KPU Hormati Putusan MK: Pemilu Nasional dan Lokal Resmi Terpisah untuk 2029
Jakarta – Komisi Pemilihan Umum (KPU) secara resmi menyatakan penghormatannya terhadap putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 135/PUU-XXII/2024 yang mengatur pemisahan penyelenggaraan pemilu nasional dan lokal. Pernyataan ini disampaikan langsung oleh Ketua KPU, Mochammad Afifuddin, di Jakarta pada Jumat, 27 Juni 2025.
“Kami menghormati putusan MK dan akan mempelajarinya secara detail,” ujar Afifuddin, menegaskan komitmen KPU untuk memahami dan menindaklanjuti implikasi dari keputusan tersebut.
Berdasarkan putusan MK, pemilu nasional kini mencakup pemilihan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), serta pemilihan presiden dan wakil presiden. Sementara itu, pemilu lokal akan meliputi pemilihan anggota DPRD provinsi, kabupaten/kota, serta pemilihan kepala dan wakil kepala daerah (Pilkada). Dengan adanya keputusan ini, skema pemilu serentak yang selama ini dikenal sebagai “Pemilu 5 Kotak” secara resmi tidak akan lagi berlaku untuk Pemilu 2029.
Afifuddin sendiri mengakui bahwa penyelenggaraan pemilu dan pilkada secara serentak sebelumnya memang menghadirkan tantangan dan kompleksitas tersendiri bagi KPU. “Memang tahapan yang beririsan bahkan bersamaan secara teknis lumayan membuat KPU harus bekerja ekstra,” katanya, menyiratkan bahwa putusan MK ini patut dipertimbangkan sebagai langkah perbaikan.
Mahkamah Konstitusi, dalam putusannya pada Kamis, 26 Juni 2025, menetapkan bahwa penyelenggaraan pemilu di tingkat nasional harus dilakukan secara terpisah dengan pemilu tingkat daerah. MK memutuskan bahwa pemilu lokal dapat diselenggarakan paling singkat dua tahun atau paling lama dua setengah tahun setelah pemilu nasional.
Ketua MK, Suhartoyo, saat membacakan putusan, menjelaskan rasionalisasi di balik keputusan ini. “Penentuan keserentakan tersebut untuk mewujudkan pemilu berkualitas serta memperhitungkan kemudahan dan kesederhanaan bagi pemilih dalam melaksanakan hak memilih sebagai wujud pelaksanaan kedaulatan rakyat,” ujarnya.
Dalam pertimbangannya, MK juga menyoroti bahwa jadwal pemilu nasional yang terlalu berdekatan dengan pemilu lokal menyebabkan minimnya waktu bagi masyarakat untuk mengevaluasi kinerja pemerintahan setelah hasil pemilu nasional. Selain itu, dalam rentang waktu yang sempit tersebut, hakim menilai pelaksanaan pemilu yang serentak kerap menyebabkan masalah pembangunan daerah cenderung tenggelam di tengah isu-isu nasional yang lebih dominan.
Dede Leni Mardianti berkontribusi dalam tulisan ini