Ribuan siswa keracunan Makan Bergizi Gratis, orang tua trauma dan larang anaknya konsumsi MBG – ‘Bukannya meringankan malah mau membunuh’

Avatar photo

- Penulis

Rabu, 25 Juni 2025 - 09:48 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Setidaknya 1.376 anak sekolah diduga menjadi korban keracunan Makan Bergizi Gratis (MBG) di berbagai daerah. Pakar gizi masyarakat menyarankan agar program ini dihentikan sementara sambil menunggu evaluasi menyeluruh terhadap insiden keracunan yang terjadi di berbagai daerah.

Hasil investigasi dinas kesehatan di Bandung, Bogor, dan Tasikmalaya di Jawa Barat serta Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir di Sumatra Selatan menemukan adanya kontaminasi bakteri Salmonella, E.coli, Bacilius cereus, Stapylococcus aereus, Bacillus subtilis, hingga jamur Candida tropicalis.

Sejumlah orang tua yang ditemui BBC News Indonesia mengaku trauma dan melarang anak mereka menyantap makanan dari pemerintah itu.

“Saya pikir kalau dapat makan gratis bisa meringankan [beban], tapi ini bukannya meringankan malah [mau] membunuh. Tidak usah lagi makan gratis, daripada keracunan,” tutur Fitri Febrianti, salah satu orang tua di Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir, Sumatra Selatan.

“Kalau ada MBG jangan dikasih dulu, anak saya takut. Saya juga melarang, soalnya jadi trauma. Kasihan kalau anak keracunan,” imbuh Irma Nurliana, orang tua di Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat.

Sampai artikel ini diterbitkan, Badan Gizi Nasional (BGN) belum menanggapi pertanyaan yang BBC News Indonesia kirimkan sejak Senin (09/06).

Tapi sebelumnya Kepala BGN, Dadan Hindayana, bilang pemerintah akan bertanggung jawab membiayai ongkos pengobatan siswa korban keracunan MBG. Termasuk memberikan kompensasi, meskipun tidak semuanya.

Ada bakteri Bacillus subtilis pada menu MBG di Tasikmalaya

“Anak saya buang air besar terus-terusan dari tengah malam sampai subuh, saya kira sakit perut biasa,” tutur Irma Nurliana cemas.

“Pas pagi-pagi, saya buka grup [WhatsApp] sekolah, ternyata hampir semua anak yang makan MBG sama, pada buang air sama mual.”

Pagi itu, Jumat (02/05), Irma sadar ada yang tak beres dengan sakit Syaina, anaknya. Ia langsung menyuruh bocah tersebut meneguk air kelapa muda sebagai pertolongan pertama.

Tapi, karena putrinya yang duduk di kelas 2 sekolah dasar itu terus merasakan mual, dia memutuskan memboyong Syaina ke puskesmas terdekat.

“Kata dokter puskesmas, ada keracunan [akibat] bakteri. Mual-mual itu karena masih ada sisa bakteri ternyata.”

Irma bercerita, sehari sebelumnya anak-anak SDN Rajapolah di Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, melahap menu MBG berupa ayam teriyaki, sayur waluh, tahu goreng, jagung, dan buah anggur.

Namun, Irma tak pernah menyangka makanan gratis dari pemerintah itu bermasalah.

Anaknya juga menuturkan kepadanya, beberapa menu MBG yang dibagikan pihak sekolah terkadang rasanya hambar, tetapi selalu dihabiskan sang anak.

“Namanya anak-anak kalau dengar dari ibu guru harus dimakan, ya nurut, dimakan…”

“Untungnya anak saya enggak ada alergi, enggak pilih-pilih makanan. Apa aja dia suka.”

Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Tasikmalaya mencatat setidaknya 400 pelajar, mulai dari TK, SD, Madrasah Ibtidaiyah, dan SMP mengalami keracunan setelah mengonsumsi menu MBG.

Rata-rata dari mereka mengeluh sakit perut, mual, muntah, dan diare.

Sehari setelah kejadian, Dinas Kesehatan setempat melakukan investigasi soal penyebab keracunan.

Hasil pemeriksaan di UPTD laboratorium Jawa Barat menunjukkan ada kandungan bakteri Bacillus subtilis pada lauk ayam teriyaki.

