JAKARTA, RAGAMUTAMA.COM – Menyusul insiden tragis jatuhnya pendaki di Gunung Rinjani, Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB), Samsul Padli, Anggota Tim SAR Unit Lombok Timur, menyerukan imbauan penting bagi siapa pun yang berencana mendaki gunung ikonik tersebut. Samsul Padli merupakan bagian dari tim evakuasi yang mengevakuasi jenazah pendaki asal Brasil, Juliana De Souza Pereira Marins (27), yang mengalami kecelakaan fatal di Gunung Rinjani pada Sabtu, 21 Juni 2025.
Dalam program *Sapa Indonesia Malam Akhir Pekan KompasTV* pada Sabtu, 28 Juni 2025, Samsul Padli menekankan bahwa jalur dan kondisi Gunung Rinjani dapat menjadi tantangan terbesar bagi para pendaki. “Jalurnya licin, terus batuan lepas, berpasir,” ungkapnya, menggambarkan medan yang membutuhkan kewaspadaan tinggi.
Lebih lanjut, Samsul mengimbau para pendaki untuk senantiasa fokus saat berjalan. Ia juga sangat menganjurkan penggunaan pemandu atau *guide*. “Ikuti kalau ada *guide* alangkah baiknya, tapi kalau tamunya enam, harus *guide*-nya dua,” jelasnya, menyoroti pentingnya rasio pemandu dan pendaki untuk keselamatan. Selain itu, kesiapan fisik dan mental menjadi prasyarat mutlak sebelum memulai pendakian Rinjani.
Samsul juga menyoroti waktu-waktu tertentu yang patut diwaspadai pendaki Gunung Rinjani terkait kondisi cuaca. “Desember kan hujan, sudah musim hujan tuh Desember, biasa ada badai,” ungkapnya. Namun, ia menambahkan bahwa cuaca di Rinjani memang sangat tidak menentu. “Musim panas bisa tiba-tiba hujan badai, gitu, tidak tentu kalau di Rinjani,” ujarnya. Oleh karena itu, Samsul sangat menyarankan para pendaki untuk selalu memantau perkembangan situasi cuaca sebelum dan selama pendakian.
Peringatan dari Tim SAR ini datang setelah terjadinya beberapa insiden fatal di Gunung Rinjani. Sebelumnya, Kompas.tv memberitakan kecelakaan yang menimpa pendaki asal Brasil, Juliana De Souza Pereira Marins (27), yang terjatuh pada Sabtu, 21 Juni 2025. Juliana bersama lima wisatawan lain dan seorang pemandu, mulai mendaki Gunung Rinjani pada Jumat, 20 Juni 2025.
Menurut Kepala Balai Taman Nasional Gunung Rinjani, Yarman, korban merasa kelelahan saat menuju puncak dan memilih untuk beristirahat. Namun, ketika pemandu turun dari puncak, Juliana tidak ditemukan di lokasi istirahat. Setelah penelusuran, pendaki tersebut diketahui telah jatuh. Informasi jatuhnya pendaki Brasil ini diterima pihak Balai TNGR pada Sabtu pagi. Tim SAR gabungan segera bergerak melakukan pencarian dan evakuasi.
Tim SAR gabungan menggunakan *unmanned aerial vehicle* (UAV) dalam pencarian pada Minggu, 22 Juni, dan Senin, 23 Juni 2025. Pada Senin, tim berhasil menemukan keberadaan korban dengan UAV, sekitar 500 meter bergeser dari titik awal jatuhnya. Evakuasi sempat tertunda karena medan ekstrem dan cuaca berkabut. Proses evakuasi dilanjutkan pada Selasa, 24 Juni, dan Rabu, 25 Juni 2025. Akhirnya, pada Rabu, tim gabungan berhasil mengevakuasi jenazah Juliana yang kemudian diautopsi di RSUD Bali Mandara. Dokter forensik kemudian menyatakan bahwa pendaki Brasil tersebut tewas sekitar 20 menit setelah jatuh di Gunung Rinjani.
Selain Juliana, insiden lain juga menimpa seorang pendaki asal Malaysia, Nazli bin Awang Mahat (47), yang tergelincir hingga kedalaman 200 meter saat turun dari puncak Gunung Rinjani melalui Danau Segara Anak. Kepala Resort Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR), Taufikurrahman, mengonfirmasi kejadian ini kepada Kompas.com pada Sabtu, 28 Juni 2025.
“Kami mendapat laporan mengenai WNA asal Malaysia ini dari *guide* pada Jumat malam, tanggal 27 Juni 2025, sekitar pukul 15.20 Wita,” ungkap Taufik. Ia menjelaskan bahwa korban mengalami kecelakaan dan tergelincir di arah menuju Danau Segara Anak, menyebabkan luka di bagian kepala dan kaki terkilir, sehingga ia tidak dapat melanjutkan perjalanan. Tim evakuasi segera bergerak menuju lokasi korban sekitar pukul 23.00 Wita dan berhasil membawa korban turun menggunakan tandu. Setelah dievakuasi, Nazli kemudian dibawa ke Puskesmas Sembalun untuk mendapatkan penanganan medis.