Tragedi memilukan menyelimuti Gunung Rinjani setelah seorang pendaki asal Brasil, Juliana de Souza Pereira Marins, ditemukan meninggal dunia usai terjatuh ke jurang pada Sabtu, 21 Juni 2025. Pemandu yang mendampinginya, Ali Musthofa, membantah tuduhan kelalaian yang menyebabkan insiden tersebut, menawarkan versi kejadiannya sendiri.
Kepada media Brasil O Globo pada Selasa, 23 Juni 2025, Ali Musthofa menjelaskan bahwa ia memberikan kesempatan kepada Marins untuk beristirahat sejenak. Dirinya sendiri menunggu sekitar tiga menit pendakian di depan. Namun, setelah menunggu antara 15 hingga 30 menit dan Marins tak kunjung muncul, Ali memutuskan kembali ke titik istirahat tersebut, hanya untuk mendapati pendakinya telah tiada. “Saya menyadari dia telah jatuh ketika saya melihat cahaya senter di jurang sedalam sekitar 150 meter dan mendengar suara meminta bantuan,” ujar Ali, yang keterangannya dikutip melalui Google Translate.
Setelah mengetahui Juliana Marins terjatuh ke jurang menuju Danau Segara Anak, di ketinggian lebih dari 2.700 meter di atas permukaan laut, Ali segera menyadari bahwa menolong sendirian tanpa peralatan keselamatan adalah mustahil. Ia lantas memberitahu akan mencari bantuan. Ali mengaku langsung menghubungi tempatnya bekerja untuk meminta didatangkan tim penyelamat. Tim SAR gabungan baru berhasil mengevakuasi jenazah Marins pada Selasa. Kala itu, posisi Marins sudah bergeser dari titik awal jatuhnya, mencapai kedalaman 600 meter, dalam kondisi tak bernyawa.
Kepolisian Resor Lombok Timur telah memeriksa Ali Musthofa sejak 25 Juni guna mendalami insiden ini. Namun, hingga kini belum ada kesimpulan resmi mengenai adanya kelalaian atau faktor lain yang menyebabkan Marins terjatuh. Perkembangan ini kontras dengan ramainya perbincangan di media sosial yang banyak menyayangkan mengapa Marins ditinggalkan serta menyoroti dugaan lambatnya upaya evakuasi, yang diyakini menjadi faktor tidak tertolongnya nyawa Marins.
Asosiasi Pemandu Gunung Angkat Bicara tentang Kompetensi
Menyikapi insiden tragis ini, Ketua Umum Asosiasi Pemandu Gunung Indonesia (APGI), Rahman Mukhlis, menyatakan bahwa pihaknya belum dapat menilai apakah ada kelalaian dari pihak pemandu atau tidak. Rahman menjelaskan bahwa Ali Musthofa saat ini belum terdaftar sebagai anggota APGI. “Kami masih mengumpulkan data valid di lapangan, karena berita yang beredar cukup beragam kronologisnya. Perlu dipastikan dahulu,” katanya saat dihubungi pada Jumat, 27 Juni 2025.
Lebih lanjut, Rahman menekankan bahwa seorang pemandu pendaki gunung harus memiliki kompetensi sesuai Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) Pemandu Wisata Gunung. Keahlian ini, imbuhnya, wajib dibuktikan dengan sertifikasi berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2023 tentang Sertifikasi Kompetensi Kerja di Bidang Kepariwisataan.
“Untuk ruang lingkup kerja ada beberapa level, lokal di satu gunung saja atau di beberapa destinasi, atau mencakup seluruh gunung di Indonesia,” tutur Rahman. Selain harus terdidik dan terlatih, pemandu juga diwajibkan mengikuti pelatihan serta memiliki pengalaman kerja seputar pendakian gunung.
Dalam menjalankan tugasnya, seorang pemandu gunung profesional memiliki beragam tanggung jawab. Ini mencakup persiapan dokumen perjalanan, logistik, koordinasi jadwal pendakian, penanganan wisatawan, penyampaian petunjuk dan teknik pendakian, serta memandu kegiatan interpretasi. Pemandu juga harus mampu melakukan orientasi medan dan cuaca, mengatur penanganan bahaya di gunung, melakukan komunikasi yang efektif, dan mengelola laporan perjalanan pendakian.
Terkait dengan medan pendakian, Rahman Mukhlis menilai Gunung Rinjani yang memiliki ketinggian 3.726 meter di atas permukaan laut termasuk kategori menengah atau cukup sulit. Oleh karena itu, gunung tersebut tidak direkomendasikan untuk pendaki pemula.