Hanya saja, Kepala Bidang Pengawasan Fasilitas Pelayanan Kesehatan dan Tempat Usaha di Dinas Kesehatan Kabupaten Tasikmalaya, Epi Edwar Lutpi, tak menjelaskan mengapa bakteri tersebut bisa muncul dalam makanan MBG.

Ia berdalih saat penyajian pihaknya tidak berada di dapur.

“Cuma kalau melihat kulkasnya, cukup [aman]. Tapi kemungkinan ada ketidakcermatan di distribusi dan waktu penyajian,” ungkap Epi.

“Rekomendasi kami, karena masing-masing tahap ada kerawanan, jadi mestinya masaknya bergelombang, distribusinya juga bergelombang, termasuk penyajiannya.”

“Jadi tidak semua [dimasak] dalam waktu bersamaan.”

Epi juga bilang, pasca-keracunan itu operasional Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi atau SPPG—unit layanan yang bertugas menyiapkan dan mendistribuskan MBG—langsung dihentikan selama seminggu sembari dilakukan evaluasi.

Ada bakteri Coliform dan E.coli pada menu MBG di Sumsel

Selang lima hari, insiden keracunan MBG terjadi di Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir (PALI), Sumatra Selatan.

Fitri Febrianti menceritakan apa yang terjadi pada anaknya, Nayla.

“‘Ibu, aku mual, pusing, sakit kepala’,” ujar Fitri menirukan keluhan sang putri.

“Saya pikir sakit biasa, sudah itu kakek Nayla telepon saya dan tanya, ‘Nayla ada keluhan tidak?’. Saya bilang, ‘Ada’.”

Dari situ, Fitri disuruh cepat-cepat membawa bocah tersebut ke rumah sakit terdekat.

Rupanya, hari Senin (05/05) itu, ratusan anak diduga keracunan massal.

“Kakeknya tahu ada [banyak yang keracunan] karena sempat mengantar anak-anak sekitar ke rumah sakit,” sambung Fitri.

Begitu sampai di RS Bhayangkara Talang Ubi, perempuan 29 tahun ini menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri puluhan anak sekolah terkapar di ranjang dengan gejala yang mirip dengan kondisi putrinya.

Di rumah sakit, murid kelas 5 SD ini mendapatkan suntikan infus hingga dua botol dan dipasang selang oksigen karena mengalami sesak napas.

Kata dokter, Nayla “positif keracunan”.

“Sempat ditanya sama dokter, ‘Nayla, makan apa yang terakhir?’ Saya yang jawab, ‘Terakhir cuma makan MBG saja, makanan yang lain tidak sempat dimakan karena langsung muntah-muntah’,” kata Fitri menceritakan kondisi di rumah sakit.

Beruntung, anaknya tak harus dirawat inap dan dipulangkan sekitar pukul 23:00 WIB.

Selama dua hari, putrinya tidak sekolah. Ia harus istirahat total di rumah dan menghabiskan dua macam obat yang diresepkan oleh dokter.

Fitri bilang pada Senin lalu itu, menu MBG yang disantap anaknya ada beberapa: ikan tongkol suwir, tempe goreng, dan buah.

Tetapi dari pengakuan sang anak, ikan tongkol suwirnya “berlendir dan berbau”.

Dinas Kesehatan Provinsi Sumatra Selatan menyebut total ada 173 anak mulai dari tingkat Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) hingga Sekolah Menengah Atas (SMA) mengalami keracunan MBG.

Gejala yang mereka alami serupa: mual, muntah, pusing, dan lemas usai menyantap MBG yang dibagikan pihak sekolah.

Dari ratusan anak, sembilan di antaranya dirawat inap.

Dinkes bilang telah melakukan investigasi dan inspeksi mendadak (sidak) ke dapur MBG yang terletak di Jalan Merdeka, Kelurahan Handayani Mulya, Kecamatan Talang Ubi, pada Selasa (06/05).

Berdasarkan hasil laboratorium sampel makanan MBG, ditemukan: kontaminasi bakteri Stapylococcus aereus pada tempe goreng yang melebihi nilai baku mutu.

