengindikasikan adanya akumulasi tekanan pada kedalaman dangkal di bawah gunung api. Kondisi ini memerlukan perhatian serius karena potensi erupsi freatik tetap dapat terjadi secara tiba-tiba tanpa didahului gejala vulkanik yang jelas. Data pengukuran dari Stasiun Multi-GAS permanen juga tidak menunjukkan perubahan mencolok pada komposisi gas yang dipantau.
Dengan mempertimbangkan seluruh data pemantauan, Badan Geologi masih mempertahankan status aktivitas Gunung Tangkuban Parahu berada pada Level I atau Normal. Masyarakat di sekitar Gunung Tangkuban Parahu dan para pengunjung diimbau untuk senantiasa waspada, tidak mendekati area dasar kawah, tidak berlama-lama di kawasan kawah aktif, serta segera menjauh jika teramati peningkatan intensitas embusan atau tercium bau gas yang menyengat.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) melaporkan bahwa Gempa Cimahi tersebut merupakan jenis gempa bumi dangkal yang diakibatkan oleh aktivitas sesar aktif di wilayah tersebut. Meskipun getaran gempa dirasakan di Lembang dengan skala intensitas II-III MMI, tidak ada laporan kerusakan bangunan yang diakibatkan oleh peristiwa gempa ini.