Perang Iran-Israel Ancam Neraca Dagang RI, Ini Kata Peneliti

Avatar photo

- Penulis

Rabu, 25 Juni 2025 - 15:17 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Ancaman Konflik Iran-Israel terhadap Ekspor Indonesia: Menyoroti Kritisnya Selat Hormuz

Jakarta – Ketegangan geopolitik antara Iran dan Israel memunculkan kekhawatiran serius bagi stabilitas ekonomi global, termasuk Indonesia. Hasran, Peneliti dan Analis Kebijakan dari Center for Indonesian Policy Studies (CIPS), memperingatkan bahwa konflik ini berpotensi besar menggerus kinerja dan surplus ekspor Indonesia. Salah satu faktor utama yang menjadi sorotan adalah ancaman penutupan Selat Hormuz oleh Pemerintah Iran, yang dapat memicu lonjakan biaya pengiriman dan transportasi logistik.

Menurut Hasran, penutupan jalur maritim strategis ini akan memaksa kapal-kapal untuk memilih rute alternatif yang jauh kurang efisien. Dampaknya tidak main-main. Energy Information Administration (EIA) bahkan memproyeksikan bahwa disrupsi di Selat Hormuz akan memiliki implikasi besar terhadap pasar energi di negara-negara ekonomi raksasa Asia seperti Tiongkok, India, Jepang, dan Korea Selatan. Pernyataan ini disampaikan Hasran dalam keterangannya di Jakarta pada Rabu, 25 Juni 2025.

Padahal, Indonesia telah mencatatkan rekor membanggakan dengan surplus neraca perdagangan selama lima tahun berturut-turut. Data terbaru menunjukkan, pada Mei 2025, surplus neraca perdagangan Indonesia mencapai US$4,9 miliar, melonjak signifikan sebesar 2.962 persen secara bulanan (mtm) dibandingkan surplus US$160 juta pada April 2025. Keberlanjutan tren positif ini terancam oleh eskalasi konflik.

Baca Juga :  IHSG Terancam Trading Halt Lagi: Trump Naikkan Tarif Impor Tiongkok Hingga 245 Persen!

Ketegangan yang meningkat antara Israel dan Iran secara fundamental mengancam stabilitas perdagangan global. Salah satu konsekuensi paling nyata adalah potensi terganggunya pasokan minyak dunia. Hasran menjelaskan, gangguan pasokan minyak ini sangat mungkin mempengaruhi perdagangan Indonesia, baik dari sisi lonjakan biaya logistik maupun penurunan permintaan dari negara-negara mitra dagang utama. Perlu dicatat, Selat Hormuz merupakan arteri vital yang dilalui sekitar 20 persen dari total transaksi minyak dunia pada tahun 2024.

Meskipun Amerika Serikat hanya mengimpor sekitar 7 persen minyaknya melalui Selat Hormuz, potensi disrupsi pasokan global dapat memicu pergeseran permintaan minyak dari jalur tersebut ke produsen alternatif, termasuk Amerika Serikat sendiri yang juga terlibat dalam konflik ini. Kondisi ini dapat mendorong kenaikan tajam harga minyak dunia. Kenaikan harga minyak secara langsung berdampak pada perdagangan Indonesia, di mana permintaan ekspor bisa terganggu akibat biaya tinggi yang timbul dalam proses pengiriman logistik. Lebih jauh, gangguan pasokan minyak ke negara-negara pengimpor utama berpotensi menghambat aktivitas ekonomi mereka, yang pada akhirnya akan mengurangi permintaan terhadap barang ekspor dari Indonesia.

Baca Juga :  Kadin: Regulasi Logistik Baru Pacu Ekonomi Digital Indonesia

Menyikapi tantangan ini, Hasran mendorong pemerintah untuk berperan aktif dalam mendorong upaya perdamaian di kawasan Timur Tengah. Konflik yang terus bereskalasi akan berdampak luas pada ekonomi dunia karena mengganggu jalur distribusi energi global. Kendati demikian, Hasran menekankan bahwa besarnya dampak yang akan dirasakan Indonesia sangat bergantung pada seberapa lama penutupan Selat Hormuz berlangsung.

Selain itu, pemerintah juga perlu mempertimbangkan penghapusan hambatan non-tarif dalam impor pangan dan barang strategis lainnya. Di tengah meningkatnya biaya logistik dan produksi global, biaya tambahan akibat kuota, perizinan yang berbelit, atau regulasi yang tidak relevan hanya akan memperparah beban importir dan konsumen. “Penghapusan hambatan non-tarif dalam impor pangan dan barang strategis sudah sejak lama menjadi sesuatu yang layak dipertimbangkan, mengingat dampaknya yang memunculkan biaya tambahan, waktu yang lebih panjang, dan inefisiensi rantai pasok,” tegas Hasran.

Pilihan Editor: Untung-Rugi Ekspor Listrik ke Singapura

Berita Terkait

Harga Minyak Naik Tipis, Gencatan Senjata Iran-Israel Jadi Pemicu?
WINS, BKSL, PGEO: Analisis Teknikal Saham Kamis, Potensi Cuan?
KB Bank & Eximbank Bersatu, Pacu Pembiayaan Ekspor Indonesia!
Kode Domisili Saham: BEI Terapkan Kuartal III 2025, Investor Siap?
IHSG melemah 0,44% ke 6.838 pada Sesi I Rabu (25/6), MDKA, MEDC, ANTM Top Losers LQ45
Harga Emas Antam Turun,Buyback Stagnan: Ini Rincian Rabu 25 Juni 2025
Perusahaan Singapura Deep Source Bakal Akuisisi 77,19% Saham Master Print (PTMR)
Garuda Indonesia Targetkan Bisa Operasikan 120 Pesawat hingga 2030

Berita Terkait

Rabu, 25 Juni 2025 - 23:32 WIB

Harga Minyak Naik Tipis, Gencatan Senjata Iran-Israel Jadi Pemicu?

Rabu, 25 Juni 2025 - 20:13 WIB

WINS, BKSL, PGEO: Analisis Teknikal Saham Kamis, Potensi Cuan?

Rabu, 25 Juni 2025 - 18:38 WIB

KB Bank & Eximbank Bersatu, Pacu Pembiayaan Ekspor Indonesia!

Rabu, 25 Juni 2025 - 15:17 WIB

Perang Iran-Israel Ancam Neraca Dagang RI, Ini Kata Peneliti

Rabu, 25 Juni 2025 - 14:38 WIB

Kode Domisili Saham: BEI Terapkan Kuartal III 2025, Investor Siap?

Berita Terbaru

entertainment

Natty KISS OF LIFE Kecelakaan di The Show, Kondisinya Sekarang?

Rabu, 25 Jun 2025 - 23:18 WIB

politics

Situs Nuklir Iran: Klaim AS Dibantah Ahli, Fakta Terungkap!

Rabu, 25 Jun 2025 - 22:43 WIB