Tak cuma itu saja, air bersih dari sumur bor dan PAM yang digunakan untuk mengolah makanan MBG mengandung bakteri Coliform dan Escherichia coli (E.coli) yang melebihi nilai baku mutu.

Dinkes menyebut ada kemungkinan cara penyimpanan bahan bakunya tidak maksimal.

Mesin pendingin atau freezer yang dipakai oleh Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) kurang dingin dan tidak ada alat pemantau suhu.

“Tempat penyimpanan bahan makanannya juga seharusnya memakai rak dan harus menggunakan metode First In First Out (FIFO),” papar Deddy Irawan, Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat di Dinkes Provinsi Sumsel.

Dalam konteks dapur, FIFO adalah sistem rotasi stok di mana makanan yang pertama kali disimpan akan menjadi makanan yang pertama kali digunakan.

Itu artinya, makanan yang paling lama disimpan harus berada di bagian depan lemari pendingin, rak, atau tempat penyimpanan, sehingga lebih mudah diambil dan digunakan terlebih dahulu.

Tujuannya, tentu saja mengurangi risiko kedaluwarsa atau makanan jadi basi.

Sesuai perintah bupati, operasional makan bergizi gratis di PALI sempat dihentikan sementara sampai ada perbaikan.

Ada bakteri Bacilius cereus dan jamur Candida tropicalis dalam menu MBG di Bandung

Sedikit mundur ke belakang, pada Rabu (30/04), Risti yang merupakan siswi SMP Negeri 35 Kota Bandung, Jawa Barat, meringkuk kesakitan setelah menyantap MBG sehari sebelumnya.

Ia bercerita sehari sebelumnya menyantap menu MBG berupa mix vegetables, kakap crispy, dan buah melon potong.

Dan seingatnya, semua makanan tak terasa basi dan tidak ada bau tak sedap.

Tapi, esoknya Risti mengalami mual, diare, dan sakit perut.

“[Saya] sakit perut, sering buang air besar, terus mual. Dua sampai tiga minggu masih terasa [sakit perut],” imbuhnya.

Baca Juga :  Mie Kekinian: 5 Ide Bisnis Viral, Pelanggan Pasti Balik Lagi!

Rinto, ayah Risti, buru-buru membawa anaknya ke puskesmas terdekat karena khawatir. Dokter pun mendiagnosis anaknya keracunan makanan.

“Ditanya [dokter] makan apa terakhir?” ucap Rinto.

“Dia [Risti] cerita habis makan makaroni [yang ada dalam sayuran MBG]. Udahlah dari situ penyebabnya.”

Dinas Kesehatan Kota Bandung menyebut sebanyak 585 siswa SMP Negeri 35 mengalami muntah, mual, diare, sakit perut, bahkan demam usai melahap menu MBG pada Selasa (29/04).

Tak berlama-lama, dinas langsung menginvestigasi, mulai dari melacak korban, inspeksi ke dapur MBG, dan uji sampel makanan.

Hasilnya? Ada dua jenis makanan yang mengandung bakteri Bacilius cereus dan jamur Candida tropicalis pada sayuran dan buah melon.

Anhar Hadian yang pada waktu kejadian menjabat sebagai Kepala Dinas Kesehatan Kota Bandung, membeberkan pihaknya tidak bisa memastikan pada tahapan mana kontaminasi kuman patogen itu terjadi. Apakah sejak bahan makanan masuk hingga disajikan.

Tapi, berdasarkan inspeksi kesehatan lingkungan di dapur MBG, ditemukan beberapa fasilitas yang berpotensi menimbulkan kontaminasi makanan.

Ia mencontohkan proses penyimpanan ompreng (wadah makanan) yang terbuka dan tidak tertata rapi. Begitu juga cara mengeringkan ompreng dengan lap kotor.

“Itu kan lapnya juga sudah dipakai berulang-ulang. Lap itu tujuannya untuk mengeringkan. Logikanya satu lap dipakai beberapa, apalagi kalau lapnya sudah kotor. Ya tertular semua omprengnya,” jelas Anhar.

Sederhananya, kata Anhar, dapur MBG tersebut “tidak memenuhi standar higienitas dan sanitasi” alias jorok, karenanya dihentikan selama dua minggu sampai syarat yang direkomendasikan dipenuhi.

Dinkes, sambungnya, tak tahu seluk beluk yayasan yang ditunjuk oleh Badan Gizi Nasional menjadi pengelola SPPG.

Agar insiden itu tak berulang, dia bilang dinkes telah memberikan pelatihan higienitas dan sanitasi ke pekerja dapur MBG.

Sebagai informasi, dinkes mengawasi 26 dapur di Kota Bandung, dari puluhan SPPG, baru 11 yang dilatih.

Tindakan pencegahan lainnya, dinkes bakal menguji sampel makanan MBG minimal satu kali per bulan.

“Kami juga meminta pihak SPPG agar memperhatikan arsip makanan,” ucapnya.

Arsip makanan yang dimaksud Anhar adalah satu set makanan yang disimpan di dalam freezer paling lama 2×24 jam setiap kali memasak.

SPPG bungkam, bagaimana cara kerja mereka?

BBC News Indonesia telah berupaya menghubungi seluruh SPPG yang makanannya diklaim mengandung bakteri dan menyebabkan keracunan.

Tapi, tak ada satupun yang memberikan tanggapan.

Salah satu SPPG di Kota Makassar, Sulawesi Selatan, yakni Yayasan Yasika Centre Indonesia—bukan bagian dari SPPG yang diduga menyebabkan keracunan— membeberkan seperti apa kerja mereka di dapur.

Aditia, ketua yayasan ini bilang, mulai menyediakan MBG pada 6 Januari 2025, yang serentak dilakukan di 26 provinsi.

Dalam sehari, mereka harus menyiapkan 3.300 porsi makanan untuk disantap oleh pelajar di lima sekolah di wilayah Kecamatan Manggala, Makassar.

Di dapurnya, total ada 47 pekerja.

Terdiri dari Kepala Sarjana Penggerak Pembangunan Indonesia (SPPI) yang tugasnya memimpin dan mengoordinasikan penyelenggaraan MBG, ahli gizi, tenaga relawan memasak, mencuci, mengemas, pengemudi, hingga sekuriti.

Untuk menyediakan ribuan porsi makanan, yayasan membagi jam kerja karyawan menjadi beberapa shift.

“Memasak dari jam 12 malam sampai 3 subuh. Kemudian pukul 3 subuh sampai 7 pagi pengemasan. Pendistribusian mulai dari jam 7 pagi hingga pukul 9 pagi,” jelas Aditia.

Demi menjaga higienitas, Aditia mengeklaim menerapkan sistem Hazard Analysis Critical Control Points (HACPP), untuk mengidentifikasi, mengevaluasi, dan mengendalikan bahaya yang berpotensi terjadi pada proses produksi makanan.

Meski begitu, dia tidak menjelaskan dengan detail bagaimana sistem ini dijalankan.

Sedangkan untuk bahan baku, Aditia mengaku mendapatkan dari pemasok yang bermitra dengan Badan Gizi Nasional (BGN).

Selain itu, dia juga membuka kesempatan bagi warga sekitar yang ingin menjual bahan baku. Hanya saja, karena stok dari warga terbatas, yayasan menyiasati dengan membeli dari beberapa pedagang lain.

“Kalau telur beli dari warga. Tapi kami komitmen, harga rata-rata, tidak boleh lebih mahal atau lebih murah.”

Hitungannya, dalam sehari anggaran yang dikeluarkan untuk menyediakan 3.300 porsi makanan adalah Rp30 juta.

Dalam kontrak kerja, harga satu porsi makanan tertera Rp15.000.

Tapi, kenyataannya tak begitu, kata Aditia. Angka itu harus dibagi untuk keperluan operasional dan keuntungan bagi SPPG.

Pembagiannya, untuk satu porsi makanan berkisar antara Rp8.000–Rp10.000. Selanjutnya ongkos operasional besarannya Rp3.000 dan sisanya Rp2.000 masuk ke kantong yayasan.

“Jadi Rp2.000 itu menjadi hak yayasan,” katanya.

Ia bercerita sebelum sah menjadi mitra BGN, modal yang harus dikeluarkan untuk membangun dapur dan membeli perlengkapan masak mencapai Rp2 miliar.

Rinciannya Rp1,3 miliar untuk peralatan dapur serta makan, kemudian sisanya menyewa tempat dan membeli bahan baku.

Sebab, kata Aditia, supaya diterima menjadi mitra, dapurnya harus lolos standar BGN. Semisal, luas dapur 20×20 meter persegi yang dilengkapi peralatan memasak dan makanan untuk 3.500 porsi.

Lokasi dapur juga mesti dekat dengan sekolah yang disasar.

“Kurang lebih 6 kilometer jarak antara dapur dan sekolah, atau 30 menit dari titik dapur.”

Dia mengaku butuh waktu satu bulan menuntaskan syarat-syarat itu.

Ketika BBC News Indonesia mendatangi dapurnya, terlihat wadah makanan berbahan stainless steel menumpuk di sudut ruangan dan lima lemari pendingin berjejeran.

Setelah semua syarat terasa telah dipenuhi, Aditia lantas mengajukan diri sebagai mitra ke BGN. Syukur, akhirnya yayasannya diterima.

“Kemarin itu bukan hal yang mudah, ibaratnya saya berjudi apakah diterima atau tidak. Karena saya harus membangun [dapur] dulu pakai dana pribadi, baru pengajuan kontrak.”

“Setelah itu keluar Perjanjian Kerja Sama, dikontrak selama setahun.”

Aditia mengaku bukan orang baru di dunia jasa boga sehingga tahu betul bagaimana menyajikan makanan yang baik.

Jauh sebelum ikut program ini, dia punya bisnis restoran di tempat lain.

Satu-satunya masalah yang dialami selama menjalankan MBG, aku Aditia, dia pernah hampir satu bulan terlambat menerima pembayaran—yang kalau diperkirakan angkanya mencapai Rp750 juta.

Pasalnya, saat itu sistem pembayaran dari BGN memakai reimbursement alias baru dibayar ketika sudah menyalurkan makan bergizi gratis.

“Sempat terseok-seok waktu itu saya.”

Anggaran dari BGN itu, sambungnya, juga diperuntukkan untuk membayar upah para pekerja yakni sebesar Rp100.000 per hari.

Rentetan kasus dugaan keracunan MBG, 1.300 anak jadi korban

Sejak mega proyek Presiden Prabowo untuk memberi makan gratis yang bergizi diuji coba hingga diluncurkan di berbagai daerah, tercatat sudah ada 13 kasus dugaan keracunan.

Kasus pertama ketahuan saat uji coba MBG di Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur pada awal Oktober 2024. Sebanyak tujuh anak SD mengalami mual, sakit perut, dan muntah hingga akhirnya dilarikan ke puskesmas.

Dan, setelah diresmikan pada 6 Januari lalu, insiden dugaan keracunan terjadi secara beruntun alias hanya jeda hari.

Rinciannya di Kabupaten Sukoharjo, Jateng ada 40 kasus; kemudian di Kabupaten Nunukan, Kaltara 30 kasus; Kabupaten Empat Lawang, Sumsel ada 8 kasus; dan Kabupaten Pandeglang, Banten dengan 40 kasus.

Di Waingapu, NTT ada 29 kasus; Kabupaten Batang, Jateng dengan 60 kasus; Kabupaten Cianjur, Jabar 165 kasus, dan Kabupaten Bombana, Sulawesi Tenggara ada 13 kasus.

Berikutnya di Kabupaten Karanganyar, Jateng ada 3 kasus; Kota Bandung, Jabar 585 kasus; PALI, Sumsel 173 kasus; dan Kota Bogor 223 kasus.

Secara keseluruhan, terdapat 1.376 siswa mengalami dugaan keracunan.

Dokter sekaligus ahli gizi masyarakat, Tan Shot Yen, berkata angka seribu lebih itu tak bisa ditolerir lagi.

Sebab, ini menyangkut nyawa manusia.

“Korban satu saja, itu tidak dibenarkan, apalagi seribu… ini bukan cuma alarm, tapi ini waktunya untuk Anda [Presiden Prabowo] untuk menghentikan,” katanya geram.

Dari mana bakteri dan jamur itu bisa muncul?

Dalam wawancara dengan BBC News Indonesia, dokter Tan mengatakan, bakteri maupun jamur yang terkontaminasi dalam makanan gratis pemerintah itu sangat berbahaya.

Bukan cuma untuk anak, tapi semua usia.

“Karena bakteri dan jamur itu suatu mikroorganisme yang tidak layak berada di dalam makanan,” terangnya.

Baca Juga :  Ayam Goreng Widuran Solo Minta Maaf Usai Luncurkan Menu Non Halal

Lantas, dari mana munculnya kontaminasi tersebut? Dia bilang ada banyak kemungkinan.

Pertama, bisa dari cara memasak yang salah sehingga makanannya tidak matang betul alias masih mentah, seperti yang terjadi Waingapu, NTT.

“Artinya kalau seandainya ada bakteri, bakterinya bisa berkembang juga dari situ.”

Kedua, bisa dari orang atau pekerja di dapur.

Dia mendasarkan dugaannya itu merujuk peristiwa pada abad ke-18 hingga 19, kala penyakit tipes menyebar di Amerika yang dicurigai dibawa oleh seorang juru masak Mary Mallon—yang belakangan diketahui bahwa dia adalah healthy carrier atau pembawa penyakit.

“Kita enggak pernah tahu bagaimana kesehatan orang yang bekerja di dapur, padahal itu penting banget,” jelas dokter Tan.

Apalagi, katanya, ditambah kebiasaan orang Indonesia yang masih enggan menggunakan penutup kepala dan hidung, juga sarung tangan.

Tanpa itu, maka rentan terjadi risiko kontaminasi silang.

Ketiga, bisa dari bahan baku yang tidak segar, plus tak berkualitas baik. Termasuk tempat penyimpanannya.

Untuk daging ayam dan ikan, harus disimpan dalam lemari pendingin dengan suhu konstan.

“Nah, apakah listrik untuk lemari pendinginnya itu konstan? Begitu juga dengan sayur dan sebagainya, harus dengan penyimpanan yang benar.”

Keempat, kebersihan dapur beserta perlengkapannya.

Ia mewanti-wanti agar kebersihan dapur harus dilakukan secara berkala. Begitu juga peralatan seperti pisau, panci, penggorengan, dan sebagainya.

Sebab kalau tidak, lagi-lagi bakal terjadi kontaminasi silang.

Kelima, proses pengemasan sampai pengantaran ke lokasi tujuan.

Hal ini tujuannya agar menjaga suhu makanan tetap di atas 60 derajat, karena suhu antara 5 derajat hingga 60 derajat disebut sebagai “zona bahaya” atau “zona pertumbuhan bakteri”.

Artinya, di kisaran suhu tersebut, bakteri, kuman, dan jamur bisa tumbuh dan berkembang biak.

“Jadi kalau di acara pernikahan misalnya, makanannya kan biasa ada alat pemanas ya, itu tujuannya bukan supaya kalau dimakan jadi enak dan hangat,” imbuhnya.

“Tapi demi mempertahankan agar makanan tersebut harus di atas 60 derajat.”

Terakhir, yang tak kalah penting cara mengonsumsinya, apakah memakai peralatan yang bersih atau mencuci tangan sebelum makan.

Bagaimana idealnya MBG dilaksanakan?

Dengan segala risiko itu, dokter Tan sebetulnya sedari awal menyarankan agar pemerintah menggandeng pengelola kantin sekolah menyediakan MBG.

Selain lokasinya dekat dengan sekolah, pemerintah hanya perlu mendidik mereka untuk memasak sesuai aturan.

Penyajiannya pun bisa dengan prasmanan, sembari melatih anak sekolah berperilaku tertib, tambahnya.

“Itu yang paling ideal sebetulnya,” katanya.

“Kalau selama ini kantin hanya jualan pentol, seblak, ajari dong mereka bikin bakso ikan.”

“Ajari mereka masak sesuai preferensi anak-anak, jangan dikasih chicken katsu, ayam teriyaki, dari namanya aja asing.”

Ia juga menyarankan supaya mengajak orang tua siswa, dinas kesehatan, dinas pendidikan, dan puskesmas untuk menampung masukan soal menu dan memantau jalannya program ini jika terjadi hal-hal yang tak diinginkan, seperti keracunan.

Tapi terlepas dari itu semua, yang utama menurut dokter Tan, harus tepat sasaran. Karena baginya, tidak harus semua anak-anak mendapatkan makanan gratis bergizi ala pemerintah.

Prioritas MBG, kata dia, seharusnya ditujukan kepada anak-anak di daerah 3T: terdepan, terluar, dan tertinggal.

Sebab bagaimanapun mereka yang lebih membutuhkan makan bergizi, ketimbang anak-anak perkotaan yang bersekolah mewah.

“Jangan sampai uangnya sudah dihamburkan sekian triliun, hanya dihabiskan untuk orang-orang di perkotaan, yang sebetulnya kurang urgen.”

Apakah MBG masih layak dipertahankan?

Lebih dari seribu kasus keracunan MBG, pakar gizi masyarakat ini menyarankan agar pelaksanaan MBG dihentikan seluruhnya untuk sementara waktu sambil melakukan evaluasi atas rentetan kasus dugaan keracunan di berbagai daerah.

Tanpa itu, dia hakul yakin, keracunan dari makanan gratis ini akan berulang terus menerus.

Dan, menurutnya, capaian angka berapa banyak anak yang sudah menerima MBG bukan satu-satunya tolok ukur keberhasilan mega proyek tersebut.

Namun, bagaimana respons anak-anak menyambut makan gratis ini, serta kesehatan mereka.

“Kayaknya kita harus malu kalau memberikan anak-anak makanan yang justru merugikan kesehatan mereka,” ucap dokter Tan.

“Jadi buat saya, cepat itu bagus, tapi lebih baik, caranya benar terlebih dahulu. Jangan sampai MBG ini ditolak.”

Presiden Prabowo sebut keberhasilan MBG 99%

Badan Gizi Nasional (BGN) sebelumnya membuat klaim hingga April 2025 setidaknya sudah 3,3 juta anak sekolah di Indonesia tersentuh proyek MBG.

Pada Agustus nanti jumlah penerimanya ditargetkan mencapai 6 juta.

Presiden Prabowo Subianto bahkan menyebut keberhasilan program prioritasnya ini mencapai 99,99% meski terdapat kasus keracunan di berbagai daerah.

Prabowo berdalih, korban keracunan akibat MBG hanya 200 orang atau lebih kecil dibandingkan angka penerima makan gratis.

“Hari ini memang ada yang keracunan, yang keracunan sampai hari ini dari tiga sekian juta, kalau tidak salah di bawah 200 orang [keracunan], yang rawat inap hanya lima orang,” kata Prabowo dalam Sidang Kabinet Paripurna di Istana Kepresidenan, awal Mei lalu.

“Jadi bisa dikatakan yang keracunan atau yang perutnya enggak enak sejumlah 200 orang dari tiga juta, kalau tidak salah 0,005%. Berarti keberhasilannya adalah 99,99%.”

Sampai berita ini diterbitkan, Badan Gizi Nasional (BGN) belum menanggapi pertanyaan yang BBC News Indonesia kirimkan sejak Senin (09/06).

‘Saya pikir MBG bisa meringankan, tapi mau membunuh’

Kembali ke orang tua yang anaknya keracunan makan gratis.

Irma Nurliana, ibu dari Syaina siswa kelas 2 SDN Rajapolah di Sumatra Selatan, mengaku khawatir dan trauma kalau putrinya mengonsumsi MBG di sekolah.

“Saya berpesan ke guru, kalau ada MBG, jangan dulu dikasih, anak saya masih takut, kasihan anak saya keracunan,” ujarnya.

Fitri Febrianti, ibu dari Nayla siswa kelas 5 SDN 20 Suryabumi Angrolangge di Tasikmalaya, juga cemas pada program pemerintah ini. Dia bahkan memperingatkan sang anak supaya tidak lagi makan MBG jika dibagikan sekolah.

Kalaupun dapat paket makanan MBG, ia berpesan agar dibawa pulang saja. Sesampainya di rumah, akan dicicipi terlebih dahulu oleh dirinya.

Ia takut, anaknya bakal keracunan lagi.

“Saya pikir kalau dapat makan gratis bisa meringankan [beban], tapi ini bukannya meringankan malah [mau] membunuh. Tidak usah lagi makan gratis, daripada keracunan.”

Rinto juga melarang anaknya Risti, pelajar di SMP Negeri 35 Kota Bandung, mengonsumsi MBG lantaran kapok melihat sang putri meringkuk kesakitan.

“Enggak boleh [makan MBG] sekarang, takut [kejadian lagi]. Sekarang dia bawa bekal makanan sendiri.”

Wartawan Rizky di Tasikmalaya, Nefri Inge di Palembang, Yuli Saputra di Bandung, dan Muhamad Aidil di Makassar berkontribusi untuk laporan ini.

  • Lini masa dugaan keracunan karena MBG, dari ayam kecap basi hingga daging mentah berdarah – ‘Perlu evaluasi besar-besaran sebelum jatuh korban jiwa’
  • Guru dan murid SDN 4 Wonorejo Jateng ‘keracunan’ sajian Makan Bergizi Gratis – Tambahan kasus baru di tengah isu transparansi MBG dan masalah-masalah lainnya
  • Makan bergizi gratis perdana sasar 600 ribu orang, jauh dari target awal – Apakah program ini terlalu tergesa-gesa?
  • Aksi protes MBG terus berlanjut di Papua – ‘Kami menolak makan bergizi gratis’
  • Makan bergizi gratis perdana sasar 600 ribu orang, jauh dari target awal – Apakah program ini terlalu tergesa-gesa?
  • Program Makan Bergizi Gratis Prabowo – Rp10.000 dapat menu apa di Medan hingga Papua dan bagaimana kandungan gizinya?
  • Mengapa program makan bergizi gratis ala Prabowo-Gibran dikhawatirkan tidak tepat sasaran dan ‘menggerogoti’ anggaran?
  • Program Makan Bergizi Gratis Prabowo – Apa itu susu ikan dan mengapa memicu polemik?
  • China bantu Prabowo ongkosi makan bergizi gratis, tapi ‘tidak ada makan siang gratis’ – Apa ‘timbal balik’ yang diminta China?
  • Program makan bergizi gratis andalan Presiden Prabowo Subianto ‘belum memenuhi standar kebutuhan gizi’
  • Mengapa siswa sekolah di Yahukimo Papua menolak program makan bergizi gratis?
  • Bill Gates: Kami telah menyumbangkan Rp1.651 triliun, tetapi anak-anak saya tidak akan miskin saat saya wafat

Berita Terkait

Surga Kuliner: 11 Destinasi Wisata Terbaik & Hidden Gem Indonesia
Kerak Telor Betawi, Sejarah & Resep Kuliner Legendaris Jakarta
Menu Mewah Ngunduh Mantu Al Ghazali, Alyssa Daguise: Apa Saja?
Makanan di Pesawat: Panduan Lengkap TSA Agar Lolos Pemeriksaan
Prabowo-Gibran Berbagi Kebahagiaan Kurban, Ribuan Anak Yatim Istiqlal Bersukacita
Wong Solo Grup, Kisah Sukses Suplai Makanan Haji di Mekkah
Ayam Goreng Widuran: Hasil Lab Keluar, Aman Dimakan Tapi Non-Halal!
Daging Kurban Bebas Bau Prengus: 8 Tips Jitu, Dijamin Lezat!

Berita Terkait

Rabu, 25 Juni 2025 - 09:48 WIB

Ribuan siswa keracunan Makan Bergizi Gratis, orang tua trauma dan larang anaknya konsumsi MBG – ‘Bukannya meringankan malah mau membunuh’

Senin, 23 Juni 2025 - 17:53 WIB

Surga Kuliner: 11 Destinasi Wisata Terbaik & Hidden Gem Indonesia

Senin, 23 Juni 2025 - 07:13 WIB

Kerak Telor Betawi, Sejarah & Resep Kuliner Legendaris Jakarta

Sabtu, 21 Juni 2025 - 13:47 WIB

Menu Mewah Ngunduh Mantu Al Ghazali, Alyssa Daguise: Apa Saja?

Rabu, 18 Juni 2025 - 01:22 WIB

Makanan di Pesawat: Panduan Lengkap TSA Agar Lolos Pemeriksaan

Berita Terbaru

entertainment

Film DC 2025-2027: Jadwal Rilis, Superman, dan Kejutan Lainnya!

Rabu, 25 Jun 2025 - 19:58 WIB